Bindara Ibrahim; Penerus Estafet Bindara Bungso

×

Bindara Ibrahim; Penerus Estafet Bindara Bungso

Sebarkan artikel ini
Bindara Ibrahim; Penerus Estafet Bindara Bungso
Pasarean Bindara Ibrahim di Komplek Asta Kiai Agung Abdullah di Batuampar, Guluk-guluk, Sumenep. (Foto/Ja'far for Mata Madura)

KIAI Ibrahim atau Bindara Ibrahim merupakan salah satu anak laki-laki Kiai Agung Abdullah alias Bindara Bungso. Tidak banyak ditemukan riwayat mengenai kehidupan Bindara Ibrahim, baik yang berbentuk tulisan maupun cerita lisan. Nama Kiai Ibrahim hanya sedikit disinggung di antaranya buku Babad Songennep (R. Werdisastra), Sejarah Sumenep (Disparbud Sumenep), dan buku-buku saku tentang seputar Keraton Sumenep. Namanya disebut bersamaan dengan nama Bindara Saot, tokoh legendaris Keraton Sumenep, pembuka dinasti terakhir.

Ya, Kiai Ibrahim atau Bindara Ibrahim memang saudara Bindara Saot. Keduanya dilahirkan dari ibu berbeda. Bindara Saot lahir dari rahim Nyai Narema atau Nurima, Putri Kiai Khatib Bangel di Parongpong, Kecer, Dasuk. Sedang Bindara Ibrahim lahir dari ibu bernama Nyai Kursi, anak Kiai Banyukalong, dari keluarga Waru, cucu Kiai Agung Waru.

Bindara Ibrahim; Penerus Estafet Bindara Bungso
Pintu masuk menuju komplek Asta Kiai Agung Abdullah. (Foto Ja’far)

Kiai Abdullah atau Bindara Bungso memang memiliki beberapa orang isteri. Kalau di pasarean atau Asta Batuampar, Guluk-guluk, Sumenep, jumlah istri beliau yang dimakamkan berjejer di sana ada tiga orang, termasuk Nyai Narema. Dua orang lainnya tidak teridentifikasi. Sedang Nyai Kursi, pasareannya di kompleks terpisah.

”Dari dua orang isteri selain Nyai Kursi dan Nyai Narema tidak dikaruniai keturunan,” kata R. Abubakar, salah satu tokoh di Batuampar pada Mata Madura, pekan lalu.

Berdasar catatan silsilah Keraton Sumenep, Kiai Abdullah alias Bindara Bungso memiliki sembilan orang putra-putri. Tiga dilahirkan oleh Nyai Narema selaku isteri pertama, dan enam lainnya dilahirkan Nyai Kursi.

Dari Nyai Narema lahir Bindara Saot, Nyai Kadungdung, dan Nyai Tlaga Janggu’. Sedang dari Nyai Kursi lahir Bindara Ibrahim, Bindara Hasan, Kiai Asiruddin (Kiai Bandungan, Asta Nyorot), Nyai Lao’ Kolla, Nyai Tanjung, Nyai Somber Tengnga (Lebbek, Pamekasan).

Nyai Narema adalah isteri pertama Kiai Abdullah. Konon nama Narema bukan nama daging. Beliau, Sang Nyai Seppo, yang “menerima” alias narema dirinya dimadu. Mengenai Nyai Kursi juga tidak ada riwayat mengenai asal-usul penamaan “Kursi” tersebut.

Kiai Saba

Dalam buku Babad Songennep, Raden Werdisastra menyebut Kiai Ibrahim dengan nama Kiai Saba. Secara leksikal, Saba (bahasa Madura) merupakan padanan kata Sawah dalam bahasa Indonesia. Bahasa Madura memang tidak biasa menggunakan huruf “w” kecuali sebagai pelancar. Jawa, dieja dan dilafalkan Jaba. Perwira menjadi parbira. Huruf “w” dipakai sebagai pelancar, seperti dalam kata kalowar, dan lainnya.

”Kalau di Batuampar lebih dikenal dengan Bindara Ibrahim. Sebutan Kiai Saba mungkin karena di daerah ini dulu memang ada yg dikenal dengan Kampung Saba (Sawahan). Mungkin karena itu Kiai Ibrahim dikenal dengan Kiai Saba. Maknanya Kiai yang bermukim di Saba. Seperti sebutan tokoh pada umumnya yang dinisbatkan pada tempat. Seperti Kiai Batoampar, Sultan Sumenep, Pangeran Batopote, dan lainnya,” kata R. B. Ja’far Shadiq, salah satu pemerhati sejarah di Sumenep yang mukim di Batuampar.

Bindara Ibrahim; Penerus Estafet Bindara Bungso
Di sini bekas Dalem Bindara Ibrahim. (Foto Ja’far)

Ketika Bindara Saot, kakak Bindara Ibrahim alias Kiai Saba, menikah dengan Nyai Izza di Lembung, Lenteng, otomatis Bindara Saot berdomisili di sana alias hijrah dari Batuampar. Lembung memang tempat kedua Bindara Saot. Sejak kecil beliau mengaji pada pamannya, Kiai Pekke (Faqih), Kiai Lembung I. Kiai Pekke adalah saudara kandung Nyai Narema, yaitu sama-sama anak Kiai Khathib Bangel. Sedang Nyai Izzah adalah anak Nyai Galuh, juga saudara kandung Nyai Narema dan Kiai Pekke. Sehingga; Bindara Saot dengan Nyai Izzah, isterinya, masih terhitung saudara sepupu.

Nyai Galuh juga berputra perempuan bernama Nyai Arum atau Nyai Rum. Nah, Nyai Rum ini menikah dengan Bindara Ibrahim. Sehingga, baik Bindara Saot maupun Bindara Ibrahim sama-sama diambil menantu oleh Nyai Galuh.

Nyai Galuh sendiri bersuamikan Kiai Jalaluddin. Makam keduanya terletak di Parongpong, Kecer, Dasuk. Dalam kompleks pasarean Kiai Khatib Bangel dan isterinya, Nyai Salamah putri Kiai Modin Teja (Pamekasan).

Kiai Jalaluddin adalah putra Kiai Tengnga atau Kiai Nengnga atau Kiai Ceddir. Nama dagingnya Kiai Abdullah. Ibu Kiai Jalaluddin ialah Nyai Ceddir, putri Kiai Khatib Paddusan bin Pangeran Katandur. Jadi Nyai Ceddir ini adalah kakak dari Kiai Ali alias Kiai Barangbang I.

Sementara Kiai Tengnga atau Kiai Ceddir (Abdullah), dalam catatan Babad Songennep ialah anak Kiai Wangsadikara dari Mataram. Ibu Kiai Tengnga ialah Nyai Berrek, putri Kiai Khatib Pranggan bin Pangeran Katandur. Jika demikian hubungan Kiai Tengnga dengan Nyai Ceddir, isterinya, ialah keponakan dengan bibi sepupu.

Sementara di catatan Silsilah Keraton Sumenep (75 halaman), tulisan tangan R. B. Abdulfattah (1989), Kiai Tengnga adalah anak langsung  Kiai Khatib Pranggan. Jadi Kiai Tengnga dengan Nyai Ceddir masih terhitung sepupu. Wa Allah a’lam.

Kembali pada Kiai Ibrahim. Setelah Bindara Bungso mangkat, estafet ketokohan di Batuampar dilanjutkan oleh Kiai Ibrahim alias Kiai Saba. Saudara laki-laki lainnya, Kiai Asiruddin hijrah ke Bandungan (Pamekasan). Dan saudara lainnya, Bindara Hasan, wafat di waktu kecil.

Keturunan

Kiai Ibrahim dengan Nyai Rum dikaruniai beberapa putra-putri. Di beberapa sumber, jumlah yang tercatat enam orang. Mereka ialah Kiai Tumenggung Mangsupati (Zakariya), Patih Sumenep di masa Panembahan Sumolo; Kiai Pangolo (Penghulu) Mardikan Batuampar I (Nugrahan); Ramana Molasir; Kiai Parisin; Nyai Bara’; dan, Nyai Suriya.

Di antara keenam orang itu, yang banyak dikenal ialah Kiai Tumenggung Mangsupati dan Kiai Nugrahan. Kiai Tumenggung Mangsupati banyak menurunkan pembesar Keraton Sumenep dinasti terakhir. Sedang Kiai Nugrahan yang mengganti ayahnya di Batuampar, dan menurunkan banyak alim ulama dan waliyullah di Batuampar.

Sementara di catatan lain, seperti catatan silsilah keluarga beberapa pesantren di Madura dan Tapal Kuda, menyebut satu lagi putri Kiai Ibrahim. Nyai Nuruddin namanya. Beliau bersuamikan Kiai Nuruddin. Keduanya mukim dan wafat serta dikuburkan di Nongtenggi.

Catatan mengenai itu di antaranya bersumber dari KH Tsabit Khazin (Ponpes Annuqayah Guluk-Guluk), catatan Keluarga Raba (Keturunan Kiai Adil bin Abdul Qidam, Pademawu, Pamekasan), catatan Keluarga Nongtenggi, catatan Keluarga Pesantren Nurul Jadid Probolinggo, dan lainnya.

Dari catatan itu disebut bahwa Nyai Nuruddin binti Ibrahim bin Bindara Bungso adalah leluhur sebagian keluarga besar Ponpes Annuqoyah Guluk-guluk, leluhur keluarga besar Ponpes Al-Amien Prenduan, leluhur keluarga besar Ponpes Nurul Jadid, leluhur keluarga besar Ponpes Sukorejo (KH As’ad), leluhur keluarga besar Ponpes Banyuanyar, Bata-Bata, Tempurejo, dan banyak lainnya.

”Mengenai catatan tersebut memang ada dan riwayat turun-temurun dari Nongtenggi, bahwa Kiai Zaini Mun’im dan Kiai As’ad Sukorejo itu dari Nyai Nuruddin Nongtenggi,” kata K. Abdul Hamid di Raba, Pademawu, beberapa waktu lalu.

Mengenai itu, Lora Miftahul Arifin dari keluarga Nurul Jadid Paiton juga menjelaskan informasi tersebut. ”Sesuai dengan catatan sesepuh di sini,” katanya.

Wafat

Seperti tidak adanya riwayat peri kehidupan Kiai Ibrahim, tidak ditemukan juga riwayat wafatnya beliau. Para keluarga Batuampar alias keturunan Kiai Ibrahim sendiri hanya mengetahui posisi pasarean Sang Kiai Penerus Bindara Bungso itu. Namun meski tak diketahui seputar perjalanan hidup Kiai Saba tersebut, keberadaan generasi penerus beliau yang dikenal mumpuni dan terus menjadi jujukan umat di masanya hingga kini, menyiratkan kebesaran pribadi Sang Wali.

Pasarean Kiai Ibrahim berada di sebelah timur pasarean Kiai Abdullah. Makam beliau begitu sederhana. Seperti makam-makam para auliya lainnya di sekitar Asta Kiai Agung Abdullah.

| RBM Farhan Muzammily

KPU Bangkalan

Respon (1)

  1. Semoga beliau dan anak cucu keturunannya selalu diberikan kemuliaan akhirat dan dunianya. Amin

Komentar ditutup.