Politik

Habib Rizieq; Lanskap Politik Indonesia

Buku Habib Riziek
Habib Rizieq Menjemput Takdir

HRS ialah manusia gerakan yang tidak bisa jauh dari umat. Tiga setengah tahun menjalani eksil, HRS memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebuah pilihan yang berisiko, tetapi HRS sudah bertekad untuk menempuhnya.

Ady Amar menyebut momentum HRS kembali ke Indonesia sebagai momentum ‘’Habib Rizieq Menuju Takdirnya’’ (halaman 3-7).

Sejak pulang kembali ke Indonesia hidup HRS tidak pernah sama seperti sebelumnya. Ia menjadi disiden politik yang paling diawasi, dan keselamatannya menjadi pertaruhan.

Tetapi HRS sudah memilih takdirnya seperti digambarkan pada tulisan ‘’Takdir Memilihnya sebagai Martir’’ (halaman 32-35).

Enam pengawal HRS tewas disiksa dan dibunuh, tetapi peristiwa itu berlalu begitu saja tanpa ada pengadilan yang jujur.

HRS kemudian ditangkap dan diadili karena pelanggaran protokol kesehatan. Tuduhan yang terlalu dangkal untuk membawa seseorang ke kursi pesakitan. Refly Harun menyebut bahwa jangankan dihukum, dibawa ke pengadilan pun HRS tidak layak.

Pembelaan Refly Harun itu melegakan seperti tertulis di halaman 186 ‘’Bersyukur Ada Refly Harun’’.

HRS membela diri dengan gigih. Argumennya kuat dan logika hukum yang dipakainya kokoh. Bahkan Ady Amar menduga, tanpa didampingi penasihat hukum pun argumen HRS tetap sangat solid.

HRS bukan hanya singa podium yang keras mengaum, tapi juga singa pengadilan ‘’lion of the court’’ yang garang (halamn 137).

Tapi, vonis akhirnya jatuh juga. Dalam kasus tes swab RS Ummi, HRS dihukum 4 tahun penjara. Sebuah keadilan yang sama sekali tidak adil.

‘’Duh…4 Tahun Penjara, Zalim Luar Biasa’’, Ady Amar menuangkan tangisnya terhadap vonis itu (halaman 163).

Penjara tidak membuat HRS berubah menjadi ‘’kucing yang basah kuyup kehujanan’’ (narasi pilihan Ady Amar). HRS tetap menjadi singa. Ia akhirnya dibebaskan, meskipun tidak sepenuhnya bebas.

HRS masih harus menunggu sampai 2024 untuk memperoleh kembali kebebasan yang terampas.

Philip Graham, wartawan senior The Washington Post, mengatakan ‘’Journalism is the first rough draft of history’’, laporan jurnalistik adalah draf awal dalam penulisan sejarah.

Para jurnalis harusnya bertindak sebagai penulis awal draf sejarah yang jujur. Sayangnya, kita sering mendapatkan laporan jurnalistik yang tidak jujur karena berbagai kepentingan.

Buku Ady Amar ini mengisi kekosongan itu. Ady Amar menulisnya seperti rangkaian laporan jurnalistik yang sambung menyambung menjadi episode sejarah yang utuh.

Buku akan ini menjadi bagian dari draf sejarah yang penting dalam salah satu episode krusial sejarah Indonesia menuju perubahan. (*)

kempalan

Exit mobile version