CatatanOpini

KI Produk Komisi I DPRD Sumenep; Mencegah “Gelap Informasi”

Oleh: Farid Gaki & Ainur Rahman*

matamaduranews.com-Tuntas sudah hiruk pikuk rekrutmen Komisi Informasi (KI) Kabupaten Sumenep. Proses panjang itu akhirnya melahirkan lima orang komisioner terpilih.

Lima orang itu: Ahmad Ainol Horri, Hasdani Roi, Kamarullah, Rifa’i, dan Winanto.

Tak perlu ditanya: apa pertimbangan 9 anggota Komisi 1 DPRD Sumenep memilih lima orang itu.

Yang pasti ada lima tahap penilaian yang sudah dilalui: mulai dari seleksi administrasi (melihat kelayakan pendidikan, pengalaman, dan portofolio), tes potensi, tes kompetensi dan dinamika kelompok, wawancara oleh panitia seleksi bersama unsur KI Pusat, hingga ujungnya fit and proper test oleh Komisi I DPRD Sumenep.

Kata Dr Harun, salah satu peserta calon KI Sumenep. Semua peserta adalah calon terbaik. Dari 57 pendaftar, tersaring menjadi 19, menyusut jadi 15, lalu 11 orang yang akhirnya mengerucut ke lima nama.

“Mereka telah berjuang, menampilkan performa yang luar biasa. Tentu persepsi publik berbeda-beda dalam menilai, dan itu hal yang wajar. Yang penting, upaya para calon patut dihargai, apapun hasilnya,” tulis Dosen Unija Sumenep dalam sebuah komentar di salah satu Grup WA sebelum pengumuman KI Terpilih, Jumat 15 Agustus.

Sekretaris Komisi I DPRD Sumenep, Saipur Rahman, mengatakan keputusan itu diambil melalui musyawarah bersama pimpinan dan anggota komisi setelah menimbang hasil uji kelayakan yang digelar secara terbuka.

“Pertimbangan pertama tentu berdasarkan diskusi antara pimpinan komisi dan para anggota, merujuk dari hasil fit and proper test yang disiarkan terbuka kepada publik,” ujar Sabtu malam, 16 Agustus 2025.

Lanjut, setiap anggota komisi memiliki penilaian masing-masing dari berbagai aspek yang sudah ditanyakan dan dijawab oleh para peserta.

“Selanjutnya diambil kesepakatan secara musyawarah mufakat oleh semua anggota dan pimpinan,” katanya.

Sayang. Dalam catatan penulis: tak ada peserta yang secara tegas berkomitmen mendorong keterbukaan data hibah pemerintah maupun kegiatan Pokir DPRD Sumenep.

Padahal, itu isu paling krusial yang selalu menimbulkan tanda tanya publik. Materi itu yang kerap menjadi topik dalam sengketa informasi publik ke KI Sumenep.

Kehadiran KI sejatinya mirip Polri.
Polri—berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2002—bertugas memelihara keamanan, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan serta pelayanan masyarakat.

KI—berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008—memiliki misi tak kalah strategis: menciptakan keterbukaan informasi publik.

Faktanya, akses informasi publik di Sumenep masih berbelit. KI selama ini lebih dikenal sebagai tempat sengketa informasi publik.

Publik baru tahu KI saat ada sengketa. Padahal, undang-undang memberi ruang lebih luas: membuat kebijakan, menyusun juklak-juknis standar layanan informasi, hingga mendorong badan publik membuka data tanpa harus diminta.

Poinnya sederhana: KI seharusnya proaktif menciptakan keterbukaan informasi, bukan sekadar menunggu permohonan. Seperti Polri yang menjaga stabilitas, bukan hanya menunggu laporan.

Mencegah “gelap informasi” jauh lebih mulia daripada sibuk mengurusi sengketa informasi satu per satu.

*Farid dan Ainur; aktivis yang selalu vokal menyoroti kebijakan informasi publik di Sumenep

Exit mobile version