Catatan

Nasgor dan Politik

×

Nasgor dan Politik

Sebarkan artikel ini
Hairul Anwar
Hairul Anwar saat di Cafe Gua Soekarno

Catatan: Hairul Anwar*

Siapa sangka nasi goreng menjadi penentu berakhirnya gonjang ganjing politik di negeri ini. Kenapa tidak sate misalnya. Lodeh atau sayur asem misalnya.

Filosofi nasi goreng adalah instan. Nasi yang tinggal digoreng dengan tambahan bumbu dan sedikit irisan ikan. Atau tambahan satu butir telur supaya menjadi special.

Inilah politik yang semuanya harus berkepala dingin. Di tengah terpaan badai isu yang sangat dahsyat, kita harus tetap menjaga logika berpikir. Kita tetap waras dan sehat. Jangan telan semua informasi hanya dari paparan video dan berita yang tak jelas.

Menjelang tahun politik lokal serentak, sesungguhnya inilah gesekan yang juga lumayan tajam.

Kalau tahun 2019, isu politik lebih ke arah nasional. Di tahun 2020, isu politik akan mengarah ke lokal. Orang akan sibuk dengan isu-isu lokal. Gesekan akan terasa langsung masyarakat.

Politik praktis seperti saat ini sangat mahal jika dipandang dari kacamata biaya. Dan sangat tidak imbang jika dibanding dengan pendapatan seorang pemimpin daerah selama dia menjabat.

Jika diukur dari biaya yang dikeluarkan sangat tak relevan dengan tanggung jawab. Apalagi dibandingkan dengan pendapatan.

Hakikat seorang pemimpin adalah yang dicari oleh rakyatnya. Sekarang terbalik. Seorang calon pemimpin yang harus mengemis terlebih dahulu sebagai bentuk mencari dukungan rakyat. Kalau dulu pemimpin dipilih dan dicari oleh rakyat. Sekarang beda.

Sehingga orang berbuat baik kepada masyarakat, misalya bikin pengobatan massal, meyalurkan CSR, memberikan santunan ke sana ke mari, orang-orang pada curiga. Deretan-deretan kebaikan itu. Ada yang curiga untuk kepentingan politik kekuasaan, heheh

Orang sekarang gampang curiga terhadap semua yang dilakukan orang lain. Karena setiap perbuatan seakan punya tendensi untuk apa dia berbuat. Variable kecurigaan bertambah dan berlipat. Intinya publik tidak gampang percaya pada orang yang mampu mempesonakan banyak orang dengan uraian ilmu sosial yang aplikatif empirik.

Kembali ke nasi goreng. Dengan sedikit bumbu yang spesial siapapun akan tertarik untuk sekedar mencicipi atau sekadar hanya merasakan harumnya masakan nasi goreng itu.

Samakah dengan politik?. Tertarikkah semua orang pada politik praktis? Saya kira tidak semua orang tertarik untuk terjun ke politik praktis. Apalagi dengan biaya yang sangat mahal. Hanya untuk jadi pelayan saja harus bayar biaya mahal.

Karena hakikat jabatan politik adalah jabatan pelayanan. Bukan jabatan kekuasaan. Jabatan ini bukan jabatan absolut ibarat raja. Ini adalah jabatan entertainment. Seperti budaya pop. Gampang datang dan gampang pergi.

Jadi ambil santai saja. Tidak usah terlalu fanatik dan tidak usah terlalu larut. Masih banyak ladang untuk berbakti pada bangsa dan negara ini.

Bermainlah seperti pemain catur yang tenang. Santai menghadapi tekanan lawan. Dan bertandingalah seperti permainan sepak bola. Ketika peluit ditiup berakhir semua harus legowo kalah dan menang.

Selonjorkan kaki dan nikmati tempe goreng untuk sabtu yang cerah ini. Siapa tahu nanti dapat kiriman nasi goreng politik dari teman. Bahkan lawan anda. Hehhe

*Penulis Owner Gua Soekarno dan Ketua PSSI Sumenep

KPU Bangkalan
Tanah Kas Desa
Hankam

matamaduranews.com-WINANTO bertanya lokasi TKD ber-Letter C yang ramai…