Budaya

Gus Dur, Arya Wiraraja, Gajah Mada, Asta Gunung Kawi dan Guru Nanak di India (3-Habis)

×

Gus Dur, Arya Wiraraja, Gajah Mada, Asta Gunung Kawi dan Guru Nanak di India (3-Habis)

Sebarkan artikel ini
Gus Dur, Arya Wiraraja, Gajah Mada, Asta Gunung Kawi dan Guru Nanak di India (3-Habis)
Gurdwara (tempat ibadah agama Sikh) yang berdampingan dengan Masjid banyak dijumpai di Punjab, India. (foto disway)

matamaduranews.com-Bagi yang pernah datang ke Asta Gunung Kawi, Malang akan bertanya. Kenapa para peziarah dari berbagai agama datang ke satu Asta yang berlokasi di Desa Wonosari, Malang. Berada di lereng Gunung Kawi.

Pemakaman itu merupakan Asta Raden Mas Soeryo Koesoemo atau Kiai Zakaria II dan Raden Mas Iman Soedjono. Tentu makam seorang muslim.

Kenapa banyak etnis keturunan Tionghoa ikut meramaikan asta itu? Tentu saja juga banyak umat Islam yang berziarah ke makam Kiai Zakaria.

Wahyudi, salah satu warga setempat bercerita kepada penulis tentang peziarah dari etnis Tionghoa.

Menurutnya, saat Kiai Zakaria hidup ada tamu dari etnis Tionghoa yang minta bantuan ke Kiai Zakaria karena terlilit banyak utang setelah usahanya bangkrut.

Beberapa tahun kemudian, tamu si etnis Tionghoa mencari sosok Kiai Zakaria. Si etnis Tionghoa ingin mengucapkan terimakasih atas bantuannya. Melalui doa Kiai Zakaria, semua utangnya terbayar. Dirinya bisa jadi kaya raya.

Namun, keberadaan Kiai Zakaria sudah diketahui wafat. Si etnis Tionghoa mengetahui Asta Kiai Zakaria berada di lokasi di Desa Wonosari, Malang. Di lereng Gunung Kawi.

Untuk membalas jasanya, si etnis Tionghoa membuat ritual di Asta Kiai Zakaria.

Kelakuan si etnis Tionghoa itu ternyata diikuti banyak orang dari agama Konghucu yang menjadi agama mayoritas dari etnis Tionghoa.

Menurut keyakinan agama etnis Tionghoa, menyalakan lilin berharap mendapatkan penerangan atau pencerahan dari Tuhan. Sehingga wajar di dekat Asta Kiai Zakaria, berjejer lilin merah berukuran besar.

Edhi Setiawan pernah bercerita, harga lilin besar yang dinyalakan tanpa henti selama setahun di dekat Asta Kiai Zakaria itu, harga lilin sekitar Rp 30 juta.

Guru Nanak di India

Guru Nanak merupakan sosok yang diyakini oleh dua penganut agama. Islam dan Hindu di India.

Guru Nanak (1469-1539), lahir dari keluarga Hindu di daerah pertanian subur di Punjab di India barat laut.

Umat Islam mengakui Guru Nanak itu muslim. Umat Hindu mengakui Guru Nanak itu Hindu. Saat Guru Nanak meninggal pada 1539, jazad Guru Nanak diperebutkan.

Umat Islam menganggap Guru Nanak itu tokoh spiritual Islam. Karena itu jenazahnya harus dimakamkan secara Islam. Sebaliknya umat Hindu: Guru Nanak itu tokoh spiritual Hindu. Jenazahnya harus dikremasi.

Kedua umat agama itu rebutan. Umat Islam ingin memakamkannya. Umat Hindu mengremasikannya.

Sehingga melahirkan kesimpulan, banyak yang percaya yang dikubur itu bukan jenazah Guru Nanak. Yang dikremasi itu pun bukan. Jenazahnya tidak pernah ditemukan. Entah di mana.

Karena rebutan dua penganut agama, ada pengikut Guru Nanak pada generasi kesekian, melahirkan agama Sikh. Karena, dari pengikut yang beragama Islam yang menganggap Guru Nanak telah mengajarkan aliran sesat. Demikian juga umat Hindu.

Kedua umat beragama itu (Islam dan Hindu) menganggap Guru Nanak bukan bagian dari Islam dan Hindu.

Sehingga lahirlah agama Sikh atau Sikhisme. Di India, Agama Sikh terbesar ketiga setelah Hindu dan Islam. Sekitar 16 juta orang India dan 2 juta penduduk negara lain memeluk agama Sikhisme.

Sikh adalah agama monoteisme, yang berpusat kepada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai agama terbesar ketiga, Sikh memiliki kemiripan dengan agama Hindu dan Islam.

Sehingga sering kali disebut sebagai sinkretisme dari keduanya.

Agama Sikh punya ibadah di waktu subuh. Dahlan Iskan dalam catatan di disway, mendeskripsikan bagaiman penganut agama Sikh yang menyerupai Islam. Termasuk tempat ibadah agama Sikh, (Gurdwara) yang berdampingan dengan Masjid. Jumlahnya banyak dijumpai di Punjab, India.

Dahlan Iskan menyempatkan ke Gurdwara yang dianggap paling suci oleh agama Sikh. Yakni Gurdwara di Kota Amritsar, Punjab.

Dahlan menggambarkan Gurdwara Amritsar itu sangat besar. Ada halaman luas di depannya. Mirip halaman depan masjid Madinah.

Menuju Gurdwara itu harus melewati kolam itu. Dengan kaki telanjang. Ketika masuk Gurdwara kaki dalam keadaan bersih.

Kata Dahlan, mirip ketika masuk Masjid, tempat ibadah umat Islam.

Di gerbang itu, Dahlan di tegur ramah oleh petugas jaga. Mirip petugas di pintu masuk Masjidilharam di Makkah.

Dahlan diingatkan petugas, kalau masuk Gurdwara harus memakai penutup kepala.

Dahlan menulis begini:

Gerbangnya cukup tebal. Lebih tebal dari gerbang Masjidilharam di Makkah.

Setelah gerbang ini semua orang harus menuruni tangga ke pelataran yang lebih rendah.

kok mirip dengan di Makkah –ketika jemaah haji harus menuruni tangga ke pelataran sekitar Ka’bah.

Habis…

hambali rasidi

KPU Bangkalan