Kisah Pilu Hidup Efendi; Anak Yang Dikurung di Bekas Kandang Ayam

×

Kisah Pilu Hidup Efendi; Anak Yang Dikurung di Bekas Kandang Ayam

Sebarkan artikel ini
Kisah Pilu Hidup Efendi; Anak Yang Dikurung di Bekas Kandang Ayam
Moh. Efendi,12, putra ketiga Hamzah dan Latifah terpaksa dikurung di dalam bekas kandang ayam berukuran 1x 0,5 meter. (foto:kompas.com)

matamaduranews.comPAMEKASAN-Orang tua mana yang tega melihat buah hati hidup menderita.

Ini yang dirasa Hamzah dan Latifah, warga Dusun Bringin, Desa Angsana, Kecamatan Palengaan, Pamekasan, Madura, Jatim.

Moh. Efendi,12, putra ketiga Hamzah dan Latifah terpaksa dikurung di dalam bekas kandang ayam berukuran 1x 0,5 meter.

Sang ayah Hamzah (40) tak kuasa menahan penderitaan Efendi karena memiliki kelainan sifat dibanding dengan bocah seusianya.

Di bekas kandang ayam yang terbuat dari bambu dan papan itu, Efendi menghabiskan waktu sehari-harinya. Tanpa selembar kain menutupi sekujur tubuhnya.

Di dalam kurungan itu, Efendi dikirim makan dan minum oleh ortunya. Untuk buang air besar dan air kecil serta tidur, itu tempat yang dirasakan Efendi.

Sperti dilansir, wartawan kompas.com di Pamekasan, Jumat (4/10/2019) siang, Efendi berusaha berdiri dengan berpegang ke bilah-bilah bambu.

Setelah berhasil berdiri, ia mencoba meraih tangan dan baju orang yang datang menyambanginya. Sentuhan itu kemudian diikuti dengan tawa girang.

Namun, saat orang yang menyambanginya hendak pergi, ia meronta-ronta, seperti minta untuk dikeluarkan dari dalam kurungan.

Sang ibu, Latifah (36) bercerita, sejak masih bayi, Efendi tumbuh seperti bayi pada umumnya. Namun, ketika usianya menginjak tiga tahun, Efendi tidak kunjung bisa berjalan dan tidak bisa bicara.

“Dia hanya merangkak kemana-mana, bicaranya tidak dimengerti karena tidak ada bahasa yang bisa diucapkan,” ujar Latifah.

Efendi paling banyak mendapat penjagaan dari kedua orang tuanya. Sebelum dikurung di dalam bekas kandang ayam, Efendi pernah ditempatkan di dalam surau, dekat rumahnya.

Tapi, Efendi masih bisa keluar dan merangkak ke luar halaman surau. Ketika lepas dari pengawasan orang tuanya, makanan tak layak dimakan ikut dilahap.

“Efendi pernah makan olahan dedak untuk pakan sapi. Bahkan kulit buah siwalan, bunga, dedaunan juga dimakan. Makanya kami coba untuk dikurung,” ucap Latifah.

Pernah suatu ketika, Efendi hilang dari rumahnya. Ketika itu, kedua orangtu Efendi pergi bekerja di sawahnya. Efendi dicari sampai malam.

Efendi baru ketemu di pinggir sungai. Beruntung di sungai itu tidak sedang banjir. “Pernah juga kejadian, Efendi ditemukan di pinggir hutan di timur rumah,” timpal Hamzah, ayah Efendi.

Dari kejadian itu, membulatkan tekad kedua orang tua Efendi untuk mengurungnya sampai sekarang.

Hamzah dan Latifah, awal kali mengaku tidak tega mengurung buah hatinya. Namun, apa daya. Dengan cara mengurung, baginya lebih banyak dampak positifnya dibanding mudaratnya.

Hamzah dan Latifah pun mengaku bisa tenang mencari nafkah untuk membiayai hidup ketiga anak yang lain.

“Kalau bicara perasaan, perasaan kami iba dan kasihan. Tapi bagaimana lagi, ini sudah nasib keluarga kami. Kami harus hidup, harus bekerja. Kalau tidak bekerja, keluarga kami mau dapat dari mana biayanya,” tutur Hamzah. (redaksi)

sumber: kompas.com

KPU Bangkalan