Demo Pilkades Hingga Maghrib di Kantor Pemkab. Warga Masih Belum Puas

Camat Batu Putih Edi Purwo sempat terjebak di tengah aksi demonstrasi. (dok.matamadura)

matamaduranews.comSUMENEP– Ribuan warga Desa Juruan Laok, Kecamatan Batuputih, Sumenep,  mendatangi Kantor Pemkab Sumenep dan DPRD Sumenep, Selasa (8/10/2019).

Mereka protes karena Bacakades atas nama Sahmat Ariyanto dan Noer Mahenny terelimenasi dalam pencalonan Pilkades Juruan Laok Tahun 2019.

Protes warga karena menganggap Perbup 54/2019 tentang Pilkades dinilai merugikan sebagian Bacakdes dan menguntungkan incumbent.

Sekitar 30 Mobil Pick Up warga Juruan Laok berkumpul di taman bunga Sumenep. Lalu berbondong-bondong datang ke Kantor Pemkab, JL Dr Cipto. Setelah puas berorasi mereka beralih ke Kantor DRPD Sumenep untuk menyampaikan protesnya terhadap peraturan skoring dan hasil nilai test Bacakades.

Saat di depan Kantor DPRD Sumenep, Camat Batu Putih, Edi Pur sempat tersandera di tengah peserta aksi. Dari berbagai negosiasi, perwakilan warga diminta masuk ke kantor DPRD Sumenep.

Perlu diketahui, Desa Juruan Laok, ada 8 orang pendaftar Bacakades. Sesuai PP dan Perbup 54/2019,  Bacakades dibatasi 5 Cakades. Dengan demikian, ada 3 Bacakades harus tereliminasi.

Banyak di antara mereka yang tidak paham maksud mengikuti aksi protes.

Sebagaimana dikatakan Pak Pabiye warga Juruan Laok yang juga ikut datang bersama keluarganya. Dirinya datang untuk menjaga kekompakan bersama tetangga.

“Saya datang bersama anak, istri, menantu dan cucu karena tidak enak sama tetangga,” ungkapnya.

Kemudian dirinya coba ditanya soal orator aksi. Dia juga mengatakan jika dirinya juga tidak tahu. Bahkan dia mengatakan jika dirinya tidak kenal dengan sang orator yang bukan orang Juruan Laok.

“Saya tidak tahu dia siapa,” ungkapnya.

Pak Juhama, juga warga Desa Juruan Laok, selaras dengan Pak Pabiya. Dia datang ikut aksi karena mendapat informasi berseleweran dari mulut ke mulut yang pada akhirnya memojokkan pemerintah.

“Saya tidak tahu kemarin daftar ke kabupaten bisa, tapi kemudian oleh panitia Pilkades dibilang tidak bisa (mencalonkan diri),” jelasnya.

Kemudian dia coba dikonfirmasi apakah dirinya kenal atau tidak dengan orator aksi. Dia mengatakan jika dirinya hanya tahu sebatas informasi dari mulut ke mulut, dia tidak kenal dan mengatakan orator tersebut bukan orang Juruan Laok.

“Saya tidak tahu, tapi katanya dia punya pangkat apa. Dan bukan orang Juruan Laok,” jelasnya.

Keganjilan selanjutnya diungkapkan oleh Edi Purwo, Camat Batu Putih Sumenep. Dia mengatakan jika massa aksi kali ini tidak hanya diikuti oleh warga Juruan Laok. Tapi juga warga desa lain.

Melalui tim Musayawarah Pimpianan Kecamatan (Muspika) dia mengatkan jika timnya memang sudah mengantongi beberapa informasi terkait dengan massa aksi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataannya bahwa massa aksi terdiri dari beberapa desa. Namun dirinya tidak mengatakan desa apa saja yang warganya ikut aksi.

“Memang ada dari desa lain, namun saya tidak tahu mereka dari desa apa saja itu informasi yang saya dapat dari Muspika,” ungkapnya.

Kemudian dia menjelaskan bahwa warga yang ikut aksi yang datang dari desa selain Juruan Laok merupakan famili dari salah satu Cakades yang gagal jadi cakades. “Ya mereka yang datang merupakan familinya Sahmat,” jelasnya.

Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa masaa aksi kali ini dimotori oleh Sahmat warga Juruan Laok yang tidak lolos persyaratan cakades.

Sebagaimana dijelaskan oleh Pak Muhama di atas jika Sahmat dan isterinya yang bernama Noer Mahenny yang juga mendaftar sebagai Cakades tidak lulus persyaratan, “Sahmat dan isterinya tidak bisa jadi Cakades, ya kami pertanyakan sekarang,” pungkas pak Sahma.

Noer Mahenny mengaku dirinya telah telah memenuhi syarat namun oleh Panitia Pilkades dirinya tidak mendapat skoring.

Noer Mahenny mengaku memiliki pengalaman di lembaga pemerintahan. Dibuktikan dengan SK pengangkatan dari Kementerian Pekerjaan Umum sebagaimana dilampirkan dalam berkas Bacakades.

“Tapi SK itu tak diakui oleh panitia. Sehingga tak punya nilai dalam skoring. Ada upaya penjegalan atau perampasan hak kepada bakal calon atas nama Noer Mahenny yang tidak lolos dalam kontestasi Pilkades desa Juruan Laok,” kata Mahmud, salah satu massa aksi, Selasa (8/10/2019).

Orator aksi yang tidak dikenal kebanyakan massa aksi ternyata merupakan anggota LSM yang bernama Edi Kuncir warga Pulau Gili Raja.

Pada 30 September 2019, Edi juga tengah terlihat terlibat mengawal aksi warga Gili Raja ke DPRD Sumenep.

Edi menjelaskan jika aksi yang dipimpinnya tersebut merupakan penyataan protes terhadap Perbub Pilkades yang diniali tidak adil terhadap rakyat.

Menurutnya, Perbup 54/2019 menguntungkan calon incumbent sehingga menimbulkan diskriminasi terhadap Cakaders baru.

Usai demo di Kantor DPRD Sumenep, ribuan massa kembali ke Kantor Pemkab Sumenep. Mereka terus menggelar akasi jelang shalat Maghrib. Sesaat kemudian, massa membubarkan diri dari halaman Pemkab Sumenep.

Kendati demikian, massa mengaku masih belum puas. Massa minta Perbup 54/2019 yang membatasi lima calon Kades dicabut.

“Perbup kan dibikin manusia. Cabut saja. Beres kan. Biar hak-hak warga tak didzalimi dalam Pilkades,” teriak massa dalam aksinya.

Ketua DPRD Sumenep, Hamid Ali Munir menyarankan kepada pihak yang mengaku dirugikan agar menggunakan jalur gugatan ke PTUN. Sebab, DPRD sebagai lembaga politik tak bisa mengambil keputusan terkait legalitas tahapan Pilkades.

Panitia Pilkades Juruan Laok, Etto kepada sejumlah media mengatakan, soal SK dari Kementrian PU yang dimiliki Bacakades Noer Mahenny sudah dikonsultasikan ke Panitia Pilkades tingkat Kabupaten. Kata Etto, SK dari Kementerian itu tak diakui untuk mendapat skoring sebagai pengalaman di pemerintahan.

“Kami sebagai panitia sudah melangkah dan berbuat sesuai prosedur dan aturan. Kalau masih tak terima silahkan jika mau menempuh jalur hukum,” terang Hartono, panggilan akrabnya.

tim mata madura

Exit mobile version