Nasional

Kesaksian Orang Dekat Gus Sholah; Dari Pilpres Hingga Muktamar NU

Jenazah Gus Sholah diantar Forpimda Utama Jawa Timur. Terlihat Gubernur Jatim, Ibu Khofifah Indar Parawansa, Kapolda Jatim, Irjen Pol Luki, Pangdam V Brawijaya. (foto untuk matamadura)

matamaduranews.com-Kepergiaan Gus Sholah menyisakan duka dan kenangan bagi warga NU dan orang-orang dekatnya.

Sikap dan kepribadiannya memberi pesan dan nilai dalam menjaga akhlak dan  Islam di tengah gempuran dunia global.

Tak sedikit orang-orang dekat almarhum yang memberi kesaksian atas integritas almarhum selama bergelut di dunia politik dan aktivitas keagamaan (NU).

Berikut testimoni yang ditulis secara berantai dalam grup WhatsApp.

“Kalau untuk menjadi ketua PBNU saya harus main uang, maka lebih baik saya tidak menjadi ketua PBNU. Saya sudah tua. Jarak saya dengan makam cuma tinggal 40 meter. Meski nanti makam saya bersebelahan dengan makam hadlratusy syaikh Hasyim Asy’ari, maka sesungguhnya jarak saya dengan beliau akan amat jauh. Allah tidak akan menolong saya jika saya sampai main uang !” Kata Gus Sholah dengan tegas pada pertemuan di Grand Kalimas awal Februari 2015. Tepat 5 tahun yang lalu, di tengah-tengah para alumni Tebu Ireng yang menginginkan beliau maju menjadi ketua PBNU.

Ucapan beliau itu dilontarkan saat para santrinya menyanggupi untuk mencari sponsor untuk beliau menjelang Muktamar NU. Kalimat itu beliau ungkapkan tanpa berapi-api, tapi getarannya menghunjam ke ulu hati, menggetarkan jiwa. Subhanallaah ! Inilah kyai yang sesungguhnya; ikhlas, tidak silau jabatan dan takut kepada Allah. Membuat yang hadir saat itu terhenyak; takjub dan bangga oleh sosok Kyai yang menjunjung tinggi akhlak dan menjaga kesucian marwah leluhur (KH. Hasyim Asy’ari).

Semalam, Kyai penjaga akhlak pesantren itu dipanggil menghadap Kekasih Sejatinya, Allah SWT. Saya yakin, beliau husnul khatimah, membawa maghfirah dan ridla Allah untuknya. Selamat jalan Gus, selamat menjemput kenikmatan yang sesungguhnya. Doa kami untuk Panjenengan. Doakan kami juga Gus, bisa tetap berpegang teguh pada kebenaran dan kejujuran sebagaimana yang Panjenengan ajarkan.

Al-Faqier,
Santri Gus Sholah
RPA. Mujahid Ansori

Testimoni saat alm. Gus Sholah menjadi Cawapres 2004 mendampingi Wiranto.

Berikut kesaksian KH. Salahuddin al-Ayyubi az-Zahid.

A: ada kabar baik, kiai. Ini ada calon donatur kampanye tim kita. Mau nyumbang sekian Em.

Gus Sholah: siapa namanya?

A menyebut nama konglomerat hitam.

Gus Sholah: saya nggak mau nerima dana dari dia. Lebih baik saya nggak jadi wakil presiden saja dari pada saya menerima uang darinya.

****

Salah seorang dermawan berlatarbelakang politisi sowan Gus Sholah. Seperti biasa, dia mau menyumbang pesantren Tebuireng. Segepok fulus sudah dikeluarkan. Alih-alih langsung menerima, Gus Sholah malah memanggil bendahara pondok (mungkin yayasan, saya lupa!), dan beberapa pengurus.

“Kang, ini tolong dicatat, donasi dari bapak A untuk pengembangan pondok ya. Silahkan disaksikan semuanya.”

Gus Sholah selalu memisahkan manajemen keuangan pribadi, pondok, dan yayasan. Keren!

***

Pengusaha B yang nyambi jadi politisi menjanjikan datang ke Tebuireng. Beberapa jam sebelum jadwal, dia membatalkan kunjungannya. Sebagai “permohonan maaf” dia mengirimkan ajudannya menggunakan helikopter dan sekaligus membawa sumbangan buat pesantren.

Beberapa gepok uang diserahkan kepada Gus Sholah. Beliau diam, lalu, “Tolong sampaikan salam kepada bos Anda. Kami tidak butuh uangnya. Terimakasih.”

Mata Madura

Exit mobile version