CatatanPolitik

Belum Pernah Melihat Ibu Megawati Semurka Itu

Megawati Murka
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengultimatum para kadernya untuk tidak bermanuver politik tanpa persetujuannya. Pernyataan ini disampaikan saat Rakernas.

Lihat juga Puan Maharani. Kita bisa komen, enak benar hidup Puan ini. Dia tampak leluasa membuat video selfie yang merekam pertemuan ibunya dengan Presiden Jokowi tanpa pengawalan Paspampres. Puan sangat istimewa dalam peristiwa istimewa itu. Puan seperti cucu kita yang tetiba datang bermain mobil-mobilan remote control di ruangan saat kita berbincang serius dengan tamu. Siapa kira- kira yang berani menegur cucu seperti itu? “Nikmat apa lagi yang mau kau dustakan” begitu peringatan Allah dalam salah satu suratnya, Ar Rakhman.

Ekspresi Marah

Dengan setting pertemuan yang divideokan itu, wajar kita terkejut menyaksikan Megawati sesudahnya, di hari yang sama, saat berpidato di dalam Rapat Kerja Nasional PDI-P. Mbak Mega seperti banteng terluka mengancam menyeruduk siapa saja yang dinilai mengganggu dan merintanginya.

Dalam potongan pidatonya yang beredar luas, Megawati menyinggung banyak hal. Mulai dari meminta kader tidak mencoba bermanuver hingga masalah kewenangannya menentukan capres PDI-P. Video itu fokus mengambarkan kemurkaannya. Tak jelas siapa yang mengedarkan video yang berpotensi jadi bumerang itu.
“Kalian siapa saja yang berbuat manuver-manuver, keluar! Daripada saya pecati. Tidak ada di dalam PDI Perjuangan yang namanya main dua kaki, main tiga kaki, melakukan manuver,” kata Megawati lantang. Dia tidak menyebut nama tapi rasanya semua orang tahu siapa yang dituju.,

“Kalau ada kader yang masih ngomong koalisi, Out!,” sambungnya dalam tone sama lantangnya.

Kontras dengan kenyamanan yang ditampakkan Mbak Mega ketika menerima Jokowi. Di ruangan itu, ia dikelilingi elit lingkar dalam Teuku Umar, antaranya Pramono Anung, Prananda dan Puan (lagi Selfie), Olly Dondokambey, dan Budi Gunawan (KaBIN).

Menyindir Wartawan

Saya baru pertama kali melihat Ibu Mega semurka itu di depan publik. Yang sering saya saksikan, sebatas hanya sindiran ke pelbagai pihak. Tidak terkecuali kepada wartawan atau pers.

Dulu, Mega pernah menyindir wartawan seakan bukan orang Indonesia. Yang terbaru, belum sepekan berlalu, ia menyindir kerja wartawan seakan tak mematuhi kode etik jurnalistik. Saat seorang kawan mau menanggapi, saya larang. Alasannya, kita yang salah kalau berdebat dengan pihak yang tidak mengetahui persis prinsip kerja wartawan.

Exit mobile version