Budaya

Tak Punya Daya Saing, Bahasa Madura Makin Terdesak

×

Tak Punya Daya Saing, Bahasa Madura Makin Terdesak

Sebarkan artikel ini
Tak Punya Daya Saing, Bahasa Madura Makin Terdesak
Aksara Carakan Madura ditulis pada kertas. (Foto Istimewa/iswartirasjid.wordpress.com)

MataMaduraNews.comMADURA-Tak hanya memiliki beberapa faktor yang menjadi penghambat perkembangan bahasa Madura, tidak adanya daya saing membuat bahasa ini makin terdesak. Apa pasal?

Mau tak mau hal ini bisa dimaklumi. Dulu, bahasa Madura pernah menjadi bahasa persatuan. Lingua franca. Bahasa ini melampuai garis-garis teritorialnya. Ia tak hanya menjadi alat komunikasi Pulau Madura dengan tiga wilayahnya (Madura Barat, Pamekasan, dan Madura Timur), sebagai pusat lahirnya bahasa ini. Lebih jauh lagi bahasa Pulau Garam ini mendesak bahasa Jawa di Tapal Kuda. Hingga kini tak kurang dari 10 kabupaten menjadi penutur bahasa ini (dikurangi empat kabupaten di Madura sendiri). Sesuatu yang lebih dari keren. Tapi itu dulu. Meski sekarang masih tetap digunakan oleh sebagian orang di sini dan sana.

Kenapa sebagian? Sempat menjadi bahasa tinggi selain bahasa Jawa dan Sunda, roda zaman membalik kedudukan bahasa Madura. Pasca proklamasi kedaulatan RI, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan negara baru bernama Indonesia ini memang tidak akan pernah mampu disaingi Bahasa daerah manapun, termasuk di antaranya bahasa Madura sendiri. Suatu hal yang seperti disebut di muka, bisa dimaklumi.

”Sebenarnya tak hanya pengaruh bahasa Indonesia saja, tapi juga bahasa asing juga membawa pengaruh yang tidak sedikit yang membuat bahasa Madura terdesak dan semakin terpinggirkan di kalangan para penuturnya sendiri,” kata pemerhati bahasa Madura dari Sumenep, R. B. Moh Muhlis, pada Mata Madura.

Menurut Muhlis, mengutip Dr Supomo Pujosudarmo, yang dikhawatirkan di kalangan penutur Dwi Bahasa ialah timbulnya gejala diglosia. Yakni sebuah gejala dimana pemakai dwi bahasa tersebut cenderung mengambil salah satu bahasa yang lebih (high) tinggi dari bahasa satunya yang lain.

”Sehingga menurut Supomo, bahasa dengan prestise yang lebih tinggilah yang akan menang dalam percaturan kedua bahasa tersebut. Dan ini saya kira kekhawatiran itu sudah mulai terjadi dan menimpa bahasa Madura kita,” kata guru PNS tersebut, pekan kedua Desember lalu.

Di samping itu, kurangnya sarana dan prasarana juga memperparah kondisi bahasa Madura kini. Semestinya menurut Muhlis bahasa Madura memiliki media massa khusus yang bisa memberikan kesempatan bagi berkembangnya bahasa dan sastra Madura. ”Keadaan ini (tidak adanya media massa khusus; red) yang menyebabkan pembinaan dan pengembangan Bahasa Madura tambah tidak memiliki bentuk dan wahana,” tutupnya.

 

Ibu yang Asing Bagi Anaknya

Hubungan bahasa Madura dengan penuturnya sedekat hubungan darah. Laksana ibu dan anak. Suatu hal yang mustahil jika keduanya terasa asing satu sama lain. Namun itulah yang terjadi saat ini.

”Bahasa Madura adalah identitas dan jati diri kita. Saya kira lucu, saat orang Madura sendiri sudah lupa atau bahkan buta pada bahasa ibunya,” kata Dr Mohammad Saidi suatu ketika.

Meski begitu, Saidi memang mengakui bahwa bahasa Madura merupakan bahasa yang sulit dipelajari. Anak-anak lebih banyak dikenalkan pada bahasa Indonesia yang lebih muda mempelajarinya. Bahkan, ia membandingkan mempelajari bahasa Madura dengan bahasa Inggris, bagi pelajar yang murni buta pada kedua bahasa tersebut, disebutnya akan lebih mudah mempelajari bahasa Inggris.

”Salah satu letak sulitnya karena bahasa Madura ini bahasa nada, seperti Cina. Contohnya pada kata baja. Ada empat makna, tapi artinya beda. Dua di antaranya dilafalkan sama, namun beda arti. Seperti baja bisa berarti waktu, kemudian baja yang artinya cucu, dan baja yang berarti gigi. Kemudian juga baja yang merupakan salah satu jenis binatang reptil yaitu buaya. Sehingga untuk membedakannya bisa dilihat dari kalimat yang mengiringi kata-kata tersebut,” jelas Saidi.

Belum lagi masalah ejaan, yang menurut Saidi sangat penting dipahami. Namun alasan sulit itu disebutnya juga tidak lantas dijadikan pembenaran atas kondisi bahasa Madura saat ini. ”Diperlukan kesadaran dari semua pihak untuk membenahi kondisi ini,” imbuhnya.

 

Solusi Jangka Pendek dan Panjang

Kondisi perkembangan bahasa Madura yang saat ini dinilai beberapa pemerhati sudah tidak menguntungkan bagi perkembangan bahasa ini, diharapkan segera bisa diatasi. Menurut Rabiatul Adawiya, S.Pd, setidaknya ada dua solusi yang bisa ditempuh.

”Solusi ini berupa tindakan jangka pendek dan jangka panjang,” kata salah satu pemerhati bahasa Madura lainnya di Sumenep itu pada Mata Madura.

Tindakan jangka panjang yang dimaksud salah satu guru di SMP Negeri 1 Saronggi tersebut di antaranya dengan cara menyemarakkan acara kesenian lokal. Selain itu, dengan terus acara siaran yang memanfaatkan teknologi komunikasi semisal radio. ”Bisa juga dengan mengadakan kuis-kuis Bahasa Madura,” tambahnya, beberapa waktu lalu.

Sementara dalam tindakan jangka panjang, menurut Rabiatul harus ada pembenahan yang dimulai dari bidang pendidikan. Pembenahan itu ialah dengan melakukan perubahan yang dianggap perlu dalam kurikulum pendidikan yang sifatnya dapat memenuhi kebutuhan keterampilan maupun kemahiran berbahasa Madura.

”Ya tentu saja hal ini termasuk pembinaan guru bahasa Madura, bahan pelajaran, dan metode-metodenya di dalamnya,” imbuh ibu dari tiga anak tersebut.

Selain itu, bidang penerangan yang melibatkan satker pemerintah daerah terkait seperti Dinas Kominfo dan juga Tim Nabhara diharapkannya bisa turut berkecimpung di dalam hal ini. ”Ini penting. Lalu juga di bidang kesenian, perlu dibangkitkan motivasi agar anak gemar pada kesenian Madura, khususnya seni bahasa,” tutupnya.

Farhan, Mata Madura

KPU Bangkalan