matamaduranews.com–PAMEKASAN-Pasca tindak kekerasan yang dilakukan oknum anggota Polres Pamekasan terhadap demonstran yang menyoroti maraknya tambang ilegal di Pamekasan, LSAKP (Lingkar Studi dan Advokasi Kebijakan Publik) menilai Bupati Pamekasan tidak sungguh-sungguh mengurus lingkungan.
“Jika Bupati Pamekasan serius, dari dulu seharusnya, bupati sudah bisa Satuan Polisi Pamong Praja Pamekasan untuk berkoordinasi dengan Satuan Pamong Praja Provinsi Jawa Timur untuk menutup tambang illegal,â€sebut Ketua LSAKP, H Syawaluddin kepada Mata Madura, Sabtu (27/06/2020).
Menurut aktivis kelahiran Sampang ini, secara filosofis, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009, mengamanatkan kepada kepala daerah untuk memimpin pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup.
“Saya paham, sikap seperti ini bupati ambil karena telah menjadikan politik sebagai panglima. Jika Bupati meletakkan hukum sebagai panglima, maka pasti bupati akan terdepan memimpin pelestarian dan pelindungan lingkungan hidup,†tambah Ketua LSM yang berkantor di Surabaya ini.
Menurut pria yang berusia 40 tahun ini, Bupati Pamekasan sepertinya akan mengambil sikap safety. Yaitu memilih mengikuti arus yang paling kuat. Bukan mana  yang paling benar. Bupati tidak akan mau berhadapan dengan pemilik tambang illegal yang sebagian dimilki tokoh. Sebagian lainnya milik pengusaha tambang yang didukung oleh ratusan pekerja tambang.
“Saya yakin 90%, tapi semoga saya salah, tidak akan ada penutupan tambang illegal. Kalau pun ada akan dipilih satu dua saja yang dikorbankan untuk memanipulasi kepuasan publik. Untuk sebagian besar, sisanya akan beroperasi lagi secara perlahanâ€, urai ayah satu anak ini.
Menurut aktivis yang saat ini sedang melaporkan beberapa pemilik reklamasi illegal dan tambang illegal di Sampang ini, sikap Bupati Pamekasan itu sejalan dengan sikap Polres Pamekasan yang juga akan mengambil langkah safety.
“Polres Pamekasan bukan tidak tahu telah terjadi pidana lingkungan di wilayah Pamekasan. Kapolres dan seluruh jajarannya sangat paham. Tetapi tidak mau mengambil rsiko. Karena Galian C selain berpotensi dimainkan, juga sebagai trigger konflik horizontal antara pemilik tambang dengan kelompok aktifis. Termasuk ada backup oleh kekuatan lain,†urai aktivis yang selalu berpenampilan sporty ini.
Menurut H Syawal, pidana lingkungan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah delik biasa. Bukan delik aduan. Sehingga, tanpa ada yang melaporpun polisi sudah bisa langsung memproses hukum pemilik tambang illegal.
“Semua unsur yang menjadi syarat tuntutan pidana, sudah terpenuhi semua. Pelakunya ada, perbuatannya sudah dan sedang terjadi. Izin tidak ada. Kerusakan lingkungannya sudah terjadi. Apalagi yang mau ditunggu?,” tanyanya keheranan.
Saat ditanya, apakah tidak ada peluang proses hukum berjalan? Aktifis yang punya hobby music ini mengatakan, peluang itu ada. Tapi harus cara yang luar biasa. Bupati butuh perjuangan kersa. Diehard alias berdarah-darah.
“Peluang penutupan tambang illegal secara massif akan terjadi apabila ada kejadian luar biasa. Pertama, maaf-maaf, ada tragedy seperti di Lumajang. Kedua, Bupati dan Kapolresnya “gila†seperti Bupati Lumajang saat ini. Tidak pernah berpikir dan bertindak politis saat memngawal penegakan hukum. Ketiga, aktifisnya juga “gilaâ€. Tahan terhadap tekanan dan rayuan uang. Pertanyaannya, adakah itu di Pamekasan?,†tanya H Syawal sambil tertawa ringan.
Meskpun demikian, secara pribadi H Syawal mengaku menaruh hormat yang setinggi-tingginya terhadap perjuangan teman-teman PMII. Dirinya yakin, Ketua PMII Cabang Pamekasan bersama seluruh aktifis Pamekasan tidak akan pantang menyerah menyuarakan kebenaran,” pungkas dalam wawancara Mata Madura di sebuah café Pamekasan.
Johar Maknun