CatatanNasional

Ketika Pers Indonesia Melawan Platform Digital

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Pers Indonesia
HPN 2023

Di Eropa aliansi penerbit pernah mencoba melawan FGA. Tapi, dengan sekali tebas saja penerbit sudah terjengkang. Platform digital yang digertak menyerang balik dengan memboikot penerbit. Akibatnya trafik pembaca melorot sampai 80 persen. Penerbit pun angkat tangan menyerah.

Dengan perjuangan keras dan gigih dan dengan campur tangan pemerintah, penerbit di Eropa berhasil mendapat perlindungan melalui undang-undang ‘’Publisher Right’’. Australia menyusul mengundangkan ‘’News Media Bargaining Code’’. Dengan undang-undang itu platform digital dipaksa untuk berbagi hasil dan informasi pelanggan dengan penerbit. Undang-undang ini memberi bantuan nafas kepada penerbit, tetapi tidak menyelesaikan ketimpangan relasi kuasa antara platform digital dengan penerbit.

Relasi kuasa platform digital dengan penerbit disebut sebagai ‘’frenemy’’, friend and enemy. Teman sekaligus musuh. Melihat ketimpangan yang benar-benar jomplang, sebenarnya relasi kuasa itu lebih tepat disebut sebagai ‘’fredator’’ friend and predator. Platform digital sebagai teman tapi sekaligus predator pemangsa.

Presiden Jokowi mengatakan bahwa negara harus hadir membela media yang terpojok tidak berdaya oleh perusahaan platform. Indonesia sedang mengadopsi model ‘’publisher right’’ ala Eropa supaya platform digital bisa memberi kompensasi kepada penerbit yang berita-beritanya ditayangkan oleh platform digital.

Berhadapan dengan kapitalisme global raksasa seperti perusahaan platform tentu tidak gampang. Tetapi, upaya pemerintah Indonesia bersama masyarakat pers untuk memperjuangkan hak-haknya layak ditunggu hasilnya.

Mudah-mudahan pers Indonesia kembali bisa baik-baik saja. (*)

sumber: kempalan

Exit mobile version