
MataMaduraNews.com, SUMENEP – Upacara Hari Santri Nasional, Sabtu (22/10) digelar MWC NU Gapura, Sumenep, Madura, Jawa Timur di halaman kantor MWC setempat dengan penuh hikmat. Hadir dalam kegiatan ini, ratusan santri, pelajar, dan masyarakat se-Kecamatan Gapura, juga jajaran Forum Pimpinan Kecamatan, kecuali Camat Gapura.
Upacara yang berlangsung selama setengah jam lebih ini, dimulai tepat pukul 08.00 WIB dan dipimpin langsung oleh Ketua Tanfidziyah MWC NU Gapura, K. Muhammad Syahid Munawwar sebagai inspektur upacara dan Abd Aziz dari GP Ansor sebagai komandan upacara. “Susunan upacara seperti umumnya juga. Cuma pembacaan pembukaan UUD 1945 diganti teks Resolusi Jihad, ditambah Ikrar Santri,†ujar Wakil Sekretaris MWC NU Gapura, Khairul Umam.
Selain itu, sambung Umam, ada mars Syubbanul Wathan dilanjutkan dengan pembacaan Amanat PBNU oleh inspektur upacara. Selebihnya, susunan acara kembali sama dengan prosesi upacara pada umumnya hingga pembubaran pasukan upacara.
Ketua MWC NU Gapura, K. Muhammad Syahid Munawwar, saat membacakan Amanat PBNU menyatakan, Hari Santri 22 Oktober merupakan hari santri milik bersama (semua golongan, red). Karena itu, ia mengajak pasukan upacara dan seluruh warga NU, kaum santri dan lainnya untuk menjadikan kesempatan ini sebagai momentum bela Negara.
“Yakni momentum untuk selalu setia mengawal dan mempertahankan Pancasila, NKRI, dan UUD 1945,†tegasnya, berapi-api.
Menurut Syahid, hal itu harus dilakukan demi melanjutkan perjuangan para ulama dan kaum santri dahulu. Agar peringatan Hari Santri tidak hanya dilakukan untuk mengenang peristiwa penting guna mengenang jasa para ulama dan kaum santri dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dari rongrongan penjajah semata.
“Karena bagi Hadratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari yang mencetuskan Resolusi Jihad ini, NKRI adalah haraga mati,†ujar Syahid.
Ia mengurai alasan, mengapa Hari Santri harus ditetapkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 lalu. Berdasarkan sejarah, kata dia, utuhnya Kemerdekaan Indonesia pasca proklamasi pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta, hampir saja lenyap di depan mata. Namun berkat lahirnya Resolusi Jihad sebagai strategi politik dan perang dari kaum sarungan, tak ada rongrongan yang berhasil dari kubu penjajah, NICA.
“Tanpa Resolusi Jihad NU, tentu tidak akan pernah ada peristiwa 10 November,†tegas Syahid.
Dalam situasi NKRI yang kembali menghadapi tiga tantangan besar kali ini, ketua MWC NU dua periode itu menambahkan, ajaran pendiri NU Mbah Hasyim Asy’ari harus dihidupkan. Meletakkan kedudukan kewajiban bela Negara sama pentingnya dengan kewajiban membela agama, merupakan solusi paling tepat menghadapi maraknya Narkoba, Radikalisasi Agama, serta upaya pemecah belah Negara Indonesia.
“Hubbul Wathan minal Iman,†seru Syahid, mengutip seruan KH Hasyim Asy’ari 71 tahun lalu.
Rafiqi, Mata Sumenep