Jerit Tangis Tiga Lansia; Kaki Lumpuh. Atap Rumah Bocor, Tak Pernah Dapat Bansos

×

Jerit Tangis Tiga Lansia; Kaki Lumpuh. Atap Rumah Bocor, Tak Pernah Dapat Bansos

Sebarkan artikel ini
Jerit Tangis Tiga Lansia; Kaki Lumpuh. Atap Rumah Bocor, Tak Pernah Dapat Bansos
Nasib Tiga Lansia di Bangkalan; Hidup sebatang kara tanpa sentuhan pemerintah. (matamadura.syaiful)

matamaduranews.comBANGKALAN-Kaki Nenek Hasan (80) lumpuh. Di usia lanjut, ia hanya bisa berdiam diri di rumah yang nyaris roboh.

Sedangkan anak dan menantunya juga sakit-sakitan. Praktis mereka bertiga berdiam di rumah. Tak bisa bekerja mencari rezeki.

Nasib serupa juga dialami Nenek Remma (82). Di usia lanjut masih diberi kesehatan. Tapi, ia terlunta-lunta untuk mencari sesuap nasi.

Selain usia sepuh. Tak punya ladang untuk bertani. Keseharian Nenek Remma keliling berharap belas kasihan keluarga terdekatnya.

Lain lagi dengan Ibu Nijan (50). Keseharian sebagai buruh petani di ladang orang. Dia bisa bekerja jika ada panggilan kerja. Itu pun masih bisa dihitung jari. Maklum, Ibu Nijan sudah tak lagi cakap bekerja karena usia.

Ketiga lansia itu hidup di Dusun Komereh, Desa Mandung, Kecamatan Kokop, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Di usia senja, mereka rela tinggal di rumah tak layak huni. Kondisinya sangat memprihatinkan.

Sehari-hari mereka tinggal di rumah beralaskan tanah. Atap rumah banyak yang bocor. Kondisi tempat tidur berupa ranjang kayu yang sudah rapuh. Kalau tidur, mereka beralaskan tikar yang sudah bolong-bolong.

Ketiga lansia itu, tak memiliki penghasilan tetap. Mereka tak bisa ke sawah atau bertani karena faktor usia. Satu-satunya aset yang dimiliki hanya tanah dan rumah yang ditempatinya.

Arifin pemuda setempat tergugah. Bathinnya berontak. Setelah mereka tak masuk dalam daftar penerima bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah.

Saat diajak bicara ketiga lansia itu, volume suara perlu ditambah. Kondisi pendengarannya mulai terganggu.

Nenek Hasan, Ibu Nijan dan Nenek Remma ketika ditanya apa pernah mendapat bantuan dari pemerintah atau desa. Ketiganya langsung menggeleng kepala. Itu artinya, mereka tak pernah mendapat Bansos dari pemerintah pusat ataupun daerah, baik PKH dan BPNT.

Nenek Hasan selama 2 tahun mengaku tak pernah dapat bantuan apa-apa dari pemerintah. “Sengkok ta’ bisa ajelen la’an olle dutaon. Mon bantuan makeh lema rupiah’ah tak toman olle. Mon sorat KSK bedeh keng tak toman olle (saya sudah dua tahun tidak bisa jalan kaki, jika ada bantuan meski pun lima rupiah besarannya, tidak pernah dapat. Jika kartu surat keluarga (KSK) ada,” cerita Nenek Hasan ketika ditanya Mata Madura soal bantuan dari pemerintah.

Jawaban Ibu Nijan lain lagi. “Satiah tak perna olle bentoan pa apah, karo lambek se olle abit la’an tak olle (Sekarang sudah tidak pernah mendapat bantuan, cuma dulu pernah dapat, tapi sudah lama),” jelasnya.

Nenek Remma langsung menangis saat ditanya soal bantuan dari pemerintah. Untuk sekedar berjalan, nenek harus memakai tongkat.

Apah entar kannak cong, engkok tak andhi’ pa apah, tinah seporah, yak se ekakannah beih melarat cong. Be’en beres yeh abit tak amain?, Mon bantuan nkok tak toman olle sekaleh, apah PKH jiah?  (Ada apa kamu kesini nak, aku minta maaf disini tidak punya suguhan apa-apa. Yang mau dimakan saja, saya ini susah nak. Kamu sehat ya, lama gak main ke sini?  Kalau masalah bantuan saya gak pernah dapat),” cerita Nenek Remma sambil tertitih-titih.

Di balik riuh gemerlap Kota Bangkalan, ada cerita miris kehidupan tiga wanita Lansia yang tak tersentuh tangan pemerintah.

“Semoga mereka mendapat bantuan dari pemerintah. Kami, hanya bisa membantu tak seberapa. Semoga meringankan kesedihan tiga nenek yang tak berdaya,” harap Arifin sambil berkaca-kaca matanya.

Syaiful, Mata Bangkalan

KPU Bangkalan