Budaya

Asal Mula Desa Dasok dan Murtajih di Pamekasan, Masih Terkait dengan Tokoh Agung Ini

×

Asal Mula Desa Dasok dan Murtajih di Pamekasan, Masih Terkait dengan Tokoh Agung Ini

Sebarkan artikel ini
Asal Mula Desa Dasok dan Murtajih di Pamekasan, Masih Terkait dengan Tokoh Agung Ini
Sumur Agung Kiai Agung Rabah di Dusun Dasok Desa Dasok Pademawu. (Foto/Mata Madura)

matamaduranews.com-PAMEKASAN-Penamaan tempat di Madura memang tidak bisa lepas dari tokoh-tokoh tempo doeloe. Cerita-cerita rakyat atau folklore memang menjadi seni dalam penulisan sejarah. Meski hal itu masih membuktikan banyak penelusuran lebih lanjut, namun sebagai peninggalan dari kearifan lokal, tentu masih sulit dilepaskan.

Seperti nama dua desa di kawasan Gerbang salam ini. Kisahnya masih terkait dengan sosok Pakunya Madura di abad 17. Dua desa itu ialah Dasok dan Murtajih.

Dasok adalah nama desa di Kecamatan Pademawu Pamekasan.  Asal muasal nama desa ini tidak terlepas dari kisah Kiai Abdurrahman atau Kiai Agung Rabah.

Dalam buku “Kiai Agung Rabah, Rabah dan Sejarahnya”, konon desa ini menjadi tempat yang dipilih Kiai Agung Rabah untuk transit (beristirahat), dan melakukan kewajiban sholat dalam perjalannya dari Rabah menuju Sumenep. Ini terbukti ditemukannya sebuah sumur dan petilasan tempat beliau sholat, yang diriwayatkan secara turun temurun. Sumur dan petilasan sholat itu disebut sebagai peninggalan Kiai Agung Rabah. Kedua peninggalan itu sampai sekarang masih ada.

Kisahnya, di suatu waktu, sang wali agung dalam perjalanan itu tidak menemukan air. Air tersebut bukan sekadar untuk menghilangkan dahaga, melainkan juga untuk keperluan mengambil wudlu’ guna melaksanakan sholat. Nah, Kiai Abdurrahman lantas menggali tanah dengan tangan beliau sendiri hingga keluarlah sumber mata air. Galian tersebut kemudian dijadikan sumur oleh beliau.

Di masa mendatang, masyarakat menamai sumur itu dengan nama Sumur Agung. Penamaan itu tidak terlepas dari penggalinya, yakni Kiai Agung Rabah. Sebagai bukti bahwa sumur itu peninggalan waliyullah yang diperuntukkan keperluan ibadah dan rumah tangga, air sumur itu tidak pernah kering sampai sekarang.

Hingga kini sumur itu masih terawat, dan sumber mata airnya menjadi sumber penghidupan warga di tempat itu, terutama untuk keperluan minum, mandi dan mencuci. Menurut keterangan bapak Ali Makki selaku pemangku yang merawat dan menjaga Sumur Agung, air Sumur Agung tidak bisa digunakan untuk menyiram tanaman secara langsung, karena berakibat tanamannya tidak akan tumbuh dengan baik, kecuali sisa dari mandi dan mencuci.

Di antara peristiwa di daerah ini, suatu waktu, Kiai Agung Rabah melaksanakan sholat di petilasan berupa batu menyerupai sajadah. Selesai sholat, tonggulan (bakiak) beliau hilang. Maka dicarilah bakiak tersebut dengan membersihkan (arabas) semak belukar di tempat itu, hingga di daerah tersebut ada nama tempat Rabasan. Beliau membersihkan sambil keluar masuk semak belukar (bahasa Maduranya nyongap, sehingga tempat tersebut dinamai Congaban).

Akhirnya bakiak itu beliau ditemukan di dalam semak belukar (bada e panyalosso’ dalam ombut). Yang karena peristiwa ini daerah tersebut dinamakan Dasok, diambil dari kata so’ nyalosso’ ke dalam semak belukar.

Setelah bakiak tersebut ditemukan, beliau yang terkenal mandi pangocap pun berkata; “pettong toron oreng dinna’ reya tak kera bada oreng se molja” (tujuh turunan orang yang ada di sini tidak akan ada orang yang mulia).

Berdasarkan riwayat dari Kiai Ali Makki, yang dibenarkan oleh Kiai Shiddiq, salah seorang tokoh masyarakat, kisah tersebut terbukti. Menurut kedua kiai itu, memang daerah Dasok tersebut tidak ada seorangpun yang menonjol dalam bidang pengetahuan keagamaannya, hingga tujuh turun sejak masa Kiai Agung Rabah.

Diceritakan pula bahwa  selama bermukim di alas Rabah, Kiai Agung Rabah banyak menyisakan peninggalan,  yang lantas dijadikan nama tempat. Beliau pernah membuat sumur di wilayah utara alas Rabah, dan sumur itu beliau beri tanda tajih.

Akhirnya dimana tempat sumur yang diberi tanda tajih itu kemudian masyarakat memberi nama daerah itu Murtajih. Hingga kini Murtajih ini menjadi nama sebuah desa dan letaknya memang di sebelah utara Rabah.

RM Farhan

KPU Bangkalan