Arisya Dinda Nurmala Putri, Potret Perjuangan Perempuan Menolak UU Cipta Kerja di Sumenep

×

Arisya Dinda Nurmala Putri, Potret Perjuangan Perempuan Menolak UU Cipta Kerja di Sumenep

Sebarkan artikel ini
Dinda
Arisya Dinda Nurmala Putri, saat berorasi menolak UU Cipta Kerja di Sumenep. (Foto Rusydiyono/Mata Madura)

matamaduranews.comSUMENEP-Arisya Dinda Nurmala Putri. Demikian nama aktivis perempuan yang mewarnai gelombang demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di Kabupaten Sumenep yang terus meningkat selama sepekan terakhir.

Ia merupakan salah satu dari sejumlah aktivis perempuan Sumenep yang berani menempuh jalan terjal, turun jalan menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja secara lantang di depan Kantor DPRD pada Senin (13/10/2020) lalu.

Sejak Gelombang penolakan UU Cipta Kerja berlangsung di Sumenep, aktivis perempuan yang menjadi orator aksi ini memang selalu menjadi perhatian sejumlah orang.

Orasinya yang lantang dan lugas dalam menyampaikan aspirasi penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang disahkan DPR RI pada tanggal 5 Oktober 2020 benar-benar menarik sorot mata, kamera, dan telinga padanya.

Lalu siapakah sebenarnya sosok Arisya Dinda Nuramala Putri?

Dinda, begitu teman-temannya kerap memanggil, adalah mahasiswa yang masih duduk di bangku kuliah salah satu kampus swasta di Kabupaten Sumenep. Karena itu, wajar bila dirinya terlibat dalam aksi yang memang dilakukan oleh mahasiswa.

Namun, Dinda punya alasan tersendiri ikut terjun dalam dua kali aksi demonstrasi. Menurutnya, penting bagi perempuan untuk terlibat langsung dalam penolakan UU Cipta Kerja, yang juga berdampak terhadap perempuan utamanya para pekerja.

Aktivis PMII Sumenep tersebut juga menyatakan, keterlibatannya dalam aksi penolakan Omnibus Law Cipta kerja merupakan bentuk nyata pentingnya peran perempuan dalam gerak sejarah.

“Keterlibatan saya dalam aksi menolak UU Cipta Kerja ini berdasarkan keyakinan politik saya bahwa UU Cipta Kerja ini sama sekali tidak mengakomodir kepentingan rakyat,”  ungkapnya pada awak media, Selasa (13/10/2020) kemarin.

Sementara disinggung terkait beredarnya sejumlah foto dengan caption yang seolah-olah mendiskreditkan dirinya sebagai perempuan, Dinda mengatakan hal itu merupakan bentuk persekusi.

Tujuannya tak lain untuk mematahkan semangat dan keberaniannya di dalam mengarungi jalan terjal perubahan. Untuk mengembalikan hak-hak demokratis publik yang semakin terancam dengan diterbitkannya UU Cipta Kerja.

Namun, Dinda mengaku itu semua tidak menyulutkan keberaniannya untuk tetap terlibat dalam setiap gerak perubahan dalam sejarah. Menuntut kesetaraan gender, utamanya hak-hak perempuan dalam ruang sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan.

“Itu merupakan bentuk persekusi untuk memukul mundur gerakan rakyat dengan segala cara, utamanya perempuan dalam penolakan UU Cipta Kerja. Memang tidaklah mudah di situasi masyarakat patriarki menjadi seorang demonstran perempuan, akan tetapi saya tidak gentar untuk terus berjuang dalam jalan terjal ini,” tegasnya.

Lebih lanjut, Dinda menyampaikan, dalam situasi penindasan yang semakin nyata, tidak ada pilihan lain bagi kaum perempuan selain terlibat aktif dalam perjuangan rakyat tertindas di semua pelosok Negeri.

Dan yang terdekat saat ini, kata perempuan yang terinspirasi Clara Zetkin, tokoh perempuan dunia yang menyerukan pembebasan perempuan lewat kelas pekerja dan salah satu inisiator lahirnya Hari Perempuan Internasional itu, adalah dengan ikut menyuarakan penolakan UU Cipta Kerja.

“Perempuan ada dan selalu berlipat ganda untuk terlibat dalam perjuangan untuk menolak UU Cipta Kerja,” tegas Dinda.

Untuk itu, ia mengajak seluruh perempuan agar terlibat aktif dalam perjuangan menolak UU Cipta Kerja. Mulai dari mahasiswi, emak-emak, dan perempuan muda pekerja, harus bangkit untuk melawan penindasan.

Dinda pun meminta kepada masyarakat secara luas, utamanya kaum laki-laki untuk mendukung gerakan perempuan dalam menuntut kesataraan, dan mengutuk keras segala bentuk diskriminasi perempuan dalam ruang sosial, politik, ekonomi, dan budaya.

“Saya mengajak kepada semua elemen perempuan, dan sektor-sektor lain untuk terlibat aktif dalam perjuangan perempuan dan bangkit melawan segala bentuk penindasan dan persekusi,” pungkasnya.

Rusydiyono, Mata Madura

KPU Bangkalan