matamaduranews.com-PAMEKASAN-Di kota Gerbang Salam Pamekasan, sebuah kampung bernama Sumber Anyar memiliki kisah panjang. Kampung ini dikenal juga sebagai kampung Pondok Pesantren.
Kisahnya dimulai dari seorang tokoh ulama besar yang membabatnya. Kiai Zubair. Namanya hingga kini terus menjadi buah perbincangan generasi Pamelengan.
Dalam sebuah catatan silsilah di Pamekasan, Kiai Zubair merupakan sosok dari perpaduan darah ulama sekaligus bangsawan.
Beliau di catatan tersebut merupakan putra Khatib Dalem bin Raden Azhar, Bagandan. Raden Azhar bersama Raden Tumenggung Adikoro IV merupakan tokoh yang gugur dalam peristiwa pemberontakan Ke’ Lesap di 1749.
Dirikan Pesantren
Kiai Zubair merupakan pembabat pertama kawasan Sumber Anyar.
Kehadiran beliau di daerah itu untuk menyebarkan ajaran Islam—diungkap oleh beberapa riwayat—didasarkan atas petunjuk dan saran dari gurunya yang merupakan misanan (saudara sepupu) kiai Zubair sendiri.
Dulu kala, perkampungan itu sangat gersang.
Kehadiran sosok kiai yang alim dan soleh itu memberikan pencerahan yang positif dan mempengaruhi pesatnya perkembangan penyebaran ajaran Islam.
Di samping itu, darah bangsawan yang mengalir di tubuh kiai Zubair memberikan pengaruh tersendiri, serta didukung oleh kebiasaan masyarakat dulu yang menghormati dan memuliakan keturunan bangsawan.
Oleh sebab itu, Kampung Sumber Anyar dibanjiri oleh para santri yang ingin menimbah ilmu darinya.
Kiai Zubair hanya mengandalkan gubuk kecil untuk mengajar para santrinya yang kian hari kian banyak.
Gubuk yang oleh khalayak umum dikenal dengan sebutan langgar raja (Langgar Besar). Langgar yang selalu ramai dengan kajian-kajian keislaman.
Langgar ini yang lantas menjadi cikal-bakal berdirinya pondok pesantren sederhana yang hingga kini masih eksis. Salah satu pondok pesantren tertua di Pamekasan.
Penerus
Sepeninggal Kiai Zubair, estafet kepemimpinan langgar raja diteruskan putranya yang bernama Kiai Umro atau yang dikenal dengat sebutan Kiai Rato.
Di eranya, langgar atau pondok bertambah padat. Para santri tidak hanya dari sekitar perkampungan itu saja, namun menembus luar Pamekasan, seperti Kabupaten Sampang dan Kabupaten Sumenep.
Peningkatan kualitas dan keberhasilan dalam mendidik membuat Langgar Raja tercium sampai luar Madura, seperti Jember, Bondowoso, Situbondo, dan beberapa daerah di Jawa Timur.
Membludaknya santri tak bisa lepas dari sosok Kiai Umro. Santrinya bahkan berasal keluarga raja Pamekasan. Oleh sebab itu beliau dikenal dengan sebutan sebagai Kiai Rato, yang artinya kiainya keluarga Rato di Pamekasan.
Tumbuh Kembang Ponpes
Langgar Raja memiliki beberapa pecahan langgar yang diasuh oleh putra-putri Kiai Zubair.
Dari beberapa langgar ada yang bermetamorfosis menjadi pondok pesantren. Seperti langgar yang berada di kediaman Nyai Nuri yang sekarang terkenal dengan nama ponpes An-Nuriyah.
Langgar lainnya di kediaman Kiai Ajma’in yang disebut Langgar Daja. Juga di kediaman Nyai Bina yang sekarang dikenal dengan Langgar Lembana.
Di samping Langgar Bara’ Dajah yang sekarang sudah berubah menjadi Ponpes al Marzuqi, dan Langgar Kabunsari yang difungsikan hanya untuk mengajar ngaji al-Quran.
Bertambahnya Ponpes di perkampungan Sumber Anyar, membuat perkampungan tersebut dikenal sebagai kampung Pondok Pesantren.
Selain title itu, perkembangan dari segi generasi yang disebut Bani Zubair membuat semakin bertambahnya juga langgar-langgar di kampung yang dulunya gersang itu.
Sebut saja Langgar Soklancar, Langgar Tengger, Langgar Sumber Lancar, dan Langgar di kediaman Kiai Falah yang lokasinya di sebelah barat pondok pesantren An-Nuriyah.
Di zaman pra kemerdekaan, beberapa kiai ponpes az-Zubair juga ikut aktif berjuang.
Setidaknya empat kiai dari sini disebut dalam perannya melawan para penjajah, meski sebenarnya masih banyak yang lainnya.
Di antaranya Kiai Mawardi Yasin, Kiai Jufri Marzuqi Kiai Syarqowi Miftahul Arifin dan Kiai Muhammad Tamim Marzuqi.
Setelah RI berdaulat, para kiai dari Langgar Raja kembali fokus ke pesantren. Tak kurang dari 18 ponpes dilahirkan dari klan ini.
Pada tahun 1950 M, Ponpes az-Zubair mulai menerapkan pendidikan madrasi (sistem kelas) yang dipelopori Kiai Anwar. Sekolah itu diberi nama Madrasah Ibtidaiyah (MI) Sumber Anyar.
Akan tetapi, di bawah kepemimpinan Kiai Dazuqi Syafrawi (1955-1960) nama MI Sumber Anyar ditambah menjadi MI Nahdlatul Ulama Sumber (MINU) Anyar. Perkembangan MINU yang bisa diingat bisa memunculkan Madrasah Wajib Belajar (MWB).
Maksudnya, murid-muridnya wajib masuk dua kali sehari pagi dan sore.
Tanggal 25 Oktober 1991 menjadi saksi berdirinya yayasan yang diberi nama az-Zubair. Nama tersebut diambil dari pendiri Ponpes az-Zubair yang dulu Langgar Raja. Pendirian yayasan berawal dari hasil musyawarah para pengasuh Ponpes di Sumber Anyar.
Sekarang, suasana Sumber Anyar sudah berbeda. Beberapa lembaga pendidikan formal mulai bermunculan, seperti Taman Kanak-kanak al-Quran az-Zubair, Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah (MII), Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah (MII II, III), Madrasah Diniyah Islamiyah Wustho dan Ulya.
Di samping juga Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA) az-Zubair, dan yang baru berdiri yaitu STIEBA Sumber Anyar.
RM Farhan