Suharso Monoarfa muncul sebagai ketua alternatif pada 2021. Sisa-sisa konflik internal rupanya tidak benar-benar hilang.
Ketika Suharso membawa partainya masuk ke dalam gerbong pendukung Jokowi–dan kemudian membentuk koalisi KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) bersama Golkar dan PAN (Partai Amanat Nasional)–muncul ketidakpuasan di sebagian elite partai.
Rumor politik yang berkembang menyebut bahwa KIB akan menjadi kendaraan untuk memuluskan calon presiden yang didukung Jokowi, yaitu Ganjar Pranowo. Sebagai partai yang berbasis Islam, rumor ini memunculkan ketidaksetujuan di sebagian elite.
Kenangan buruk dalam pemilihan gubernur DKI 2017 menjadi trauma bagi PPP. Ketika itu PPP mendukung Ahok-Djarot dan berpaling dari Anies-Sandi.
Ahok kalah dan PPP terkena imbasnya. Massa pendukung PPP yang marah akhirnya melampiaskan kekecewaannya pada pemilu 2019.
Perolehan suara PPP di DPRD DKI anjlok 90 persen dan kursi PPP amblas dari 10 kursi menjadi 1 kursi.
DKI Jakarta selalu menjadi basis terkuat PPP sejak Orde Baru. Tapi, gegara salah pilih dukungan dalam pilpres PPP langsung menjadi partai duafa.
Trauma ini terancam terulang pada pilpres 2024. Bagaimana pun Anies Baswedan mempunyai dukungan luas di DKI.
Kalau PPP mendukung calon lain selain Anies, nasibnya bisa tidak lolos ambang batas 4 persen, dan PPP akan hilang dari bumi.
Suharso sekarang lengser. Nasib KIB menjadi pertanyaan apakah akan tetap utuh atau akan bubrah. PPP pasti memikirkan nasibnya sendiri untuk bisa survive, ketimbang memikirkan keutuhan KIB. (*)
sumber: kempalan