Innalillahi Movi Asmara, Sosok Wartawan Tak Suka Basa Basi

Innalillahi Movi Asmara
allm. Movi Asmara

matamaduranews.com-Seminggu lalu, saya bertemu dengan putra H Sugianto di PN Sumenep. Saya sempat bertanya keadaan Mas Movi. Ia katakan sehat-sehat.

Saya gembira mendengar kondisi kawan yang paling “nyentrik” di PWI itu, masih sehat. Walau usianya sudah di atas 60-an.

Minggu malam (20/6/2021) saya kaget membaca chat WA dari Alan Syahlan Muhammad, wartawan Harian Bangsa yang mengabarkan berita duka wafatnya Mas Movi.

Saat itu juga saya kontak H Sugianto, bos PT Sinar Mega Indah Persada. Ternyata saya dapatkan kepastian tentang wafatnya Mas Movi.

Malam itu juga saya takziyah ke rumah duka di Desa Pangarangan untuk memberikan penghormatan terakhir.

Saya sungguh merasa kehilangan Mas Movi. Sosok yang paling beda di antara wartawan PWI di era tahun 80-an.

Saya katakan nyentrik, karena Mas Movi sebagai wartawan yang tidak membeda-bedakan wartawan senior dan yunior.

Pada saat itu. Saya wartawan paling yunior, karena tergolong baru jadi wartawan dan dari usia berjarak lebih dari 10 tahun dengan wartawan PWI lainnya di saat itu. Seperti Mas Deny Abu Said, Zainal Lenon, Abd. Rasyid, M.Tauhid, Mag Gazali, M. Ramli, M. Jailani (semuanya sdh almarhum), H Kandar dan Agus Irianto.

Kendati yunior. Saya dapat perlakuan khusus dari Mas Movi. Saya sering diajak wawancara dengan tokoh dan pejabat Pemkab Sumenep.

Dari keseringan diajak. Saya merasakan betapa Mas Movu sangat perhatian dengan saya sebagai wartawan yunior. Tustel mahal merk Nikon yang ia miliki dipinjamkan tanpa khawatir rusak. Bahkan diisi film yang full satu rool.

Mas Movi sebagai wartawan Detektif dan Romantika Jakarta, memang ditakuti pejabat di lingkup Kabupaten Sumenep.

Kelebihan Mas Movi adalah kemampuan menulis berita dengan diksi tajam dan menukik. Berani tanpa basa basi. Tentu, tulisannya sangat diperhitungkan banyak pihak.

Keberanian Mas Movi ternyata tak hanya dalam menulis berita.

Dalam berbagai wawancara. Mas Movi juga tidak basa-basi dalam mengorek pertanyaan. Tanpa mengenal pejabat di tingkat manapun.

Setiap pejabat yang diwawancarainya nyaris gugup menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menukik dan tajam.

Keberanian dalam wawancara Mas Movi tentu dilengkapi data yang lengkap. Ditambah insting tajam dalam menganalisis sebuah kasus.

Mas Movi seperti punya cara tersendiri dalam mengorek pejabat agar bisa buka mulut.

Sang pejabat pun tak mampu menghentikan Mas Movi saat hendak konfirmasi. Konon putra pangolo Pangarangan itu, punya amalan khusus yang bikin pejabat menjadi ketakutan jika tak buka mulut.

Banyak pula cerita, akibat berita yang ditulis Mas Movi. Sejumlah pejabat “cabut” dari kota Sumenep. Entah itu Kapolres, Kajari dan Kadis yang dulunya pejabat yang diangkat pusat.

Tak jarang Mas Movi berhadap-hadapan secara fisik dengan pejabat tanpa ada rasa takut saat menjalankan tugas jurnalistik.

Saya ingat.

Ketika Mas Movi terlibat aksi saling gebrak-menggebrak meja dengan salah seorang Kasat di Polres Sumenep.

Itu berawal dari si Kasat berucap “wartawan itu suka cari kesalahan orang”.

Nas Movi pun tak kalah jurus, ia menimpalinya “polisi jika tidak cari kesalahan orang lain, tidak akan bisa makan” balasnya.

Si Kasat itu menggebrak mejanya. Namun Mas Movi membalasnya dengan gebrakan yang sama.

Saya yang menyaksikan adegan panas itu. Saya ngerti banget dengan karakter Mas Movi.

Ya maklumlah. Saya masih darah muda saat itu, sekitar berusia 18 tahun. Saya pun angkat bicara melawan ucapan sang kasat yang sudutkan tugas wartawan.

Namun saya dicegat oleh Mas Movi, “ini urusan saya, jika saya mati di ruangan ini, Faruok pulang dan kabari keluargaku,” pintanya.

Akhir aksi saling gebrak meja itu, si Kasat bergidik melihat keberanian Mas Movi yang tanpa basa basi. Secara perlahan nada suara si Kasat pun mulai reda.

Sungguh ajaib, si Kasat minta maaf.

Sesaat keluar dari Mapolres, Mas Movi ketawa ketawa lalu berucap, “saya sesungguhnya kasihan sama kasat, mungkin dia baru berantem dengan istrinya.”

Kejadian serupa pernah saya alami di Kejaksaan, tapi tidak seseru di Polres. Ya seperti sebelumnya, Mas Movi menang.

Hal lain yang menjadi kenangan bagi saya adalah almarhum menjadi pembela bagi kawan-kawan wartawan. Mas Movi selalu di depan menghadapi ancaman terhadap kawan-kawan se profesinya.

Sepintas, di lihat dari perangai almarhum keras. Namun, di balik perangai itu, Mas Movi sebenarnya memiliki hati yang lembut.

Kerap kali almarhum jika melihat orang yang sudah sepuh, langsung memberi memberi uang dari kantong celananya.

Jika melihat orang tua menjual hasil pertaniannya, almarhum langsung memborong semua barang dagangannya dan dibayar lebih.

Dalam prinsip hidup almarhum. Lebih baik tidak pegang uang dari pada sahabatnya tak pegang uang.

Terahir, sekitar tahun 1989, almarhum memberi saya sepeda motor Suzuki Tornado yang dipakai dirinya. Ketika itu, saya silaturrahmi di rumah kediaman H. Sugianto.

Innalillahi wainna ilahi rojiun.

Saya merasakan kehilangan sosok sahabat yang tegas, pemberani, jujur dan hatinya seputih salju.

Almarhum merupakan sosok jurnalis langka di era orde baru dan kini.

Seluruh energi almarhum nyaris diabadikan untuk kemajuan Pers.

Selamat jalan Mas Movi….
Engkau tak tergantikan hingga kini.

Insya Allah seluruh pengabdianmu untuk negeri ini, menjadi nilai nilai amal jariahmu untuk ketuk pintu surga yang akan engkau pilih.(Jakfar Faruk Abdillah)

Jakfar Faruk Abdillah adalah wartawan senior, berdomisi di Surabaya. Kini menjadi Advokat Bantuan Hukum Gratis di Sumenep.

Exit mobile version