matamaduranews.com-BANGKALAN-Ditengah Pandemi Corona, Wisata Alam Pantai Tengket, Desa Maneron, Kecamatan Sepuluh, Madura baru saja dibuka.
Dibukanya wisata alam pantai Tengket, menjadi bahasan serius. Termasuk ada penolaka dari tokoh agama dan masyarakat terus bergulir.
Mereka menilai Pantai Tengket memiliki kesucian dan kesakralan bagi masyarakat sekitar.
Kiai Ayyub, Tokoh Agama Desa Maneron bercerita kepada Mata Madura, jika dibukanya pantai tengket dirinya menolak keras.
Kata Kiai Ayyub, tak jauh dari pantai berjarak 50 sampai 100 meter terdapat petilasan Almarhumah Ra Lilur atau pemilik nama lengkap Kiai Kholilurrahman.
“Pesan sesepuh desa Maneron (Kiai Ismail, almarhum), jaga pantai tengket. Jangan sampai terkontaminasi alam kekinian. Jangan sampai dibuat tempat maksiat. Tak jauh dari pantai ada petilasan Ra Lilur. Jaga kesakralan dan kemurnian itu,” terang Kiai Ayyub kepada Mata Madura.
Cerita Kiai Ayyub, jika dari dulu pantai itu beberapa kali menemui kebuntuan untuk dijadikan wisata. Tokoh agama dan sesepuh selalu menolak.
“Saya tidak melarang kebijakan dan mata pencarian orang. Tapi jika sudah melanggar kearifan lokal dan religiusitas setempat. Jelas itu sudah melanggar etika adat sosial,” tambahnya.
Dirinya berharap, pemerintah menjaga konsistensinya kesakralan tempat tersebut. Begitu juga sisi religiusnya pantai itu cukup sakral. Jangan sampai ada pihak yang mencari keuntungan.
“Ini persoalan kemanusiaan, kepercayaan pada leluhur. Religusitas Ra Lilur masih kami percaya. Kita berharap pantai segera ditutup. Pemerintah jelilah dalam bertindak. Itu petilasan Kiai Lilur. Saat ini dijadikan sebagai tempat mesum,” paparnya.
Hal senada juga disampaikan Mahfud, Tokoh Masyarakat Maneron. Dirinya menolak keras pembukaan wisata Pantai Tengket karena tak ada rembukan dengan tokoh setempat.
“Jika dulu, ada rembukan tokoh masyarakat dan agama. Tetapi mulai dulu tidak pernah ada yang setuju jika pantai tengket dijadikan wisata. Disana tempat mustajab untuk berdoa. Ada petilasan. Untuk tawassul,” jelasnya
Sayangnya pihak pengelola didanai oleh orang luar di luar Desa Maneron.
“Saya menolak keras. Tutup pantai tengket ditutup. Keberadaan pantai menghilangkan kearifan lokal. Religiusitas hilang. Daya tarik wisatawan, keberadaannya justru identik dengan hiburan dan mesum. Banyak semak belukar disana,”
Sedang Ketua BPD Desa Maneron, Imam Faisol, pihaknya bersama sesepuh dan tokoh masyarakat desanya sudah bersepakat untuk menolak pembukaan tempat wisata itu dengan menggalang tandatangan sebagai bukti penolakannya.
“Para sesepuh selalu mengingatkan sejarah kekeramatan lokasi itu yang sejak ditemukan oleh alm. Ra Lilur diyakini sebagai tempat pertemuan para wali,” jelasnya.
Selain keramat, kata Imam, pengelolaan tempat wisata itu belum mengajukan izin, baik ke Desa, Kecamatan maupun ke Dinas terkait.
“Setelah dibuka dan ramai pengunjung, baru ada pemberitahuan ke pada Kepala Desa,” imbuhnya.
Syaiful, Mata Madura