PILKADAÂ Sumenep masih September 2020. Tapi, sejumlah nama mulai ramai diperbincangkan. Siapa berpasangan dengan siapa. Dan siapa berpeluang menang.
Selain siapa berpotensi menang. Ada hal lebih menarik untuk dibahas. Apa itu? Sumenep banyak sumur dan cadangan Migas. Barangkali ini yang jadi semangat hingga ke ubun-ubun para petinggi Jakarta atau Surabaya melirik Pilkada Sumenep.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Setahu saya baca diberbagai sumber, kandungan Migas Sumenep melimpah ruah. Ada dua blok sumur migas yang sudah berproduksi. Satu sumur, kapasitas gasnya masuk 10 besar penyuplai Gas Nasional.
Sementara, tiga sumur sedang eksplorasi. Sebentar lagi, kalau tak ada aral, tahun 2020 akan berproduksi. Kapasitas Migasnya juga ciamik. Bahkan, ada yang onshore. Sisanya, offshore.
Apa keuntungan bagi pemimpin Sumenep, ada banyak sumur Migas? Hemm. Dipikir emang gak ada. Karena soal Dana Bagi Hasil (DBH) Migas sudah diatur pusat. Bahkan, tetangga kabupaten, daerah penghasil dalam satu provinsi, juga kecipratan sama.
Lho kok bisa? Ya ini, UU 33/2004 dan PP 55/2005, PMK No. 187 Tahun 2016 yang bicara: Lihat rincian DBH untuk Minyak dan Gas, jika sumurnya di darat (onshore).
DBH Minyak
Pusat 84,5 %. Sebesar 15,5 % untuk Pemerintah Daerah. Eet, DBH 15,5% masih dibagi ke Provinsi dan Kabupaten/Kota penghasil dan masih dibagi :
3 % (tiga persen) untuk Provinsi.
6 % (enam persen) untuk Kabupaten/Kota Penghasil.
6 % (enam persen) untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam satu Provinsi.
Sisa 0,5% untuk pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota.
Sedangkan DBH Gas
Pusat, 69,5%.
6 % (tiga persen) untuk Provinsi.
12 % (enam persen) untuk Kabupaten/Kota Penghasil.
12% (enam persen) untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam satu Provinsi
Sisa 0,5% (lima persen) untuk pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota.
Tapi, sumur Migas Sumenep lokasinya di lepas pantai. Tentu rumus DBH di atas gak berlaku. DBH Migas selama ini tetap 0% untuk Sumenep. Kalau ada kelebihan dikit dari kabupaten lain, barangkali soal pungutan pajak Migas.
Anda penasaran? Mari lihat rincian DBH Migas 2019 dari Laporan Menkeu, masing-masing kabupaten dalam provinsi. Sumenep dapat pembagian DBH Migas sebesar Rp 86,462.405.000 (Rp 86,462 miliar). Sedangkan Pamekasan, Pacitan dan Bondowoso yang gak ada sumber Migas juga dapat DBH Migas Rp 81.381.488.000 (Rp 81,381 miliar).
Bojonegoro yang dengan Blok Cepu bisa dapat DBH Migas Rp 2.668.110.378.000 (Rp 2,668 triliun). APBD 2019 Bojonegoro mencapai Rp 4,6 triliun. Sedangkan Sumenep APBD 2019, baru Rp 2,5 triliun.
Lalau bagaimana jika sumber Migas pada 2020, offshore dan onshore jadi berproduksi? Ehehe… APBD Sumenep bisa Rp 4-5 triliun. Amazing untuk Sumenep.
Ini baru DBH Migas non pajak. Lain DBH dari perikanan yang mengalir hingga Karamian dan Sakala. Wow….
Tapi, kan masuk ke pendapatan resmi APBD? Ya…ya…tul..betul, kata Ipin dan Upin.
Eet…Ada Peraturan Menteri ESDM No 37 Tahun 2016 yang menjelaskan bahwa daerah penghasil Migas memiliki saham pengelolaan PI Migas 10 persen. Pengelolanya, BUMD khusus yang disahkan lewat Perda dan berbentuk perusahaan daerah.
Mulai faham?
Sebagai penguat, saya kutip pernyataan Pembina YLBH Madura, Kurniadi yang merilis ke media soal hasil pengelolaan PI Migas oleh PT MUJÂ (Migas Hulu Jabar) yang ngelola PI dari sumur gas lepas pantai Jawa Barat.
Melalui bendera PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), hasil produksi minyak mencapai 35.700Â ribu barel per hari (BPH) dan gas 106,4 MMSCFD.
“Dari PI itu, PT MUJ berhasil mencatat laba bersih tahun buku 2018, sebesar US$ 7,85 juta atau setara Rp 111,47 miliar dengan kurs Rp 14.200 per dolar Amerika Serikat. Saat menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), para pemegang saham juga menyetujui pengalokasian dividen sebesar US$ 2,49 juta/ Rp 35,62 miliar atau sebesar 32,11 persen dari laba bersih,” papar pengacara ini, seperti dikutip advokasi.
Akhir cerita, jangan kaget jika Pilkada Sumenep 2020 bakal ada perang bintang. Otak-atik figur calon. Sesuai selera.
Sebab, rekom partai pengusung bukan turun dari Asta Tinggi. Tapi, turun dari rumah DPP Parpol pengusung. (*)