Religi

Mengenal Bisyr bin Harits; Ahli Maksiat Menjadi Waliyullah*

×

Mengenal Bisyr bin Harits; Ahli Maksiat Menjadi Waliyullah*

Sebarkan artikel ini
Mengenal Bisyr bin Harits; Ahli Maksiat Menjadi Waliyullah*
ilsutrasi

Mengenal Kehidupan Sufi dari Masa ke Masa (6)

Dalam ilmu tasawuf, ketaqwaan individu tidak bisa dilihat secara dzahir semata. Siapa sangka sosok yang popular ahli maksiat berubah menjadi wali Allah. Dia adalah Bisyr bin Harits, lahir di dekat kota Merv sekitar tahun 150 Hijriah/767 Masehi dan wafat di kota Baghdad tahun 227 H/841 M.

MataMaduraNews.com-Bisyr dikenal sebagai pemuda kaya raya hedonis dan gemar melakukan maksiat. Sisa hidupnya, ia menekuni kehidupan asketis setelah bertemu dengan seorang Sufi.
Bisyr berpaling menjadi seorang Sufi yang dikagumi oleh sang Imam Ahmad Ibnu Hanbal dan Khalifah al Ma’mun sebagai panutan.

Kisah pertemuan Bisyr dengan seorang Sufi berawal dari kejadian yang tidak diduga. Pada suatu waktu dalam kondisi mabuk dan berjalan sempoyongan akibat minuman keras, Bisyr menemukan secarik kertas bertuliskan, ”Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,”. Kertas itu, tanpa dibaca diambil oleh Bisyr kemudian dioleskan sari mawar sehingga membuat kertas itu harum. Setelah itu, kertas yang dianggap berharga ia simpan dengan baik dengan rasa hormat dalam rumahnya.

Pada malam itu, seorang Sufi bermimpi. Dalam mimpinya, si Sufi diperintah untuk menyampaikan pesan kepada Bisyr. Berikut bunyinya, ”Engkau telah mengharumkan nama-Ku, maka Aku mengharumkanmu. Engkau telah memuliakan nama-Ku, maka Aku memuliakanmu. Engkau telah menyucikan nama-Ku, maka Aku menyucikanmu. Dengan kekuasaan-Ku, Aku sungguh mengharumkan namamu di dunia ini dan di akhirat kelak.”

Terbangun dari tidur, si Sufi sempat terbesit, ”Bisyr amoral,”. ”Mungkin mimpiku keliru.”

Sang Sufi itu kembali berwudlu’, shalat lalu kembali tidur. Tapi, si Sufi mengalami mimpi yang sama secara berulang kali.

Keesokan hari sang Sufi pergi mencari Bisyr. Ternyata, Bisyr sedang berada di sebuah pesta anggur bersama koleganya. Sang Sufi bertanya, ”Apakah Bisyr di sini?,” ”ya,” mereka menjawab. ”Tapi ia sedang mabuk dan tidak berdaya,”. ”Beritahu dia, aku punya pesan untuknya,” kata Sufi itu.

Selang beberapa menit, si Bisyr menemui sang Sufi. ”Pesan dari siapa?,” tanya Bisyr setelah diberi tahu.
”Pesan dari Allah,” jawab si Sufi.

”Ahh!” pekik Bisyr, sambil mencucurkan air mata. ”Itu pesan makian atau penyucian? Tunggu, aku akan pamit pada teman-temanku. Teman-teman,” Bisyr berkata pada teman-teman minumnya. ”Aku telah mendapat panggilan. Aku pergi. Aku ucapkan selamat tinggal. Kalian tidak akan pernah lagi melihatku begini.”
Sejak kejadian itu, Bisyr dikenal sebagai orang yang sangat saleh.


Fariduddin menulis dalam Tadzkiratul Auliya, Ahmad ibnu Hanbal, salah satu pencetus Madzhab Fiqh, sering mengunjungi Bisyr. Dalam kitab itu, disebut sang Imam Ahmad begitu percaya kepada Bisyr. Hingga para murid sang Imam Ahmad ibnu Hanbal sempat bertanya.

”Ya..Imam Ahmad..Anda seorang ulama tanpa tanding dalam bidang hadits, fikih, teologi dan tiap bidang ilmu pengetahuan. Kemasyhuran Imam juga disegani oleh sang khalifah. Namun, mengapa Imam masih saja bergaul dengan Bisyr yang dikenal amoral. Apakah itu pantas?”

Ahmad ibnu Hanbal menjawab, ”Memang benar, dalam semua bidang ilmu pengetahuan yang kalian sebutkan aku lebih ungul dari si Bisyr. Tapi ketahuilah wahai muridku…Si Bisyr itu mengenal Allah Swt lebih baik daripada aku.”

Mendengar jawaban sang Imam, para murid baru menyadari bahwa si Bisyri memiliki ilmu bathin (baca ilmu hakikat dan makrifatullah, red.) yang tidak semua orang bisa mempelajari dan mengamalkan.

Sebagian orang menafsiri sikap sang Imam Ahmad ibnu Hanbal sebagai bentuk pelajaran kepada para muridnya bahwa ‘alm al-Kitab (orang yang mengusai banyak ilmu agama) tidak bisa mengantarkan dirinya menjadi kekasih (wali) Allah Swt. Sebab, dalam ilmu tasawuf, menjadi Wali Allah (waliyullah) harus memiliki ilmu dan metode yang dibimbing oleh seorang mursyid yang tergolong ‘alm an-nur (mencapai alam nur). Ilmu itu dinamakan ilmu bathin (bukan ilmu dzahir) yang dilalui secara berjenjang sebagaimana ajaran para Sufi dulu.

Dalam tulisan Fariduddin ‘Atthar, sang Imam Ahmad ibnu Hanbal kerap bersama Bisyr sambil belajar tentang ilmu mendekatkan diri kepada Allah. ”Beri tahu aku tentang Tuhanku,” pinta Imam Ahmad sebagaimana ditulis dalam kitab Tadzkiratul Auliya.

*Disadur dari Muslim Saints and Mystics: Episodes from the Tadkhirat al-Auliya’ (Memorial of the Saints)
BERSAMBUNG…..

KPU Bangkalan

Respon (1)

Komentar ditutup.