matamaduranews.com–BANGKALAN-Fenomena politik di Bangkalan sudah menjadi mafhum banyak orang bahwa setiap event politik di Bangkalan, mulai level politik tingkat desa, Pileg, Pilpres hingga Pilkada. Modus operandinya sama.
Pandangan Jimhur Saros, kehidupan politik di Bangkalan antara kota dan desa, nyaris tiada beda. Selalu ada koalisi antara tokoh agama dan tokoh blater bersama tim lelang yang handal sebelum menentukan keputusan politik.
“Jadi politik di Bangkalan, itu bukan apa programnya. Apa keahliannya. Apa visi dan misinya. Tapi lebih kepada pembodohan budak mata uang,” ungkapnya.
Dimaksud pembodohan budak mata uang adalah tekanan dari pimpinan tertinggi di dalam sebuah lingkungan. “Jadi masyarakat memang harus mengambil sikap tunduk patuh pada pemimpin yang disertai uang yang bergelimang. Jadi, emang susah merubah stigma pola pikir masyarakat di Bangkalan. Karena sudah mendarah daging. Artinya mau pilih siapa dan berani berapa?,” tambah Jimhur.
Jimhur tidak lagi heran jika pimpinan politik tingkat desa, seperti Kades apabila kerap memanipulasi data dalam hal merogoh rupiah dari berbagai program.
“Dapat jatah tanah desa (caton) untuk dikelola? Rata-rata tanah caton tidak produktif. Karena tanah gersang dan dan tidak berbentuk rupiah. Jika Kades bisa kaya, itu ada pertanyaan. Darimana kekayaannya. Kades bisa beli mobil mewah. Punya rumah mewah dan gaya hidup hedonis. Itu karena yang mencetak masyarakatnya sendiri,†dalihnya.
Ekonomi di Bangkalan Â
Berbicara ekonomi di Bangkalan, Jimhur Saros mengurai luas lahan pertanian yang melimpah, tapi tidak ada produk unggulan pertanian yang bisa memberi multi efek ekonomi ke masyarakat Bangkalan. Beda dengan kabupaten lain di Madura, seperti Pamekasan, Sumenep dan Sampang.
“Setiap kabupaten punya produk unggulan di bidang pertanian, peternakan dan perkebunan. Seperti di Sumenep, ada garam, tembakau dan ternak Sapi. Di Pamekasan ada produk unggulan tembakau. Sampang, lahan garam. Lalu produk Bangkalan apa di bidang pertanian, perkebunan dan peternakan?,” tanyanya keheranan.
Jimhur menawarakan solusi ke Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan di Bangkalan agar agresif membuat program secara massif untuk memanfaatkan potensi lahan pertanian, perkebunan yang melimpah di Bangkalan.
“Seandainya lahan pertanian disurvei, mana daerah subur yang bisa dikelola dengan varietas-varietas padi unggul. Bisa jadi, Bangkalan menjadi kota yang makmur dengan penghasilan lahan 1 hektar bisa mendapat 1 ton beras,” papar Presiden Kaconk Mania ini, saat berbincang dengan Mata Madura.
Dari kacamata ekonomi mikro, Bangkalan dinilai cukup prihatin. Kata Jimhur, kehidupan masyarakat Bangkalan hedonis dan glamor. Sehingga terkesan warga Bangkalan elitis dan makmur.
Sifat hedonisme waga Bangkalan digambarkan Jimhur; konsumtif tanpa inovatif. “Jika berbelanja selalu ke Surabaya. Sudah tidak ada pemberdayaan ekonomi ke masyarakat kecil. Wajar jika kondisi ekonomi masyarakat Bangkalan sangat miris,” begitu hasil amatan Jimhur.
Karena itu, Jimhur menawarkan pola pemberdayaan ekonomi lokal. Dan merubah mindset generasi muda Bangkalan bahwa mengais rezeki tidak harus menjadi pegawai negeri. Banyak peluang wirausaha yang perlu digeluti seperti berUMKM.
Tapi, Jimhur juga merasa bingung. Karena pemerintah selalu mempersulit ketika ada warga akan buka usaha. Izinnya selalu dipersulit oleh pemerintah.
“Pemerintah sebenarnya cukup memfasilitasi kepentingan masyarakat bila hendak berwirausaha. Masyarakat yang mau bertahan di era globalisasi ini adalah pedagang kecil. Daya beli masyarakat Bangkalan kecil, tapi penghasil rendah,” ucapnya, sambil nambah kopi hitamnya.
Bersambung….
Syaiful, Mata Bangkalan