Mengatasi stunting bukan hanya soal asupan gizi, tapi buah dari keterlibatan kedua orang tua dalam setiap keputusan kesehatan dan pola asuh anak. Hal ini yang dilakukan Puskesmas Bluto dalam mencegah stunting dan membangun kesehatan keluarga.
matamaduranews.com – SUMENEP –
Suara riuh pelan terdengar di aula Puskesmas Bluto pagi itu. Kursi-kursi dipenuhi ibu-ibu dari berbagai desa di Kecamatan Bluto.
Mereka membahas satu hal yang sering dianggap tabu: peran ayah dalam mencegah stunting dalam acara Minilok Rembuk Stunting Bulan September 2025 yang dilaksanakan di Puskesmas Bluto, Sumenep.
Di depan ruangan, Tim Pendamping Keluarga dari 20 desa, Penyuluh KB Kecamatan Bluto, narasumber Moh. Ilham, M.Si. (Satgas Percepatan Pencegahan dan Penurunan Stunting Kabupaten Sumenep), dan dr. Rifmi Utami, M.Kes. (Kepala Puskesmas Bluto) membuka percakapan yang jarang dibuka: tentang ayah yang “ada tapi tidak hadir” dalam pengasuhan anak.
Angka yang Mengiris
Moh Ilham membuka percakapan dengan mengutip data UNICEF 2021 mencatat Indonesia berada di peringkat ketiga dunia untuk fenomena “fatherless”.
Sebanyak 20,9% anak kehilangan peran ayah, dan hanya 37,17% balita diasuh penuh kedua orang tua. Angka perceraian yang menembus 463 ribu pada 2023 semakin memperparah situasi.
“Budaya patriarki yang memandang ayah hanya pencari nafkah justru menghambat keluarga berkembang optimal. Kehadiran ayah memperkuat fungsi pengasuhan dan ketahanan keluarga,” kata Moh. Ilham kepada para peserta yang tampak serius mendengarkan.
Sementara dr. Rifmi Utami mengatakan,
anak-anak yang tumbuh tanpa figur ayah, rentan krisis percaya diri dan rasa aman.
Karena itu, anak perempuan lebih mudah mengalami trauma.
Sebaliknya, ayah yang aktif hadir justru jadi panutan, membentuk karakter, mengajarkan kemandirian, dan melatih kemampuan memecahkan masalah.
Lanjut dr Rifmi Utami: banyak keputusan penting soal kesehatan anak sebenarnya bergantung pada ayah. “Banyak kasus, izin imunisasi terganjal restu ayah. Kalau ayah ikut memastikan imunisasi lengkap, perlindungan terhadap penyakit menular meningkat. Pencegahan stunting bukan hanya tugas ibu, tapi komitmen bersama,” tegasnya.
Gerakan Nyata untuk Ayah
Sebagai tindak lanjut, Puskesmas Bluto mendukung program BKKBN berbasis partisipasi ayah: GATI (Gerakan Ayah Teladan Indonesia), konseling daring, komunitas KOMPAK TENAN, DEKAT (Desa Ayah Teladan), dan SEBAYA (Sekolah Bersama Ayah). Targetnya sederhana tapi mendasar: ayah-ayah hadir, anak-anak terlindungi, keluarga harmonis.
Kasie Kesra Kecamatan Bluto, Ibu Dessy, menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor. “Pencegahan stunting hanya mungkin bila keluarga, masyarakat, dan pemerintah bersinergi demi masa depan generasi bebas stunting,” katanya. (*)