Politik

Cawapres; Khofifah atau Yenny

Cawapres 2024
Khofifah dan Yenny Wahid jadi rebutan para bakal Capres untuk menjadi Cawapres di Pilpres 2024.

matamaduranews.com-Khofifah Indar Parawansa dan Yenny Wahid lagi jadi rebutan para Bacapres untuk dilamar sebagai Cawapres di Pilpres 2024. Berikut ulasan menarik dari wartawan senior Dhimam Abror Djuraid dari situs kempalan.com.

Khofifah dan Yenny

Khofifah dan Yenny. Dua nama itu menjadi dua primadona dalam lanskap politik Indonesia beberapa waktu terakhir. Perhelatan pemilihan presiden 2024 semakin mendekat. Perburuan mencari pasangan calon wakil presiden semakin intens. Nama-nama yang bermunculan mulai mengerucut, dan pada akhirnya hanya akan ada dua atau tiga nama saja yang muncul.

Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur, seolah menjadi primadona tunggal. Ia diburu dan diminati oleh tiga bakal calon presiden, Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. Di antara sederetan bakal calon presiden itu Anies Baswedan dan Prabowo Subianto berada pada baris terdepan untuk memperebutkan Khofifah. Ganjar Pranowo juga membutuhkan Khofifah, karena ia membutuhkan kemenangan di Jawa Timur.

Dalam beberapa kali kontestasi politik pemilihan presiden, Jawa Timur menjadi battlefield yang akan menjadi penentu kemenangan. Karena itu figur politik yang punya pengaruh di Jatim selalu diburu untuk menjadi pendamping sekaligus berfungsi sebagai vote getter, pengumpul suara.

Khofifah dan Yenny diyakini mempunyai potensi besar untuk mendulang suara di Jawa Timur. Khofifah, tak syak, punya potensi paling besar di antara nama-nama yang ada. Selama lima tahun menjadi gubernur Jawa Timur Khofifah punya popularitas tinggi. Jika survei kecil-kecilan dilakukan di Jawa Timur dengan menanyai orang pinggir jalan mengenai siapa yang layak menjadi wakil presiden, sudah hampir pasti nama Khofifah akan paling banyak disebut.

Dalam banyak survei nasional mengenai calon wakil presiden, Khofifah tidak pernah berada di posisi puncak. Pole positition, posisi terdepan sekarang ditempati oleh Eric Thohir. Ia populer dan mendapatkan kenaikan elektabilitas bukan karena kinerjanya sebagai menteri BUMN, tapi sebagai ketua PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia).

Khofifah berada di urutan ketiga atau keempat dengan popularitas dan elektabilitas yang tidak mencolok. Tetapi, hal itu tidak menjadi faktor bagi para bakal calon presiden untuk memburu tanda tangan Khofifah. Mereka tahu bahwa Khofifah belum moncer, karena selama ini masih belum menunjukkan indikasi tertarik untuk mengikuti kontestasi pemilihan presiden.

Khofifah punya kebiasaan late comer, datang belakangan, tapi kemudian bisa menyalip dengan strategi coming from behind, muncul dari belakang, yang cemerlang. Tiga kali mengikuti kontestasi pemilihan gubernur Jawa Timur, tiga kali pula Khofifah menjadi late comer.

Meski demikian Khofifah membuktikan kemampuannya dalam bermanuver merebut suara pemilih. Dalam dua kali pemilihan melawan pasangan Sukarwo-Saifullah Yusuf, Khofifah membuktikan dirinya sebagai petarung yang tangguh. Bahkan, ada yang menyebut bahwa Khofifah adalah pemenang tanpa mahkota.

Khofifah punya basis massa yang sangat solid. Sebagai ketua Muslimat NU ia mempunyai jaringan yang luas dan kokoh di antara ibu-ibu muslimat. Para analis meyakini bahwa suara ibu-ibu muslimat lebih solid dan reliable, lebih bisa diandalkan, ketimbang suara bapak-bapak yang masih sering terombang-ambing.

Pada kontestasi Pemilihan Gubernur Jatim 2018 Khofifah dengan cemerlang berhasil mengalahkan petahana Saifullah Yusuf yang menjadi wakil gubernur dua periode. Saifullah Yusuf juga didukung oleh PDIP yang menjadi partai pemenang di Jatim dan mempunyai basis massa yang kokoh. Toh Khofifah bisa mengalahkannya.

Pergerakan Khofifah yang masif dan tidak kenal lelah menjadi kekuatannya dalam mengamankan suara di Jawa Timur. Selama menjadi gubernur Khofifah mempunyai stamina yang kuat untuk berkeliling ke seluruh Jawa Timur setiap hari hampir 24 jam. Itulah yang menjadi kekuatan Khofifah. Itulah sebabnya para bakal calon presiden menginginkannya.

Jawa Timur adalah basis nahdliyyin, dan kontribusi suaranya diyakini akan menjadi kunci pemenangan. Para ulama NU di Jawa Timur kelihatannya hampir ‘’muttafaq alaih’’ sepakat bulat, menyodorkan Khofifah sebagai calon wakil presiden. Pertemuan para kiai NU di Surabaya pekan lalu memunculkan Khofifah sebagai salah satu calon kuat.

Sayangnya, selama ini Khofifah masih belum berketetapan hati untuk maju dalam kontestasi pemilihan presiden. Ketika ditanya media dalam berbagai kesempatan ia lebih sering menghindar. Dalam sebuah kesempatan Khofifah menyatakan akan fokus untuk mengikuti pemilihan gubernur periode kedua. Tetapi, beberapa waktu belakangan Khofifah mengatakan ia akan berkonsultasi kepada para kiai sebelum membuat keputusan. Pernyataan ini dianggap sebagai langkah maju, dan menjadi indikasi Khofifah akan mempertimbangkan dengan serius ketika ada lamaran resmi dari salah satu calon presiden.

Khofifah tidak bebas bergerak. Satu kakinya seperti terbelenggu. Ia disebut-sebut sebagai tersandera oleh kasus bantuan dana hibah yang melibatkan wakil ketua DPRD Jatim yang sekarang menjadi tersangka. Tidak jelas apa peran Khofifah dalam kasus itu. Tetapi, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sudah memeriksa ruang kerja Khofifah meskipun tidak mengumumkan apapun mengenai keterlibatan Khofifah.

Muncul nama lain sebagai alternatif. Dialah Yenny Wahid, putri sulung Gus Dur. Dengan menyandang nasab itu Yenny bisa menjadi alternatif yang menarik. Karena itu nama Yenny dimunculkan oleh para ulama yang mengikuti halaqoh di Surabaya. Bahkan, nama Yenny dimunculkan pada posisi terdepan.

Ada lima nama yang muncul, Yenny, Khofifah, Muhaimin Iskandar, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Mahfud MD. Di antara lima nama itu Khofifah menjadi pilihan utama, meskipun tidak berada ada urutan pertama. Sekitar 200 kiai yang berkumpul di Pesantren At-Tauhid Sidoresmo Surabaya itu cenderung mendukung Anies Baswedan, dan merekomendasikan Khofifah dan Yenny sebagai calon wakil presiden potensial.

Yenny tidak mempunyai posisi struktural seperti Khofifah. Tetapi, tempelan nama Wahid di belakang namanya diyakini akan menjadi faktor kuat bagi kalangan nahdliyyin untuk memberikan suara. Semua mafhum bahwa Gus Dur masih menjadi magnet besar bagi warga nahdliyyin, dan hal itu menjadi keuntungan bagi Yenny Wahid. Jaringan Gusdurian, para pecinta fanatik Gus Dur, masih tetap hidup di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Yenny juga diperebutkan oleh Ganjar Pranowo. Hanya beberapa hari setelah namanya muncul pada pole position sebagai calon pendamping Anies, Ganjar Pranowo langsung melakukan intersep dengan berkunjung ke Ciganjur menemui Ny. Sinta Nuriah Gus Dur dan Yenny Wahid. Tidak ada pembicaraan formal mengenai wakil presiden. Tetapi kunjungan itu jelas menjadi isyarat bahwa Ganjar pun mempertimbangkan Yenny sebagai kandidat wapres.

Yenny menghadapi jalan terjal. Partai Demokrat sebagai pemegang saham penting dalam pencalonan Anies, langsung menyerang dan menolak Yenny secara terbuka. Yenny dianggap tidak cocok mendampingi Anies karena dianggap sebagai bagian dari rezim kekuasaan status quo.

Serangan frontal Demokrat ini bisa dimaklumi, karena Demokrat sangat berambisi menyodorkan AHY sebagai pendamping Anies. Posisi AHY sekarang lagi gacor karena berhasil menyingkirkan Moeldoko dalam perburuan memperebutkan Partai Demokrat.

Bergabungnya PAN (Partai Amanat Nasional) dan Partai Golkar ke koalisi Prabowo Subianto juga makin memperkuat posisi Partai Demokrat dalam koalisi pendukung Anies.

Waktu semakin pendek, dan para calon presiden harus segera mengambil keputusan. Prabowo menghadapi pilihan rumit antara Erick Thohir, Muhaimin Iskandar, atau Gibran Rakabuming Raka.

Ganjar Pranowo harus sabar menunggu titah Megawati yang akan memilih calon wakil presiden. Anies berada pada posisi fait accompli untuk memilih AHY. Take it or leave it. (kempalan)

Catatan

matamaduranews.com-Nama Hosnan Abrory ramai diperbincangkan. Sebagai Ketua DPRD…

Exit mobile version