CatatanReligi

Haji; Menyerap Cahaya Ilahi

Catatan: Atun Wardatun*

Atun Wardatun
Atun Wardatun

matamaduranews.comSaya meyakini, ibadah haji hanya sekali saja seumur hidup. Tidak perlu bolak balik. Walaupun mungkin secara kemampuan dapat diusahakan.

Selain karena untuk tenggang rasa bagi mengularnya antrian yang kabarnya harus waiting list sampai 26 tahun. Beribadah memang tidak perlu berlebihan. Harus sesuai takaran dan tuntunan.

Ibadah haji intinya adalah proses menyerap cahaya Allah. Perlu diinternalisasi. Dipinjam sepersekian persen. Kemudian cahaya itu menjadi penerang kehidupan. Mudah-mudahan bisa menjadi pencahayaan bagi sesama dan lingkungan.

Itulah mengapa di dalam proses Thawaf, Sa’i, Wuquf, dsb kita dianjurkan untuk juga berdoa. “Ya Allah jadikan dalam hatiku cahaya, dalam pendengaranku, dalam penglihatanku, di depanku, di belakangku, di sampingku, di sekelilingku, di hidup dan di matiku, cahaya”.

Sepulang haji, manusia haji harus terus menyalakan cahaya itu. Dan berupaya memperbesar sinarnya. Jangan sampai redup atau mati sama sekali (dan tentu saja ini teramat berat).

Hari-hari menjelang kepulangan ini, saya sangat merindukan Arafah, Mina, dan Jamarat yang hanya pada saat haji bisa digapai.

Itulah, mungkin hikmah firman Allah yang membolehkan memilih apakah hendak menghabiskan waktu di Mina dua hari (nafar Awal) atau tiga hari (nafar Tsani). Tetapi yang terakhir lebih utama dan dipraktikkan oleh Nabi SAW.

Rasanya sejak kemarin, kepulangan dari Mina. Suasana tenda yang hangat tetapi hawanya cenderung panas. Antri kamar mandi yang memiliki sensasi sendiri.

Sederhana tetapi cukup memadai untuk hajat thaharah. Dan jalan kaki bolak balik dari maktab Mina ke Jamarat hampir 8 kilo masih terbawa-bawa memorinya sampai sekarang. Sungguh sangat berkesan.

Ya Allah, jadikan kami dan seluruh jamaah haji ini, manusia haji yang sebenar-benarnya dan Engkau Ridhoi sepanjang waktu kami.

Aamiin….

*Jamaah Haji asal NTB

Exit mobile version