Berita UtamaReligi

Gagal Berangkat Haji, Tapi Dapat Gelar Haji Mabrur

Haji Mabrur
Ilustrasi

matamaduranews.com-Tak sedikit orang orang berlomba-lomba berangkat haji. Tapi abai terhadap kondisi sekitar.

Setidaknya, kisah Abdullah bin Mubarak dengan Abu al-Fath si tukang sol sepatu menjadi pelajaran sebelum berangkat menunaikan ibadah haji.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Berikut kisahnya yang dirangkum dari kitab “Al-Zuhd” karya Abdullah bin Mubarak dan “Al-Hilyah” karya Abu Nu’aym al-Isfahani.

Abdullah bin Mubarak seorang ulama besar, kaya, dan dermawan. Suatu ketika, setelah melaksanakan ibadah haji, beliau tertidur di dekat Ka’bah. Dalam mimpinya ia mendengar dua malaikat sedang bercakap-cakap.

Dalam mimpi itu, Abdullah mendengar bahwa hajinya tidak diterima Allah, tetapi ibadah seorang tukang sol sepatu dari Damaskus, yang tidak jadi berangkat haji, justru diterima dan mendapatkan gelar haji mabrur.

Karuan saja Abdullah bin Mubarak terbangun dari tidurnya setelah mendengar percakapan dua malaikat itu.

Salah satu malaikat bertanya, “Berapa banyak orang yang menunaikan haji tahun ini?”

Malaikat lainnya menjawab, “Ada 600 ribu orang.”

Malaikat pertama bertanya lagi, “Berapa banyak yang diterima hajinya?”

Malaikat kedua menjawab, “Hanya satu orang, yaitu seorang tukang sepatu dari kota Damaskus.”

Mendengar ini, Abdullah bin Mubarak terkejut. Bagaimana mungkin seorang yang tidak hadir di Tanah Suci bisa diterima hajinya?

Abdullah pun memutuskan untuk mencari tahu sosok Abu al-Fath, tukang sol sepatu seperti yang diperbincangkan oleh dua malaikat dalam mimpinya.

Pertemuan dengan Abu al-Fath

Setelah pulang dari haji, Abdullah bin Mubarak pergi ke Damaskus dan mencari Abu al-Fath.

Setelah bertemu, Abdullah bertanya tentang amal atau perbuatan apa yang telah dilakukannya.

Abu al-Fath bercerita, istrinya ngebet ingin makan ayam bakar. Saat itu, istri Abu al-Fath mencium aroma ayam yang sedang bakar.

Abu al-Fath mencari asal sumber aroma itu. Ketemu. Ternyata seorang perempuan yang sedang membakar ayam.

Lalu si Abu al-Fath hendak membeli ayam yang sedang dibakar di atas arang. Tapi si perempuan itu melarangnya dan berkata. “Ayam ini haram untuk tuan. Tapi halal untuk kami,”.

Si perempuan itu melanjutkan,” Kami bersama dua anak kami sudah tiga hari tidak makan. Ayam ini bangkai. Karena kelaparan saya terpaksa membakar bangkai ayam ini untuk dimakan,”.

Mendengar penuturuan si perempuan itu, Abu al-Fath kembali ke rumah dan menyampaikan ke istrinya apa yang diceritakan si perempuan itu.

Seketika Abu al-Fath terbesit untuk memberikan uang ongkos naik haji kepada si perempuan yang kelaparan itu. Si istri menyetujui keinginan Abu al-Fath.

“Sebenarnya, aku sangat ingin menunaikan ibadah haji. Selama bertahun-tahun, aku menabung untuk perjalanan ini. Namun, ketika tabunganku sudah mencukupi, aku melihat tetanggaku yang sangat miskin. Mereka kelaparan dan hampir tidak bisa bertahan hidup. Aku pun merasa kasihan dan memberikan semua tabunganku untuk mereka. Aku tidak jadi pergi haji, tetapi aku merasa itu adalah yang terbaik yang bisa kulakukan.”

Abu al-Fath. melanjutkan, “Aku berkata kepada keluargaku, ‘Mungkin ini adalah haji terbaik yang bisa kulakukan, karena aku yakin Allah lebih ridha jika aku menolong mereka.’”

Pelajaran dari Kisah Ini

Abu al-Fath, tukang sol sepatu tidak jadi menunaikan haji secara fisik, tetapi niatnya yang ikhlas untuk membantu orang lain membuat amalnya diterima Allah seperti haji mabrur.

Keutamaan Menolong Sesama: Membantu orang lain dalam kesulitan, terutama mereka yang membutuhkan, adalah bentuk ibadah yang sangat dicintai Allah.

Kisah ini mengajarkan bahwa Allah menerima amal berdasarkan niat dan ketulusan hati, bukan semata-mata dari pelaksanaan ritual. Haji mabrur tidak hanya terletak pada fisik perjalanan ke Makkah, tetapi pada keikhlasan, pengorbanan, dan kepedulian kepada sesama.

redaksi

Exit mobile version