matamaduranews.com-Dari Sumenep. Ujung timur Madura. Datang kabar yang membanggakan. Dr. Ir. Arif Firmanto, S.TP., M.Si., IPU, Kepala Bappeda Sumenep baru saja menyandang gelar Insinyur Profesional Utama (IPU)—sebuah capaian langka yang hanya diraih segelintir insinyur di Indonesia.
Gelar ASEAN Engineer (ASEAN Eng) yang diraih Arif Firmanto menambah panjang daftar prestasi insinyur Tanah Air yang diakui di Asia Tenggara.
Di Indonesia, jumlah pemilik IPU masih sangat terbatas—hanya ratusan. Sebut saja seperti Prof. Dr. Ir. Tole Sutikno, Ph.D., ASEAN Eng dari Universitas Ahmad Dahlan; Prof. Dr. Eng. Ir. Abraham Lomi, MSEE, IPU, ASEAN Eng dari ITN Malang; juga Dr. Ir. Abdul Gaus dan Ir. Imran dari Universitas Khairun.
Kehadiran mereka menunjukkan bahwa insinyur Indonesia kian diperhitungkan di ASEAN. Meneguhkan daya saing bangsa dalam pasar kerja dan proyek lintas negara.
Setiap tahun hanya puluhan insinyur yang memenuhi seluruh standar Dewan ASEAN Federation of Engineering Organisations (AFEO) untuk meraih ASEAN Engineer (ASEAN Eng).
Gelar ASEAN Eng tidak jatuh dari langit. Syaratnya ketat, jalannya panjang. Dia harus tercatat sebagai anggota aktif Persatuan Insinyur Indonesia (PII), mengantongi sertifikat Insinyur Profesional Madya (IPM) atau Insinyur Profesional Utama (IPU), dan menempuh pengalaman kerja minimal tujuh tahun, dengan sedikitnya dua tahun terlibat dalam proyek besar yang berdampak nyata.
Arif Firmanto, dengan konsistensi, dedikasi, dan pengalaman panjang, akhirnya menapaki tangga itu. Ia memenuhi seluruh standar Dewan ASEAN Federation of Engineering Organisations (AFEO), dan kini menjadi bagian dari komunitas insinyur terkemuka se-Asia Tenggara.
Amanah untuk Sumenep dan Indonesia
“Ini bukan sekadar pencapaian pribadi, melainkan tanggung jawab untuk mengamalkannya dalam perencanaan pembangunan Sumenep yang berkelanjutan,” ujar Arif kepada media, Kamis 21 Agustus 2025.
Sebagai Kepala Bappeda, Arif ngerti : gelar ASEAN Eng adalah legitimasi. Legitimasi untuk melahirkan kebijakan pembangunan yang inovatif, inklusif, dan berpihak pada masyarakat.
Bagi publik awam, gelar ini mungkin sekadar deretan huruf. Namun di kalangan insinyur, IPU dan ASEAN Eng adalah tanda kredibilitas. Seorang pemilik gelar ini bisa memimpin proyek strategis, menjadi konsultan utama, dan berkiprah di forum internasional.
Setidaknya, sejalan dengan Mutual Recognition Agreement (MRA), seorang insinyur ASEAN Eng berhak bekerja di 10 negara ASEAN.
Arif Firmanto sendiri mengaku tak ingin gelar itu dipandang sekadar simbol. Baginya, yang lebih penting adalah bagaimana seorang insinyur dengan IPU dan ASEAN Eng bisa mengembalikan manfaat kepada masyarakat.
“Kalau insinyur hanya mengejar gelar, ya selesai di situ. Tapi kalau bisa memberi nilai tambah lewat karya, itu baru bermakna,” katanya menambahkan.
Dalam paradigma Arif Firmanto, pembangunan adalah kerja kolektif yang berkelanjutan. Tidak ada capaian besar tanpa kerja bersama.
Pencapaian Arif Firmanto di level ASEAN menjadi cermin, bahwa dari kota kecil pun bisa lahir prestasi besar. Gelar ASEAN Eng bukan hanya tentang prestise, tetapi juga tentang tanggung jawab untuk membawa perubahan positif. (hambali rasidi)