Religi

Kisah Dua Preman Menjadi Waliyullah

ilustrasi

matamaduranews.com-Kisah dua orang preman menjadi kekasih Allah (waliyullah) sering dijumpai dalam beberapa kitab tasawuf.

Begitu kehidupan sufisme. Banyak kisah seseorang yang menjalani kehidupan berliku sebelum menerima hidayah dari Allah Swt.

Mereka hidup dalam kehinaan. Seperti, preman atau anak jalanan. Lalu bertobat dan mengamalkan ajaran dari sang mursyid dalam mengenal Allah Swt.

Sejumlah kitab hasil karya para ulama klasik, banyak memuat perilaku kehidupan para waliyullah sebelum menjalani kehidupan asketisme.

Fariduddin Attar dalam Tadzkiratul Auliya dan ‘Abdullah bin Ahmad bin Quddamah al-Maqdisi dalam al-Tawwabin menjelaskan kehidupan waliyullah yang sebelumnya dikenal sebagai pemuda brandal atau amoral.

Bisyr bin Harits

Bisyr bin Harits memiliki nama lengkap Abu Nashr Bisyr bin al-Harits al-Hafi lahir di dekat kota Merv sekitar tahun 150 Hijriah/767 Masehi dan wafat di kota Baghdad tahun 227 H/841 M.

Bisyr dikenal sebagai pemuda kaya raya yang hedonis. Tentu gemar melakukan maksiat. Tapi, di sisa hidupnya  Bisyr  menekuni kehidupan asketis setelah bertemu dengan seorang Sufi.

Fariduddin Attar dalam Tadzkiratul Auliya menulis kisah pertemuan Bisyr dengan seorang Sufi berawal dari kejadian yang tidak diduga.

Pada suatu waktu dalam kondisi mabuk dan berjalan sempoyongan akibat minuman keras, Bisyr menemukan secarik kertas bertuliskan, ”Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,”.

Kertas itu, tanpa dibaca diambil oleh Bisyr kemudian dioleskan sari mawar sehingga membuat kertas itu harum. Setelah itu, kertas yang dianggap berharga ia simpan dengan baik dengan rasa hormat dalam rumahnya.

Pada malam itu, seorang Sufi bermimpi. Dalam mimpinya, si Sufi diperintah untuk menyampaikan pesan kepada Bisyr.

Berikut bunyinya, ”Engkau telah mengharumkan nama-Ku, maka Aku mengharumkanmu. Engkau telah memuliakan nama-Ku, maka Aku memuliakanmu. Engkau telah menyucikan nama-Ku, maka Aku menyucikanmu. Dengan kekuasaan-Ku, Aku sungguh mengharumkan namamu di dunia ini dan di akhirat kelak.”

Terbangun dari tidur, si Sufi sempat terbesit, ”Bisyr amoral,”. ”Mungkin mimpiku keliru.”

Sang Sufi itu kembali berwudlu’, shalat lalu kembali tidur. Tapi, si Sufi mengalami mimpi yang sama secara berulang kali.

 

Exit mobile version