Catatan

Di Atas Meja, Awal Sukarno Berpidato

Awal Sukarno Berpidato
Bung Karno memukau massa saat berpidato.

matamaduranews.com-Sukarno terlahir sebagai penakluk. Dalam konteks heroik, ia adalah penakluk Belanda, Jepang dan mengenyahkannya dari Tanah Air.

Lebih dari itu, Sukarno muda juga penakluk noni-noni Belanda. Mellhuysen, Gobee, Laura, Raat, dan Mien Hessels adalah lima noni Belanda yang pernah dipacarinya.

Kelak ia akan dikenal sebagai pemimpin gerakan Indonesia Merdeka bersenjatakan ribuan pedang dan anak panah yang meluncur dari tangan dan mulut.

Dengan kedua tangannya, ia melahirkan tulisan-tulisan yang menebas dan mengoyak praktik kolonialisme Belanda. Dengan mulutnya ia mengalirkan pidato-pidato yang menggugah semangat mengenyahkan penjajah.

Sukarno muda, sangat gemar mengikuti Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, tokoh Sarekat Islam dalam berbagai aktivitas.

Cara dan gaya orasi Tjokro tak luput dari perhatiannya. Di kemudian hari kita tahu, Sukarno menjadi orator ulung. Manakala ia berpidato, lautan manusia tersirep, redam, hening, khidmat.

Kepiawaian Sukarno berbicara bukan “ujung-ujug”, bukan sesuatu yang tiba-tiba. Ia melatihnya di kegelapan kamar tanpa aliran listrik.

Di pengapnya ruang kamar tanpa jendela. Di tengah malam buta, ia biasa berpidato dengan suara lantang, berirama, menghentak, menghanyutkan. Ia bisa menjadi siapa saja, dan menyuarakan apa saja.

Satu malam, ia berpidato seolah-olah dirinya Pericles (460-400 SM) dari Yunani. Masih di depan tembok dan disaksikan cicak-cicak di dinding, Bung Karno juga mengumpamakan dirinya Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM), dari Itali.

Kali lain ia berpidato serasa dirinya adalah George Washington (1732-1799) dari Amerika Serikat. Mereka adalah para orator ulung.

Praktik belajar pidato dilakukan di kamar pondokan Tjokroaminoto di Gang Peneleh 7, Surabaya. Teman-teman penghuni kamar yang lain, tahu betul situasi itu.

Mulanya mereka menghardik, menyuruh diam karena mengganggu ketenangan malam. Dua senior yang juga kost di ruma Cokro adalah Semaun dan Kartosuwiryo.

Sukarno muda tidak menggubris cemooh bahkan hardikan para seniornya, terutama Kartosuwiryo.

Sukarno muda terus saja berlatih pidato setiap malam. Lama-kelamaan, mereka hanya saling pandang dan berkata datar, “Biasa…. si No mau menyelamatkan dunia….” Nama Karno dipanggil pendek, “No”.

Nah, tahukan Anda, kapan untuk pertama kali Sukarno “berpidato”? Mungkin tidak penting, tapi sungguh patut dicatat untuk seorang tokoh bangsa, proklamator negeri ini.

Dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Sukarno menyebut pidato di Studieclub HBS-lah sebagai pidato pertamanya.

Ketika itu, ia berusaia 16 tahun. Studieclub adalah pengajaran tambahan di HBS, yang bertujuan untuk membahas buah-buah pikiran dan cita-cita.

Pembicara pertama, tentulah Ketua Studieclub. Ia membuka statemennya dengan mengatakan, “Adalah menjadi suatu keharusan bagi generasi kita untuk menguasai betul bahasa Belanda….”

Setiap orang setuju. Setiap orang… kecuali Sukarno! Ia –entah dirasuki apa– tiba-tiba meloncat ke atas meja dan berkata keras, “Tidak. Saya tidak setuju!” Tentulah semua peserta Studieclub terbelalak, terbengong-bengong, terheran-heran.

Selanjutnya… bergulir pidato Sukarno. Pidato yang pertama yang dilakukannya di muka banyak orang, tidak hanya di kesendirian. Bukan pidato di hadapan “tidak seorang pun” kecuali tembok dan kegelapan malam.

“Tanah kebanggaan kita ini dulu pernah bernama Nusantara. Nusa berarti pulau. Antara berarti di antara. Nusantara berarti ribuan pulau-pulau, dan banyak di antara pulau-pulau ini yang lebih besar daripada seluruh negeri Belanda. Jumlah penduduk negeri Belanda hanya segelintir jika dibandingkan dengan penduduk kita. Bahasa Belanda hanya dipergunakan oleh enam juta manusia,” Bung Karno berorasi.

 Next: Sukarno terus dan terus berkata-kata

Dhimam Abror
Catatan

matamaduranews.com-PWI DUA kubu. Konflik PWI tentu berefek pada…

Exit mobile version