Opini

GELIAT PEMERINTAH DAERAH MERAMU STRUKTUR ORGANISASI BARU

×

GELIAT PEMERINTAH DAERAH MERAMU STRUKTUR ORGANISASI BARU

Sebarkan artikel ini
GELIAT PEMERINTAH DAERAH MERAMU STRUKTUR ORGANISASI BARU
Dr Muhammad Suharjono
Dr Muhammad Suharjono
Dr Muhammad Suharjono

Oleh: Muhammad Suharjono*

Lahirnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah merupakan langkah nyata Pemerintah dalam melakukan Reformasi Birokrasi. Hal tersebut dapat dilihat pada bagian konsideran yang menyerukan semangat efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Momentum ini sekaligus merupakan suatu koreksi besar terhadap pemerintah Daerah yang mengandung makna selama ini kurang efisien dan efektif. Namun bukankah selama ini pemerintah daerah hanya menjalankan amanat undang-undang yang dibuat oleh Pemerintah. Selanjutnya dapat saja muncul pertanyaan apakah struktur organisasi yang lalu salah dan apakah yang akan datang lebih baik?, maka secara bijak harus disimpulkan bahwa ini merupakan proses updating menuju kesempurnaan yang lebih sempurna. Dari momentum ini pula pemerintah daerah harus merelakan terkuranginya porsi otonomi daerah yang selama ini dikelola. Jika itu merupakan dari koreksi Pemerintah Pusat maka ini merupakan sebuah warning agar Pemerintah Daerah lebih maksimal, fokus dan kredibel dalam mengemban amanat pelimpahan kewenangan, karena yang tersisa ini dapat saja dikurangi kapanpun melalui regulasi dengan kemasan logika hukum.

Kematangan suatu peraturan perundang-undangan termasuk UU Pemerintah Daerah Tahun 2014 dapat dilihat landasan yang mengiringi lahirnya undang-undang tersebut, sehingga implementasi berikutnya sangat tergantung terhadap pemahaman amanat yang tertuang didalamnya. Oleh karenanya, menjadi penting bagi Daerah untuk menuangkan Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) sesuai kondisi daerah yang berdampak terhadap peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakatnya. Sinkronisasi dan harmonisasi antara UU No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah dengan materi muatan Perda yang akan mengatur tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) harus menjadi perhatian utama dari ekskutif dan legislatif sehingga daerah benar-benar mampu menjadi kepanjangan tangan Pemerintah Pusat agar tidak menuai masalah dikemudian hari.

Terjadinya silang pendapat antara Eksekutif dan legislatif merupakan indikasi positif selama hal tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu menyusun Struktur organisasi Perangkat Daerah yang responsif. Oleh karena itu SOTK yang akan dituangkan dalam Peraturan Daerah haruslah berpatokan pada ”Asas dapat dilaksanakan”. Untuk dapat dilaksanakan maka harus mendapat dukungan dari masyarakat serta tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan diatasnya. Pembentukan SOTK harus juga memperhatikan beberapa aspek untuk memperjelas kemana arah dan tujuan serta dampak apa yang akan didapat oleh masyarakat setalah diberlakukan kelak. Aspek-aspek tersebut adalah:

1) Aspek Filosofis yaitu terkait dengan nilai-nilai etika dan moral yang berlaku di masyarakat. Peraturan Daerah yang mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi dibentuk berdasarkan semua nilai-nilai yang baik yang ada dalam masyarakat;
2) Aspek Yuridis adalah terkait landasan hukum yang menjadi dasar kewenangan pembuatan Peraturan Daerah serta perintah Peraturan Perundang-undangan di atasnya.
3) Aspek Sosiologis adalah terkait dengan bagaimana Peraturan Daerah yang disusun tersebut dapat dipahami oleh masyarakat, sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat yang bersangkutan.
4) Selain tiga aspek diatas masih ada satu aspek yang dapat dijadikan landasan pembentukan SOTK yang baru yaitu Politis.

Melalui aspek politis ini, memberikan peluang bagi Kepala Daerah untuk mengambil suatu kebijakan berdasarkan kebutuhan lokal, potensi lokal serta kearifan lokal yang berkembang dalam suatu daerah tanpa keluar dari koridor Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang mengaturnya. Bila ini diterapkan maka hasil garapan SOTK baru nanti tidak akan menjadi frigid/kaku. Bunyi pasal 2 ayat PP No. 18 Tahun 2016 bahwa Pembentukan Perangkat Daerah dilakukan berdasarkan asas efesiensi dan efektif tidak dapat dimaknai sepenuhnya bahwa SOTK itu harus dibuat selangsing mungkin sehingga berpengaruh terhadap keberadaan Nomenklatur SKPD yang merupakan konten dari SOTK, tetapi juga jangan dibuat gendut secara berlebihan. Asas efesiensi dan efektif yang sesungguhnya telah tertuang pada pasal 55 hingga pasal 73 PP No. 18 Tahun 2016 untuk Struktur Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) Provinsi dan pasal 74 hingga 79 untuk SOPD Kabupaten/Kota, disitulah efesiensi dan efektif telah dilakukan. Sebagai salah satu contoh; adanya amanat untuk membuat SOTK baru maka Pemkot Pekalongan akhirnya menambah SKPD-nya dari 25 menjadi 30 SKPD, hal ini menjadi indikasi bahwa kebutuhan lokal menjadi pertimbangan utama. Walau contoh tersebut bukanlah barometer utama.

Selanjutnya untuk menerapkan efesiensi dan efektif SOTK, maka yang perlu ditinjau ulang adalah tipologi SKPD berdasarkan skoring, karena sangat mungkin ada upaya meninggikan skor untuk mendapatkan tipologi A atau B karena semangat loyalitas/kecintaannya pada SKPD yang ditempatinya pada saat dilakukan skoring, atau terjadinya kesalahan perhitungan berdasarkan elemen-elemen yang ada baik pada SKPD maupun di level Kecamatan. Hal ini menjadi penting karena penetapan tipologi suatu SKPD akan berkaitan dengan jumlah pejabat yang ada dalam SKPD tersebut.

Sepanjang sejarah perubahan SOTK, kali inilah yang betul-betul memberikan efek peningkatan adrenalin semua pihak yang berkepentingan. Tak dapat dipungkiri bahwa perintah UU No. 24 Tahun 2014 dan PP No. 18 Tahun 2016 telah menimbulkan interpretasi beragam sehingga penyusunan dan pembahasannya menjadi berlarut-larut. Dampak dari semua itu akhirnya bermunculan pemikiran individu yang diangkat sebagai pendapat paling tepat. Mungkin saja itu suatu kebenaran tetapi mungkin pula itu hanya bersandar pada satu sudut pandang saja. Sebaiknya koreksi terhadap draf SOTK harus kembali menyusuri Naskah Akademik yang telah dibuat. Kajian dan dasar pemikiran manakah yang tidak logis, maka itulah yang harus dijadikan landasan untuk menelusuri titik lemah penyajian SOTK secara komprehensif sehingga tidak serta merta mengabaikan adanya Naskah akademik yang dibuat berdasarkan kajian keilmuan.

Paskah penyusunan SOTK yang disyahkan melalui Peraturan Daerah, maka berikutnya menjadi kewajiban eksekutif untuk mem follow up pengisian personel dalam mewujudkan semangat peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini sangat diperlukan penempatan personel yang memiliki kompetensi atau kapabilitas linier dengan jabatan yang akan diembannya terutama pada level pimpinan. Filosofi ”The right man in the right place” kiranya masih layak menjadi rujukan untuk memilih dan memilah calon pejabat yang visioner. Di era kekinian sangat dibutuhkan pimpinan yang lebih mengutamakan kinerja, mengedepankan tercapainya target by proses serta mampu menciptakan inovasi guna merespon dan men-support semangat Kepala Daerah dalam melakukan terobosan pembangunan di wilayahnya.
Semoga amanat perubahan Struktur Organisasi Tata Kerja yang baru ini bukan merupakan uji coba atau penancapan Trade Mark belaka. (berita terkait di hal. 15)

*Pengamat UU dan Perda, Dosen Pasca Sarjana Univ. Wiraraja Sumenep, dan sebagai Staf pada Dinas Kominfo Kab. Sumenep.

KPU Bangkalan