matamaduranews.com–SURABAYA-Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2019 diterima dan disetujui oleh seluruh Fraksi DPRD Jatim dalam rapat paripurna DPRD Jatim, Senin (27/7/2020).
Kendati demikian, ada beberapa fraksi yang memberi beberapa catatan atas LPJ Gubernur Khofifah. Seperti, masalah pendapatan dan belanja serta temuan BPK.
Selain catatan dari sejumlah fraksi, anggota DPRD Jatim asal Bangkalan, Mathur Husyairi memberi catatan pedas atas Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Pemprov Jatim 2019.
Dalam rilis yang diterima redaksi Mata Madura, Mathur menyoal soal dana hibah Provinsi Jatim di tahun 2019 yang tak dilengkapi SPJ sebesar Rp 2,9 triliun.
“BerdasarLHP BPK RI Perwakilan Jawa Timur tahun 2020, hingga tanggal 17 Maret 2020, dana hibah sebesar Rp 2,9 Triliun belum dilengkapi SPJ. Jika ditotal, selama enam tahun, dana hibah tanpa SPJ mencapai Rp 4 Triliun. Dana hibah itu tidak jelas realisasinya,” sebut Mathur.
Mathur merinci, dalam laporan yang diketahuinya, dana hibah Provinsi Jatim tanpa SPJ diketahui sejak APBD tahun 2013.
Berdasarkan LHP BPK tahun 2014, dana hibah yang tidak dilengkapi SPJ senilai Rp 69,7 miliar. Tahun 2014 senilai Rp 215,72 miliar. Tahun 2015 senilai Rp 68,60 miliar, termasuk Dinas Pendidikan senilai Rp 57,75 miliar.
Sementara itu, pada tahun 2016, anggaran hibah tanpa SPJ senilai Rp 339,84 miliar yang terdapat pada 9 SKPD juga tidak dilengkapi SPJ, termasuk di Dinas Pendidikan (selain Dana Bos) senilai Rp 31,38 miliar.
Mathur juga menyayangkan adanya angka Silpa di APBD Pemprov Jatim 2019 yang tergolong fantastis, yaitu sebesar Rp 4,3 triliun.
“Silpa dengan dalih pemakaian istilah penghematan menurut saya tidak pas, karena semua OPD telah menganggarkan di masing-masing OPD nya dengan perencanaan yang cermat. Kalau toh kemudian di akhir tahun anggaran ada Silpa yang diakui sebagai bentuk penghematan, justru menurut saya ini ada masalah dalam perencanaan, realisasi dan evaluasinya,” sambung politisi PBB ini.
Mathur curiga banyak OPD tidak maksimal menyerap anggaran. “Bisa jadi, para OPD itu sudah tidak menemukan cara untuk menyerap dan menghabiskan anggaran. Kesannya adalah OPD- OPD di Pemprov Jatim hanya pintar dan jago menyerap anggaran, yang output dan outcome-nya cenderung diabaikan,” beber mantan aktivis Wonocolo ini.
Soal dana hibah Pemprov tanpa SPJ sebesar Rp 2,9 triliun, Mathur menduga ada tata kelola keuangan dana hibah yang buruk di lingkungan OPD Pemprov Jatim.
Dia mencontohkan, dana hibah di APBD 2019 sebesar Rp 8,5 Triliun. Namun dalam realisasinya, ada 11 OPD yang belum menyampaikan LPJ (laporan pertanggungjawaban) penggunaan dana hibah.
“Berdasarkan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2019 ada anggaran atau realisasi dana hibah sebesar 2,963563,861,161,71 (Rp 2,9 triliun) hingga 17 Maret 2020. Ini lebih besar dari temuan LHP BPK RI Perwakilan Jawa Timur di APBD TA 2018, sebesar Rp 1,1 miliar dana hibah yang belum menyerahkan SPJ,” jelasnya.
Karena itu, Mathur mendesak Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa untuk mengajak semua OPD yang menjadi verifikator dari semua pengajuan dana hibah harus melakukan monitoring dan evaluasi yang ketat.
“Termasuk inspektorat Jawa Timur harus mengambil langkah taktis dan tegas terhadap penerima dana hibah dari pemprov jatim. Ini uang rakyat yang harus direalisasikan dan dipertanggungjawabkan secara profesional,” pungkas Mathur.
Syaiful, Mata Madura