matamaduranews.com–BANGKALAN-Ganti rugi pembebasan lahan BPWS menuai protes. Pasalnya, tanah seluas 90 meter persedi di Dusun Sekarbungoh, Desa Sukolilo Barat, Kecamatan Labang, Bangkalan, Madura hanya dihargai Rp 39 juta oleh Badan Pengembangan Wilayah Surabaya Madura (BPWS).
Tanah seluas itu akan digunakan BPWS dalam pengembangan wisata pesisir.
Amsah (47), pemilik lahan seluas 900 meter persegi mengaku terlalu kecil uang pembebasan lahan yang diberikan BPWS.
Warga Dusun Sekarbungoh ini, menyebut di lahan seluas itu terdapat 270 pohon, tiga kandang hewan, sapiteng, gardu dan warung.
Karena itu, Amsah melakukan protes saat menghadiri musyawarah pembayaran di kantor BPN Bangkalan, Kamis (5/2/2020).
Menurut Amsah, harga ganti rugi terlalu murah dan tidak sesuai dengan bangunan serta luas lahan yang akan dibebaskan.
“Semuanya sudah kami hitung bersama aparatur desa, total harga keseluruhan sekitar 200 jutaan. Namun sekarang hanya di hargai 39 juta,” ucap Amsah.
Amsah merasa rugi jika lahan miliknya dihargai murah dan tidak sesuai dengan harga yang seharusnya dengan luas dan harta benda yang tertanam.
“Sama saja dengan ditodong jika seperti ini. Kami tidak mau jika lahan kami hanya dihargai segitu,” imbuhnya.
Senada dengan Sumar (66), pemilik rumah dua lantai dengan luas bangunan 10×11 meter persegi yang dibangun dengan jerih payahnya senilai 1 miliar lebih hanya dihargai hanya 540 juta.
“Saya bangun rumah itu habis 1 miliar lebih. Ini hanya banguanannya saja lain tanahnya kok hanya di hargai 540 juta, kan sangat tidak sesuai,” paparnya.
Menurutnya, lahan yang dibebaskan kali ini 81 petak tanah dari 81 kartu keluarga (KK) yang melakukan penolakan terhadap pembebasan lahan sekitar 27 KK.
“Kalau dulu 1 meter ada yang seharga 3 juta yang lahannya berada di pinggir jalan. Namun sekarang hanya 1 juta 90 ribu,” ucap Sumar.
Sementara itu, Ahmad Fahrudin Arrozi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BPWS mengakui bahwa perbedaan harga itu sudah pasti ada. Tergantung dengan letak strategisnya termasuk bangunan serta benda yang ada di atasnya.
“Jumlah pohon, bentuk rumah, material rumah kan tidak sama. Pasti beda itu dan sudah menjadi kewenangan apresure,” akunya.
Didalam pertemuan tersebut, kata Rozi warga diberi tenggang waktu untuk memikirkan dan rembuk dengan keluarganya.
“Masyarakat itu memang dari awal sebagian kecil menolak, tapi sebagian besar setuju dengan pembangunan dengan syarat nilainya cukup,” kata Razi.
Rozi menyebut dalam pembebasan lahan pemerintah sudah tidak semena-mena.
Syaiful, Mata Bangkalan