Religi

Literasi Masyarakat Jahiliyah

×

Literasi Masyarakat Jahiliyah

Sebarkan artikel ini

Peresensi : M Kamil Akhyari*

Literasi Masyarakat Jahiliyah

Judul : Sejarah Kenabian
Penulis : Aksin Wijaya
Penerbit : Mizan
Terbitan : Pertama, Juni 2016
Tebal : 552 halaman
ISBN : 978-974-433-959-6
Peresensi : M Kamil Akhyari*

Makkah pra kenabian Muhammad dikenal dengan zaman jahiliyah. Istilah ini tidak bermakna masyarakat Makkah buta literasi. Menurut Muhammad Izzat Darwazah, masyarakat Makkah pra kenabian disebut jahiliyah bukan dalam arti jahiliyah dalam membaca dan tulis-menulis, tapi lebih kepada jahiliyah tauhid. Sebab dalam literasi mereka sudah maju dengan beberapa indikasi.

Kemampuan baca tulis mereka tersirat dalam Al Qur’an. Ayat-ayat makkiyah menyebut beberapa alat baca dan tulis seperti qirthas, waraqun, shuhuf, dan qalam. Menurut Darwazah, tidak mungkin Al Qur’an menyinggung dan menggunakan istilah-istilah tersebut jika sasarannya tidak mampu memahami maksudnya. Dengan demikian, masyarakat jahiliyah sudah mempunyai kemampuan baca-tulis (hlm. 215-216).

Selain itu, permintaan masyarakat jahiliyah kepada Nabi Muhammad untuk mendatangkan kitab suci dalam bentuk tulisan sehingga mereka mampu membaca dan memahaminya mengindikasikan mereka telah memiliki peradaban literasi. Dan secara faktual, kemampuan baca-tulis mereka dibuktikan dengan karya-karya syair yang digantungkan di Ka’bah (hlm. 213).

Syair-syair yang ditulis pada masa itu sejalan dengan redaksi dan dimensi sastra Al Qur’an, sehingga masyarakat Makkah yang memiliki kemampuan syair menyebut Al Qur’an sebagai syair dan Nabi Muhammad sebagai penyair. Secara faktual, kata Darwazah, beberapa surah Al Qur’an makkiyah mempunyai kemiripan dengan syair dan sajak Arab (hlm. 204).

Kesamaan bahasa yang digunakan masyarakat Makkah dengan Al Qur’an yang bersifat melemahkan kepada masyarakat Arab tidak bertentangan dengan semangat Islam. Menurutnya, i’jaz Al Qur’an tidak berhubungan dengan kebahasaan, tapi pesan Al Qur’an yang bersifat spiritual (hlm. 202).

Masyarakat Makkah pra kenabian meyakini adanya pengaruh setan dan jin di balik gubahan syairnya. Atas kesamaan susunan Al Qur’an yang dibacakan Nabi Muhammad dengan karya mereka, yaitu sama-sama berbentuk sajak yang beresonansi dan berimbang, mereka menuduh Nabi Muhammad sebagai peramal dan dukun yang mendapat bisikan setan dan jin.

Muhammad Izzat Darwazah menelusuri peradaban masyarakat jahiliyah secara umum langsung kepada Al Qur’an. Ini yang membedakan perspektif dia dengan sejarawan lain yang hanya berpijak pada sumber sejarah murni. Dari karya-karya tafsir dan sejarah Darwazah, pembaca mengetahui sejarah sekaligus Al Qur’an. Sayang, karya-karyanya yang berjumlah puluhan mulai langka.

Buku Sejarah Kenabian: Dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Muhammad Izat Darwazah, Aksin Wijaya mendeskripsikan secara objektif pemikiran sejarawan-mufasir itu tentang sejarah kenabian. Buku ini ditulis secara serius dengan catatan kaki sebanyak 1050, namun mudah dicerna dan dipahami. [*]

*Sarjana Tafsir Hadis Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Sumenep.

KPU Bangkalan