Tempat bertapanya di alam terbuka dan hanya beratapkan langit. Sepanjang siang dan malam beliau tidak beranjak dari tempat khalwatnya tersebut. Bahkan dari cerita Mudzakkir, beliau bertapa di atas ilalang, tanpa membuat ilalang tersebut terbebani berat tubuh Kiai Baghdi.
MataMaduraNews.com–SUMENEP-Sejarah Sumenep maupun kisah babad kuna melewatkan nama Kiai Baghdi sebagai salah satu tokoh tasawuf di Sumenep. Padahal dari sekelumit cerita tutur, peran Kiai Baghdi dalam membentuk masyarakat religius di sekitar Kecamatan Manding, atau tepatnya Kampung Taposan Desa Lalangon, tidaklah bisa dianggap biasa.
Bahkan, Kiai Baghdi juga tercatat sebagai salah satu guru spiritual salah satu penguasa Sumenep dari dinasti Bindara Saut bin Kiai Abdullah, yaitu Asiruddin alias Panembahan Sumolo. Ada kisah unik mengenai awal mula pertemuan Panembahan Sumolo dengan pertapa agung di puncak bukit yang sekarang dikenal sebagai kampung Taposan ini. Kisah yang selanjutnya menjadi legenda di benak masyarakat setempat dan keturunannya.
Asal Usul
Kiai Baghdi menurut salah satu keturunannya, Ahmad Mudzakkir (69) bukan asli Desa Lalangon. Saat itu pun Lalangon masih belum menjadi desa dengan perkampungan-perkampungan yang ramai. Lalangon masih belum tersentuh peradaban meski masih di sekitar perkotaan. Sejauh mata memandang hanyalah semak belukar dan pepohonan.
Sekitar pertengahan abad ke-18, hiduplah seorang pertapa yang menjauhkan diri dari hiruk-pikuk duniawi. Pertapa tersebut bernama Baghdi bin Hamid bin Tamhid. Ayah dan kakeknya berasal dari sebuah kampung di wilayah yang sekarang menjadi Kecamatan Gapura. Kakek Baghdi, Kiai Tamhid adalah putra Kiai Balanan, salah satu ulama besar di Gapura. Secara nasab, Kiai Balanan berasal dari keluarga ulama besar. Ayah Kiai Balanan adalah Kiai Khathib Jumhur (alias Kiai Khathib Rajul), putra bungsu Sayyid Ahmad Baidlawi alias Pangeran Katandur.
Ditarik dari sini, hubungan Kiai Baghdi dengan keluarga besar Barangbang sangatlah dekat. Karena juga berasal dari trah yang sama. Kiai Barangbang pertama, yaitu Kiai Ali adalah putra Kiai Khathib Paddusan, kakak Kiai Khathib Rajul.
Begitu pula dengan keluarga besar keraton dari dinasti Saut. Isteri pertama Bindara Saut, yaitu Nyai Izzah adalah putra Kiai Jalaluddin bin Kiai Nengnga/Tengnga (Abdullah), cucu (ada yang menulis putra) dari Kiai Khathib Paranggan bin Pangeran Katandur. Nyai Izzah adalah ibu dari Asiruddin alias Panembahan Sumolo. (R B M Farhan Muzammily)
Hijrah dan Khalwat & Kisah Pertemuan dengan Panembahan Sumolo, selengkapnya baca di Tabloid Mata Madura Edisi 4/08 Agustus 2016!