matamaduranews.com-Kelakuan Ketua KPU Janeponto, Sulsel, Baharuddin Hafid dinilai menodai wibawa penyelenggara pemilu.
Dengan jabatan di KPU, Baharuddin memperdaya seorang calon anggota legislatif atau Caleg Perindo dengan janji membantu suara saat Pileg 2019.
Akibat perbuatannya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat Baharuddin Hafid.
Dikutip dari situs suara.com-Baharuddin Hafid terbukti menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dengan memperdaya Caleg Perindo berinisial PD.
Caleg inisial PD diperkosa, dimintai uang sampai barang-barang mewah dengan janji menambah perolehan suara di Pileg 2019.
Dalam pertimbangan putusannya, DKPP menilai Baharuddin terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu dalam perkara nomor 96-PKE-DKPP/IX/2020 dan 104-PKE-DKPP/X/2020.
Sanksi itu dibacakan Majelis DKPP yang diketuai oleh Dr. Alfitra Salamm, dalam sidang pembacaan putusan sebanyak 11 perkara di Ruang Sidang DKPP pada Rabu (4/11/2020).
“Hubungan Teradu dengan Pengadu I dilanjutkan ke jenjang perkawinan di bawah tangan (siri) pada 16 Agustus 2019. Padahal Teradu telah berumah tangga dan terikat perkawinan yang sah,†kata Anggota Majelis, Didik Supriyanto.
Dalam berita acara sidang disebutkan, pemerkosaan itu dimulai pada 26 September 2018, tepatnya setelah penetapan DCT.
Saat itu Baharuddin Hafid meminta kepada Caleg inisial PD agar disiapkan tempat buat ngobrol tentang strategi pemetaan suara pemenangan sebagai caleg.
Caleg inisial PD menyiapkan tempat untuk bertemu di kafe Roemah Kopiku Jalan Topaz Raya.
Baharuddin justru menolak dengan alasan tempat tersebut terbuka dan meminta bertemu di Hotel Arthama.
“Di sini terjadi pemerkosaan atau pemaksaan seks oleh Baharuddin Hafid dan bersumpah untuk membantu memenangkan Pengadu I sebagai caleg dapil IV DPRD Provinsi Sul-Sel,” bunyi salinan putusan perkara.
Setelah berhubungan badan, Burhanuddin juga meminta untuk dibelikan Iphone 6S Plus dan sejumlah barang. Seperti sepatu everbest, DC, sneaker, baju-baju bermerek, jam tangan, parfum, dan setiap saat minta diisikan pulsa.
Bahkan, pada saat dibuka pendaftaran Calon Komisioner KPU, Baharuddin juga mendatangi rumah sang caleg.
Dia meminta uang dengan alasan agar bisa dibantu dalam pencalonannya. Agar bisa terpilih kembali jadi Komisoner KPU.
Fakta tersebut didukung alat bukti berupa dokumen tangkapan layar percakapan WhatsApp antara Teradu dan Pengadu I terkait janji untuk menambah perolehan suara dengan jaringan yang dimiliki Teradu.
Meski janji tersebut tidak dipenuhi Teradu, hal tersebut membuktikan adanya niatan Teradu untuk menambah perolehan suara sang caleg yang tidak dibenarkan oleh etika dan hukum.
Perbuatan itu dinilai telah meruntuhkan kepercayaan publik terhadap profesionalitas kerja Teradu.
Teradu juga Terbukti telah menerima pemberian sejumlah barang dari Pengadu I, antara lain Iphone 6 Plus dan barang lainnya.
Menurut Majelis, seharusnya Teradu menyadari kedudukannya sebagai penyelenggara pemilu yang membutuhkan integritas tinggi untuk menjaga kepercayaan publik.
“Alih-alih bertindak etis, Teradu menggunakan kedudukannya untuk kepentingan pribadi yang bertentangan dengan norma sosial dan etika,†lanjut Didik.
sumber:Banten.suara.com