Orang hebat bukan yang memiliki harta berlimpah dan memiliki kekuasaan. Orang hebat itu,- kata Imam Syafii,-bisa dilihat dari tiga hal. Dalam kitab Manaqib al-Imam As Syafi’i, juz 2/188, karya Syech Imam al-Baihaqi, jika seseorang memenuhi tiga kriteria tersebut, ia tergolong orang hebat.
Oleh: Dr. KH. A. Busyro Karim, M.Si*
Pertama, Sang Imam Syafii mengatakan, kitsmanul fakri hatta yadzunnannasu min ‘an-naka ghaniyyan. Kemampuan menyembunyikan dari kefakiran. Sehingga orang lain menyangkamu berkecukupan karena kamu tidak pernah meminta.
Kedua, kitsmanul ghadzabi hatta yadzunnannasu ‘an-naka ridla. Kemampuan menyembunyikan amarah. Sehingga orang lain mengiramu merasa ridha.
Ketiga, kitsmanul syadati hatta yadzunnannasu ‘an-naka muttana’im. Kemampuan menyembunyikan kesusahan. Sehingga orang lain mengiramu selalu senang.
Tiga pesan di atas penuh makna dan perlu menjadi i’tibar dalam kehidupan sehari-hari. Sosok yang mampu menyembunyikan kefakiran sungguh mulia dihadapan Allah Swt. Walau ia tidak memiliki untuk dimakan, dengan keridhaannya, ia menahan untuk meminta kepada sesama manusia. Atas keperibadian orang itu, Allah Swt memberi perhatian melalui firman-Nya dalam surat al-Baqarah ayat 273, berbunyi: (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.
Sosok yang mampu menyembunyikan kefakiran adalah ia tidak meminta kepada sesama walaupun dalam kondisi mendesak. Orang yang tidak mengerti pasti menyangka kaya. Sebab, kebutuhan hidupnya dianggap selalu tercukupi karena terlihat tidak pernah meminta-minta.
Padahal, dalam keseharian, orang itu tidak bisa berusaha untuk memenuhi kehidupannya, seperti berdagang dan mencari penghidupan lain. Aktivitas kesehariannya, ia memusatkan dalam penghambaan kepada Allah Swt. Para mufassir menggolongkan figur dalam ayat tersebut sebagai kriteria para ‘arifbillah.
Pesan kedua, dari sang Imam Syafi’i adalah kemampuan menyembunyikan amarah.Meski dalam bathinnya menelan kekecewaan, tapi ia bisa menunjukkan sikap legowo. Sehingga ia dinilai sebagai mukhlisin, orang yang ikhlas.
Keperibadian orang ini tidak lagi peduli atas pujian dan cacian manusia. Walau dicerca dan dihina oleh banyak orang, dia tetap tersenyum. Tutur katanya lembut. Tidak menunjukkan bahasa kecewa jika berbicara dengan orang yang menyakitinya. Dia hanya berharap pujian dari Allah Swt. Hatinya murni berharap ridha Allah Swt.
Alangkah indahnya, apabila keperibadian ini dimiliki para pemimpin ummat dan pemimpin bangsa ini. Konflik atas perbedaan pemikiran dan politik bisa diminimalisir dengan tauladan para pemimpinnya. Sehingga, kehidupan masyarakat menjadi tentram.
Sedangkan makna pesan kemampuan menyembunyikan kesusahan adalah bisa mensyukuri nikmat dan karunia yang diberikan Allah Swt. Kemalaratan menjalani kehidupan dipahami sebagai bagian dari kasih sayang Allah. Sehingga hatinya menjadi lapang dan menerima apa yang menjadi ketetapan-Nya.
Saat hati lapang akan terpancar aura kedamaian. Sehingga orang tidak lagi menyangka ia sedang ditimpa kesusahan atau sedang mendapat musibah.
Dia sadar, apa yang dialami merupakan jalan hidup yang harus dilalui. Apa yang terjadi pada dirinya diyakini sudah tertulis di alam penciptaan. Dan ia juga yakin, daun kering jatuh tidak akan lepas dari izin-Nya. Qul kullun min ‘indillah. (Katakanlah: semuanya dari Allah) An-Nisa: 78.
Dalam ayat lain, Allah Swt juga mengingatkan kepada orang yang sedang menjalani ujian hidup. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.†(Al-Baqarah: 216)
Dengan memahami ayat-ayat Allah ini, insyAllah, seberat apa pun ujian hidup ini pasti ada pesan kebaikan-Nya. “Waman Yatawakkal ‘Allahi Fahuwa Hasbuh” At Thalaq : 3 (Barangsiapa yang bertawaqqal kepada Allah, akan ada jalan keluar yang tidak disangka-sangka)
bersambung….
*Bupati Sumenep dan Pengasuh Ponpes Al Karimiyyah, Beraji.