Kasyaf Al-Mahjub; Kefakiran Pembuka Tirai Hijab (3)

×

Kasyaf Al-Mahjub; Kefakiran Pembuka Tirai Hijab (3)

Sebarkan artikel ini
Kasyaf Al-Mahjub; Kefakiran Pembuka Tirai Hijab (3)
Kasyf Al-Mahjub karya Syech Al-Hujwiri.

matamaduranews.com-Kenapa kefakiran menjadi pembuka tirai hijab? Dari sini al-Hujwiri dalam Kasyf al-Mahjub menjadi kajian pembahasan di bab kedua.

Melalui ayat Al-Baqarah: 273, yang berbunyi: “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Ayat ini memiliki makna, Allah SWT memuliakan orang yang menyibukkan diri untuk dekat kepada Allah SWT. Sehingga ayat ini sebagai bentuk perintah agar memperhatikan orang yang terikat di jalan Allah SWT.

Orang yang terikat di jalan Allah itu memiliki sikap tidak mau meminta-minta kepada siapa saja. Walaupun dirinya fakir. Karena tak pernah meminta-minta walau butuh, orang menganggap sang fakir itu kaya. Padahal, dirinya tak bisa mencari nafkah di dunia karena sibuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Orang itu mampu menyembunyikan kefakiran karena semata berharap Ridha Allah SWT.

Dalam kitab Manaqib al-Imam As Syafi’i, juz 2/188, karya Syech Imam al-Baihaqi, Sang Imam Syafii mengatakan, kitsmanul fakri hatta yadzunnannasu min ‘an-naka ghaniyyan.

Kemampuan menyembunyikan dari kefakiran. Sehingga orang lain menyangka berkecukupan karena tidak pernah meminta-minta.

Sosok yang mampu menyembunyikan kefakiran sungguh mulia dihadapan Allah SWT. Walau ia tidak memiliki untuk dimakan, dengan keridhaannya, ia menahan untuk meminta kepada sesama manusia. Dia hanya berharap Ridha-Nya. Tidak ada lagi yang bisa diminta, kecuali berharap bantuan Rabb ‘alamin. Tuhan semesta alam.

Sosok yang mampu menyembunyikan kefakiran adalah ia tidak meminta kepada sesama walaupun dalam kondisi mendesak. Orang yang tidak mengerti pasti menyangka kaya. Sebab, kebutuhan hidupnya dianggap selalu tercukupi karena terlihat tidak pernah meminta-minta.

Padahal, dalam keseharian, orang itu tidak bisa berusaha untuk memenuhi kehidupannya, seperti berdagang dan mencari penghidupan lain. Aktivitas  kesehariannya, ia memusatkan dalam penghambaan kepada Allah SWT.  Para mufassir menggolongkan figur dalam ayat tersebut sebagai kriteria para ‘arifbillah.

Dari sini kefakiran yang disertai mendekatkan diri kepada Allah memiliki kemuliaan dihadapan Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda; addunya sijnul mukmin wa jannatul kafir. (dunia adalah penjarah bagi seorang mukmin. Dan surga bagi kaum kafir).

Bagi orang mukmin, dunia sebagai penjara memiliki sikap belenggu untuk menikmati keindahan dunia. Kehidupan dunia sengaja dibuat indah oleh Allah SWT untuk mengetahui siapa hamba-Nya yang bertakwa.

Sementara, bagi orang kafir kehidupan dunia adalah surga memiliki makna kebebasan untuk dinikmati.

Bersambung….

KPU Bangkalan

Respon (1)

  1. Jika blm sempurna penerjemahan nya harap jgn di publist.agar tdk jd racun yg mematikan

Komentar ditutup.