Religi

Guru Mursyid Membimbing Murid Wushul Ilallah

Guru Mursyid
Ilustrasi

سبحان من لم يجعل الدليل على أوليائه إلا من حيث الدليل عليه ولم يوصل إليهم إلا من أراد أن يوصله إليه

“Mahasuci Allah yang tidak menjadikan tanda bagi para wali-Nya selain tanda yang menunjukkan ada-Nya. Mahasuci Allah yang tidak ‘mempertemukan’ kepada para wali selain orang yang dikehendaki sampai kepada-Nya (wushul ilallah)

matamaduranews.com -Para waliyullah itulah Guru Mursyid. Menurut Ibnu Athaillah, apabila seorang dipertemukan dengan Guru Mursyid dan memiliki keyakinan serta beradab kepadanya. Bagian dari cara Allah untuk menuntun seseorang itu agar bisa wushul ilallah.

Menurut Ibnu Athaillah as-Sakandari, seorang murid bisa wushul ilallah (sampai kepada Allah) melalui bimbingan Guru Mursyid.

Lalu melakukan tazkiyatun nafs (pensucian jiwa), tafwidh (penyerahan diri kepada Allah), dan istiqamah dalam ibadah serta dzikir.

Dalam Al-Hikam, Ibnu Athaillah memberikan berbagai kaidah penting untuk mencapai makrifatullah (pengenalan sejati kepada Allah).

Berikut adalah langkah-langkah utama menurut beliau:

1. Melepaskan Ketergantungan kepada Diri Sendiri dan Dunia

Ibnu Athaillah menekankan bahwa seseorang tidak akan bisa wushul ilallah selama ia masih bergantung pada usaha, kepandaian, dan dunia.

“Usahamu untuk mencapai sesuatu yang telah dijamin untukmu, dan kelalaianmu dalam sesuatu yang diminta darimu, adalah tanda butanya mata hatimu.” (Al-Hikam)

Maksudnya, seorang murid harus fokus pada tugasnya sebagai hamba, yaitu taat kepada Allah, bukan sibuk mengejar dunia yang sudah dijamin oleh-Nya.

Cara menerapkannya:

Bertawakal dalam segala hal dan percaya pada takdir Allah.

Tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama, tetapi hanya sebagai sarana ibadah.

2. Berguru kepada Mursyid Sejati

Ibnu Athaillah menegaskan bahwa seorang murid butuh bimbingan mursyid yang telah mencapai makrifat agar tidak tersesat dalam perjalanan spiritualnya.

“Jangan bersahabat dengan orang yang keadaannya tidak membangkitkan semangatmu kepada Allah.” (Al-Hikam)

Seorang mursyid sejati akan mengarahkan murid kepada Allah, bukan kepada dirinya sendiri atau kepentingan duniawi.

Cara menerapkannya:

Mencari guru yang berilmu, zuhud, dan memiliki hubungan kuat dengan Allah.

Mengikuti bimbingan dengan ketaatan dan adab yang tinggi.

3. Melakukan Mujahadah (Bersungguh-sungguh dalam Ibadah dan Dzikir)

Untuk wushul ilallah, seorang murid harus melawan hawa nafsu dan memperbanyak dzikir agar hatinya bersih dari selain Allah.

“Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi hati selain uzlah, di mana ia masuk ke dalam medan tafakkur.” (Al-Hikam)

Cara menerapkannya:

Bersungguh-sungguh dalam shalat, puasa, dan ibadah sunnah.

Memperbanyak dzikir dengan hati yang hadir, terutama dzikir Ismudz Dzat (“Allah, Allah”).

Mengurangi bicara yang tidak perlu dan lebih banyak merenung tentang kebesaran Allah.

4. Menyerahkan Diri Sepenuhnya kepada Allah (Tafwidh)

Ibnu Athaillah mengajarkan bahwa wushul ilallah tidak bisa dicapai dengan usaha sendiri saja, tetapi harus dengan penyerahan total kepada Allah.

“Siapa yang menyangka bahwa ia bisa sampai kepada Allah dengan usahanya sendiri, maka ia belum mengenal Allah.” (Al-Hikam)

Cara menerapkannya:

Mengikhlaskan semua amal hanya untuk Allah, bukan karena ingin pujian atau balasan dunia.

Tidak berbangga dengan ibadah, karena semua taufik berasal dari Allah.

Menerima segala ketetapan Allah (ridha) tanpa mengeluh.

5. Menghilangkan Ego dan Merendahkan Diri di Hadapan Allah

Seorang murid tidak akan bisa mencapai makrifatullah jika masih dipenuhi oleh ego, kesombongan, dan merasa dirinya memiliki sesuatu.

“Siapa yang merasa dirinya memiliki sesuatu, maka ia tidak akan sampai kepada Allah.” (Al-Hikam)

Cara menerapkannya:

Selalu merasa butuh kepada Allah dan tidak sombong dengan ilmu atau ibadahnya.

Menyadari bahwa semua yang dimiliki hanyalah titipan Allah.

Memohon ampun setiap saat, karena manusia selalu dalam keadaan kekurangan.

6. Menghilangkan Ketergantungan kepada Makhluk

Ibnu Athaillah menegaskan bahwa seorang murid tidak akan wushul ilallah selama masih menggantungkan harapan kepada manusia, harta, atau dunia.

“Jika engkau ingin sampai kepada Allah, tinggalkan segala sesuatu yang menghalangimu menuju-Nya.” (Al-Hikam)

Cara menerapkannya:

Hanya berharap kepada Allah, bukan kepada manusia.

Tidak terlalu bergantung pada dunia, jabatan, atau materi.

Meyakini bahwa semua kebaikan datang dari Allah, bukan dari makhluk.

Wushul ilallah bukan sekadar ilmu atau ritual, tetapi perjalanan ruh untuk benar-benar hanya bergantung kepada Allah dalam segala hal. (*)

Exit mobile version