Opini

Fattah Jasin dan Gejolak PKB

×

Fattah Jasin dan Gejolak PKB

Sebarkan artikel ini
Fattah Jasin dan Gejolak PKB
Sujono

Oleh: Om Jo*

matamaduranews.com-DPC PKB Sumenep di Pilkada 2020 sedang menghadapi ujian.

Para kader murni PKB sedang berebut tiket Parpol dengan pendaftar bakal calon bupati (Bacabup) non kader. Sehingga timbul gejolak di internal PKB.

Persoalan berawal dari sikap Fattah Jasin, Bacabup non kader. Fattah dinilai ‘mengacak-acak’ tradisi kultur PKB Sumenep. Sehingga para kader dan pejuang PKB ada yang tersayat luka.

Para kiai sebagai pejuang sejati PKB sebenarnya sederhana. Tak muluk-muluk.

Hanya perlu metode khusus. Ada cara khusus berkomunikasi bila ingin menyampaikan hajat politiknya.

Karakter kader dan pejuang PKB Sumenep emang khas nan unik. Bukan semata materi yang mengedepan. Bukan pula tak mau cost politik.

Tapi ada prinsip hidup yang dipegang erat dalam keseharian. Termasuk berpartai politik.

Mereka menjunjung tinggi nilai tradisi sebagai bagian dari iman sosial. Menghormati lebih sepuh. Menghargai yang lebih muda usianya.

Ada tengka dalam bahasa orang Sumenep yang perlu dijunjung tinggi. Adab atau akhlak berpolitik yang menjadi roh kehidupannya.

Tengka itu menjelma dalam pribadi setiap para pejuang sejati. Sehingga muncul istilah harga diri bagian dari pertaruhan hidup atau mati.

Fattah Jasin sebelum mendaftar Bacabup PKB sudah dinilai melukai para pejuang sejati. Fattah tak melalui pintu tradisi yang dianut pejuang PKB.

Pintu tengka dikesampingkan. Fattah lebih mendahului komunikasi elit partai. Ketimbang komunikasi kepada para juru kunci PKB Sumenep.

PKB Sumenep memiliki ciri khas tersendiri. Sama hal dengan PKB daerah lain, PKB Situbondo, misalnya.

Meski PKB Sumenep merupakan kepanjangan struktur dari pengurus pusat dan wilayah.

Tapi, aura dan kharisma para pejuang PKB Sumenep memiliki jimat sendiri dalam membesarkan partai.

Lain kata, tanpa bantuan orang luar Sumenep, PKB Sumenep bisa tumbuh besar secara organik.

Sebagai salah satu pendiri PKB Sumenep, saya mengerti betul bagaimana perjuangan yang berdarah-darah dalam membesarkan partai warisan mendiang Gus Dur.

Para pejuang PKB di awal pendirian ikut iuran untuk menghidupi partai. Para simpatisan juga ikut mendonasikan sebagian hartanya untuk perjuangan ulama lewat partai politik yang dilahirkan PBNU.

Masyarakat menganggap PKB sebagai wadah perjuangan ulama NU.

Bagi sebagian orang Sumenep, ulama merupakan sosok yang bisa membela di dunia dan akhirat. Sehingga muncul adagium; mate odhi’ noro’ ulama.

Saya melihat wajar jika para kader PKB ada yang merasa tersayat luka. Para ulama yang menjadi panutannya, dianggap tak lagi dihargai oleh Bacabup non PKB.

Perjuangan mereka dianggap sudah tak ada nilai. Mereka biasanya akan melakukan apa saja. Sebagaimana mereka meyakini akan nilai jihad dalam memperjuangkan kebenaran.

Saya tak lagi kaget mendengar kasak kusuk rencana 80% para pengurus dari tingkat kecamatan dan ranting untuk menolak Bacabup non kader.

Bagi pejuang PKB; kalah terhormat dalam Pilkada asal kader yang maju. Daripada menang di Pilkada, tapi non kader yang maju.

Jika belum percaya kekhasan PKB Sumenep. Lihat saja.

Saya hanya akan menjadi saksi sebagai salah satu pendiri PKB Sumenep.

*Sujono salah satu pendiri PKB Sumenep.

KPU Bangkalan

Respon (2)

    1. Pengurus PKB yang sedang ngotot untuk tetap menggoalkan calon bupati non Partai,, berarti dengan kata lain ” Ta’ tao ka tengka”, kalau itu seorang kyai berarti dia itu lupa bagaimana PKB pada saat mau didirikan,,bisa dibilang dia itu tidak ikut andil dalam pembentukan PKB dari awal,,,sehingga tidak tau bagaimana sejarah Pendirian PKB di kabupaten Sumenep. Dia itu numpang setelah PKB sudah kokoh.

Komentar ditutup.