Catatan: Hambali Rasidi
matamaduranews.com-BEBERAPA hari ini, banyak teman wa. Mengabari sejumlah kasus di Sumenep. Semuanya nunggu waktu untuk meledak, katanya.
Saya tak mengerti apa maksud si pengrim pesan via wa. Secara pribadi, saya tak berkait langsung dengan deretan kasus yang dimaksud. Lagian, kasus-kasus yang dibocorin, sudah bukan rahasia lagi. Banyak orang ngerti.
Saya hanya baca di wa tak berkomentar panjang. Saya ingat pesan guru. “Urusan hukum, ngeri. Bukan membela yang salah. Tapi, kasihan pada anak isteri dan keluarganya,”.
Pesan itu seperti garis batas. Walau ngerti detail hingga faham nominal transaksi, saya sengaja memilih bisu. Kalau dibocorin, hanya pihak ketiga yang nikmati.
Agar bikin jera? Saya tak setuju dengan dalih ini. Sebab, taubatan nasuha itu masuk preogratif Yang Maha Kuasa. Selama hidayah itu belum tiba, manusia tak kuasa berubah lebih baik.
Lalu apa gunanya institusi penegak hukum? Ya..saya rasa itu, sebatas ikhtiar manusia. Menyediakan sarana agar teratur. Ada batasan jika berbuat bebas dari norma. Konsekwensi perbuatan akan menerima. Itu saja.
Terkait kasus-kasus dimaksud teman di wa. Saya berkesimpulan: tergantung nasib saja. Jika kebaikan berpihak, keselamatan ada di pihak pelaku dan penikmat. Jika jalan hidupnya, mampir di penjara, itu tak lepas dari garis kehidupan yang harus dilalui.
Siapa yang bisa menolak ketentuan Yang Maha Kuasa?. Bukankan Dia sudah berfirman, “Wa rabbuka yakhluqu mÄ yasyÄ`u wa yakhtÄr, mÄ kÄna lahumul-khiyarah, (Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka). QS; al-qashash:68
Tafsir bebasnya: manusia tak punya hak memilih sesuai selera. Karena Allah SWT yang berhak menentukan sesuai kehendak-Nya.
Kenapa ayat ini saya kutip? Biar kita tak capek berpikir apa dan bagaimana yang akan terjadi. Kata Ibnu Atha’illah, “istirahatkan diri dan pikiranmu dari kerisauan mengatur urusan duniamu. Sebab apa yang telah diatur oleh selainmu (Allah) tidak usah kau risaukan),”.
“Menolak apa yang menjadi ketetapan-Nya, ada benih kesombongan yang tertanam. Secara tidak langsung, ia mendapuk diri dapat mencapai tujuan dengan kemampuan sendiri. Yang demikian, bakal jauh dari rahmat Allah,” dawuh Ibn Atha’illah.
Terima apa pun yang akan terjadi secara ikhlas. Bukankah Allah SWT, berfirman,: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.†(Al-Baqarah: 216).
Pesona Satelit, 13 Agustus 2019.