CatatanReligi

Inspiratorku; Mendalami Tafsir Al-Qur’an

×

Inspiratorku; Mendalami Tafsir Al-Qur’an

Sebarkan artikel ini
KH A. Busyro Karim
KH A. Busyro Karim

SOSOK satu ini tergolong langka. Sepintas orang mengenalnya sebagai pendekar karena tegas dan lugas kalau bicara. Namun di balik ketegasannya, sesekali ia humoris bila berceramah.

Saat menyampaikan isi ceramah, kata-katanya dinilai keras bukan karena suara nyaring yang bisa memekakkan telinga. Dawuhnya memang tanpa tedeng aling-aling. Apa yang beliau sampaikan berdasar dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadits Nabi Saw. Tidak keluar dari syariat Islam.

Mengungkap kebenaran dengan sindiran metafor, lebih mengena. Sehingga orang yang dituju tidak secara langsung merasa terpojok.

Keperibadiannya dinilai keras oleh banyak orang, tapi tertutupi dengan ke’alimannya dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Sewaktu mondok, saya sering mengikuti kemana beliau ceramah. Bersama teman pondok, saya naik sepeda ketika ngerti beliau akan berceramah. Saya pamit ke pengurus pesantren untuk mendengar ceramahnya.

Saya sangat kagum dengan sosoknya. Isi ceramahnya sangat berbobot. Mulai dari cara penyampaian hingga lantunan ayat al-Qur’an yang dijadikan landasan materi ceramah. Tapi sesekali audiens tertawa. Disaat bersamaan audiens  juga menangis.

Saya terasa takjub mengikuti ceramah beliau. Bagi saya, di waktu yang bersamaan, orang sulit bisa tertawa dan menangis. Tapi bagi beliau, seakan menjadi menu khasnya.

Beliau sering berceramah ke beberapa tempat, tetapi kehidupannya sangat amat sederhana. Ketika pegang uang, dengan mudah beliau berikan kepada orang. Bahkan baju yang dipakai, bisa langsung dibuka dan diberikan kalau ada orang yang meminta.

Rumahnya juga sederhana. Perabotan rumah juga apa adanya, meski memiliki penghasilan lebih kata banyak orang.

Sosok laki-laki itu tergolong tidak hubbul jah. Hubbul jah adalah mencintai jabatan, mencintai pangkat atau kedudukan. Beliau tergolong tidak gila hormat.

Suatu ketika, usai berceramah beliau buka sorban dan sarung. Terlihat hanya celana panjang dan baju atau kaos yang dipakai. Sehingga banyak orang terkecoh jika sosok yang baru melewati di kerumunan adalah orang yang baru berceramah. Datang dan pulang berceramah selalu menampakkan pakaian seperti kebanyakan orang.

Dalam melantunkan ayat-ayat al-Qur’an begitu menyentuh qalbu. Suara yang lantang menambah kedamaian hati bagi yang mendengar.

Saya sering teringat ketika morok santri atau berceramah, tanpa sadari saya menirukan lagunya ketika membaca ayat-ayat al-Qur’an.

Orang-orang seusia saya atau yang pernah mendengar lagunya pasti ingat kepada orang itu. Sungguh sangat menginspirasi. Bahkan saya sering bunyi sendiri ketika berada dalam kamar untuk mengingat dan meniru lagu sang idola.

Kekaguman saya, tidak berhenti hanya kepada model ceramahnya. Saya juga kagum dengan keilmuannya.

Suatu waktu, saya pernah di tes membaca Tafsir al-Munir. Setelah itu, beliau menyebut saya bisa menafsiri ayat-ayat al-Qur’an. Tapi, beliau menyebut ibarat orang berjalan, saya baru bisa berjalan tetapi belum bisa membuang batu-batu yang ada di jalan itu.

“Kamu membacanya sudah oke. Tetapi kamu masih belum mampu menafsirkan ayat-ayat ini lebih dari yang dibaca. Membaca ayat ini, anda harus tafsirkan kemana-mana dan dikaitkan dengan banyak kitab tafsir,” pesannya suatu ketika.

Pesan berikutnya beliau menyuruh saya harus memperdalam ilmu Tafsir al-Qur’an. Beliau melihat masih sangat sedikit ulama Madura yang ahli tafsir. Tidak sebanding dengan ulama Madura yang ahli fiqih. Jumlahnya tak terhitung. Berbeda dengan mufassir Madura, yang jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari. Karena itu, beliau menyarankan saya agar memperdalam ilmu tafsir. Sehingga saya putuskan untuk mengambil jurusan tafsir di Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta.

Memang, sejak remaja, saya  sudah senang membaca kitab-kitab tafsir karya ulama klasik. Ketika ada di pondok, saya sering membaca Tafsir Ibn Katsir. Sehingga, geliat memperdalam ilmu tafsir kian bersemangat setelah didorong oleh sosok yang menjadi inspirasi hidup.

Tidak hanya itu, sosok laki-laki itu, banyak memberikan do’a-do’a keselamatan dan kanuragan kepada saya. Beberapa ajian dan teknis kanuragan diberikan kepada saya.

Saat hendak wafat, beliau mencari sebuah buku kecil yang berisi ilmu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Beliau sangat berkeinginan memberikan catatan kecil itu kepada saya. Sayang, buku yang dicari itu belum diketemukan hingga ajal menjemputnya.

bersambung…

*Penulis, Bupati Sumenep dan Pengasuh Ponpes Al-Karimiyyah, Beraji, Gapura.

KPU Bangkalan