Ekonomi

Kenapa Pupuk Bersubsidi Langka di Sumenep?

×

Kenapa Pupuk Bersubsidi Langka di Sumenep?

Sebarkan artikel ini
Pupuk Langka
Aktivis Sumenep saat demo pupuk langka di Kantor Pemkab

matamaduranews.comTeriakan aktivis Majelis Pemuda Revolusi Madura Raya (MPR MR) kelangkaan pupuk bersubsidi di halaman Kantor Pemkab Sumenep, Kamis (8/12/2022)-mewakili curhatan para petani saat musim tanam.

Kelangkaan pupuk bersubsidi itu pun juga terjadi di berbagai daerah selalu Indonesia.

Kenapa sebab? Karena petani secara serentak menanam pada musim hujan. Tanpa dikomando mereka menggarap lahan pertanian untuk bercocok tanam.

Pupuk kimia sudah lama tercipta di benak pikiran para petani agar hasil tanamanya produktif.

Pemerintah terlanjur mencipta keyakinan para petani. Hanya melalui pupuk kimia, lahan pertanian jadi subur. Hasil produksi pertanian meningkatk.

Namun ketersediaan jatah pupuk bersubsidi dari pemerintah tak sebanding dengan luas lahan pertanian yang digarap petani.

Ditambah syarat untuk mendapat alokasi jatah pupuk bersubsidi si petani harus tergabung di Gapoktan yang sudah terverifikasi di Dinas Pertanian.

A Farid, Plt Kabid Penyuluh, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Sumenep melalui keterangan di media mengatakan, pengajuan alokasi pupuk bersubsidi diusulkan melalui elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) yang dibuat oleh masing-masing kelompok tani di desa sesuai kebutuhan.

“Jika petani yang tidak bergabung, jangan harap bisa mendapatkan pupuk, kecuali ada sisa jatah dari anggotanya,” terang Farid seperti dikutip liputan6.com.

Lanjut Farid, petani yang tergabung di kelompok tani pasti dapat jatah pupuk bersubsidi.

Hanya saja, alokasi yang tersedia dari pemerintah berbeda dengan yang diajukan.

Farid menjelaskan, kebutuhan pupuk Urea pada tahun 2022 sekitar 43.000 ton, namun hanya menerima sebanyak 25.275 ton.

Sementara kebutuhan NPK mencapai 44.000 ton dan menerima hanya 9.936 ton.

Dari itu sangat jauh antara kebutuhan dan jatah yang diberikan kepada petani.

“Kebutuhan pada tahun 2023 sesuai e-RDKK untuk Urea sebanyak 49.000 ton lebih, dan NPK sebanyak 63.000 ton lebih. Kami hanya menyampaikan usulan dari kelompok tani, kalau kebijakan selanjutnya itu pemerintah pusat,” kata Farid menambahkan.

Sejak tahun 2022, pupuk bersubsidi hanya tinggal dua jenis, yaitu Urea dan NPK sesuai dengan Permentan Nomor 10 Tahun 2022.

Hal itu merujuk pada perubahan kebijakan sebelumnya yang terdiri dari lima jenis, diantaranya Urea, SP36, ZA, NPK dan Organik.

Selain itu, pemerintah memfokuskan pupuk bersubsidi kepada sembilan komoditas, di antaranya, jagung, padi, cabai, kedelai, tebu, bawang merah, bawang putih, kopi, dan kakao. Dari komoditas tersebut diharapkan nantinya akan langsung terhadap laju inflasi.

“Ketersediaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Sumenep aman sampai akhir tahun 2022. Tapi tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan petani,” pungkasnya.

Karena itu, di lain kesempatan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Sumenep Arif Firmanto mengajak para petani di Sumenep agar menggunaan pupuk organik.

Alasan Arif adalah penggunaan pupuk kimia secara terus menerus bisa membuat kualitas tanah menjadi buruk, kehilangan kesuburannya.

Arif tak menjelaskan alasan penggunaan pupuk organik juga bisa menjadi opsi kelangkaan pupuk kimia bersubsidi. (*)

KPU Bangkalan