Catatan

Getaran ‘Tsunami’ Pilkada Sumenep

×

Getaran ‘Tsunami’ Pilkada Sumenep

Sebarkan artikel ini
Getaran 'Tsunami' Pilkada Sumenep
ilustrasi

Catatan: Hambali Rasidi

matamaduranews.com-Semula saya berpikir, Pilkada Sumenep 2020 perebutan kelompok. Kiai vs non Kiai. Atau perebutan gula sumber migas.

Maklum, Sumenep kaya sumber Migas. Ada tiga sumur Migas yang sudah berproduksi. Dan dua sumur masih tahap produksi. Perkirakan 2021 mulai produksi.

Kesimpulan itu ternyata tak 100% benar. Ada yang luput dari perhatian.

Penyebab rebutan jabatan Bupati Sumenep itu juga ada faktor hegemoni politik. Yang bertujuan ingin mencengkram kekuasaan dari jarak jauh.

Seperti pangkalan militer Amerika Serikat. Ada zonasi yang menjadi titik perhatian. Maka, ditempatkanlah 172.966 militer Amerika. Mereka menyebar di berbagai zona konflik Timur Tengah.

Penempatan militer itu sebagai dalih Amerika perang melawan teror. Walau ada misi ekonomi Amerika yang tersembunyi.

Siapa pun, pemimpin negara yang tak mau ikut bebek ke Amerika, siap-siap menghadapi agresi militer.

Kecuali negara itu menjadi kekuatan yang diperhitungkan. Jika tidak, siap-siap menghadapi agresi militernya.

Menggulingkan kekuasaan ternyata tak melulu perang fisik.

Politisi Italia, Antonio Gramsci yang mencetus perlunya perang manuver untuk menggulingkan pengaruh tirani kekuasaan.

Kekuasaan yang semena-mena. Tanpa melihat potensi grassroot.

Salah satu hegemoni para tirani kekuasaan itu adalah partai politik yang dikendalikan lewat ketuanya.

Waktu itu di Italia tahun 1915-an, Gramsci melihat cengkraman politik begitu mendominasi.

Semua orang harus ikut bebek. Jika tidak, rekom elit partai tak akan turun.

Hegemoni geopolitik imperial yang mendominasi. Begitu istilah kaum akademik menyebutnya.

Efek dari hegemoni itu, turunan elit kekuasaan juga ikut mengatur kelompok-kelompok sesuai seleranya.

Situasi itu yang mendorong Gramsci mencetuskan teori Perang Manuver. Dia menulis di berbagai surat kabar. Mengkritik ketimpangan sosial, ekonomi dan hak-hak politik warga yang dikebiri.

Gramsci terus melawan hegemoni budaya politik. Melawan penjajahan politik tanpa melihat arus bawah.

Lalu pada 21 Januari 1921, di kota Livorno, Gramsci mendirikan Partai Politik.

Partai itu sengaja didirikan semata melawan tirani kekuasaan. Melawan penjajahan politik melalui Parpol.

Melawan sikap arogan elit partai tanpa mempertimbangkan potensi-potensi lokal.

Langkah Gramsci bukan tanpa rintangan. Dia sadar kekuatan kapitalis dan kelompok borjuis bakal menantangnya.

Gramsci juga sadar para elit Parpol masih di bawah ‘ketiak’ para kapitalis dan kaum tajir.

Maka ia melakukan langkah-langkah politik sesuai selera arus bawah (grassroot).

Pada 1924 Gramsci dikudeta dari ketua Parpol. Dia terus melawan memerangi cengkraman jajahan politik.

Gramsci terus melakukan “revolusi pasif” atas hegemoni penjajahan politik.

 9 November 1926, pemerintah menangkap Gramsci. Dia ditahan di penjara Romawi Regina Coeli .

Gramsci dihukum 20 tahun. Selama 5 tahun dikurung di pulau Ustica. Pada tahun berikutnya, Gramsci menjalani hukuman di Turi, dekat Bari.

27 April 1937, Gramsci meninggal dunia.

Kembali ke Pilkada Sumenep 2020.

Sudah ada tanda-tanda.

Rekomendasi partai untuki calon yang akan daftar ke KPU sepertinya akan diremote jarak jauh.

Tanpa peduli aspirasi dari arus bawah (grassroot)

Kalau demikian, bisa diramal bakal akan terjadi ‘Tsunami Pilkada Sumenep’.

Getarannya sudah terasa.

Mulai Sabtu kemarin.

Viral video dan rekaman suara ketua Parpol.

“Jika Bapak Terpilih Jadi Bupati Sumenep…kami DPC, tolong libatkan….,” begitu cuplikan isi pembicaraan ketua Parpol dengan pendaftar Bakal Calon Bupati.

Pesona Satelit, 19 Januari 2020.

KPU Bangkalan
Tanah Kas Desa
Hankam

matamaduranews.com-WINANTO bertanya lokasi TKD ber-Letter C yang ramai…