Kisah Wildan; Penderita Kanker Penis asal Galis Bangkalan yang Tak Punya Biaya Berobat

Ahmad Wildan saat terbaring di RSUD Syamrabu Bangkalan, didampingi Hatiyeh, Neneknya, Kamis (20/8/2020).(matamadura.syaiful)

matamaduranews.com-BANGKALAN-Sebuah kisah pilu nan menyanyat hati dialami seorang anak laki-laki berusia 9 tahun.

Saat didiagnosis oleh dokter, dirinya terjangkit penyakit kanker penis.

Ahmad Wildan namanya. Bocah laki-laki asal Desa Pakaan Dajah, Kecamatan Galis, Kabupaten Bangkalan itu harus menahan rasa sakit di penisnya. Saban hari.

Hari ke hari kondisi Wildan semakin memburuk. Untuk buang air besar (BAB) tidak normal. Hanya keluar air dan darah.

Setiap malam Wildan selalu merintih kesakitan di bagian penisnya. Kanker ganas kian menyerang penisnya.

Saat buang air kecil juga susah. Benjolan di bagian penis Wildan semakin hari semakin membesar.

Sebelum Wildan dirawat di RSUD Bangkalan. Wildan hanya terbaring lemah di tempat tidur bambu yang beralaskan plastik.

Meski selera makan masih lahap. Kondisi tubuh Wildan mulai kurus. Tergerus oleh penyakit yang diidapnya. Tubuh pucat, lemas tak berdaya.

Kondisi ekonomi keluarga Wildan cukup miris. Tak ada biaya berobat lantaran keadaan ekonomi.

Mohammad Toil, ayah Wildan. Tiap hari hanya buka pangkas rambut. Pendapatannya tak menentu. Hanya cukup untuk dimakan.

Kondisi rumah Wildan sangat kecil. Berdinding kayu, triplek dan seng.

Wajar jika rumahnya mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Tapi, hingga kini tak ada bantuan rehab rumahnya.

Saat ditemui di rumahnya, rumah kecil Wildan ditempati 21 orang. Termasuk Nenek Wildan, yang merawatnya sejak 1 bulan lalu.

Wildan terpisah dari ayahnya sejak kecil. Sejak dalam kandungan. Kedua orang tua Wildan bercerai. Sejak itu, Wildan diasuh oleh Ibunya di Sampang.

Nenek Wildan, Hatiyeh bercerita. Mengasuh Wildan sejak 1 bulan lalu.

Ibu Wildan tak sanggup melihat darah yang terus keluar dari penis Wildan.

Kondisinya membengkak dan hendak meletus.

Ibu Wildan di Sampang berinisiatif menyerahkan ke mantan mertuanya di Galis,  yaitu Hatiyeh atau Nenek Wildan.

Sejak kecil Wildan dirawat oleh Ibunya di Sampang hingga kondisi kanker penisnya kian parah sejak, 4 bulan lalu.

Satu bulan lalu, Wildan diantar ke rumah neneknya di Galis.

“Sudah satu bulan saya merawat Wildan. Ibunya sudah memasrahkan pada kami sepenuhnya. Hidup mati Wildan sudah menjadi tanggung jawab kami. Ibunya sudah tak sanggup merawat,” tutur Hatiyeh, Nenek Wildan.

Namun Hatiyeh tidak ada biaya untuk pengobatan lebih lanjut di rumah sakit. Lantaran ekonomi yang tak memadai.

“Saya hanya tukang pijet kampungan. Penghasilan tak seberapa. Selama satu bulan ini kami obati secara tradisional dengan daun sirsak dan kayu bajaka. Tapi tak menemui hasil pasti. Kondisinya tetap parah si Wildan,” paparnya.

Awal penyakit yang diderita Wildan terjadi sejak usia 4 tahun.

Saat itu, pada bagian penis Wildan terlihat seperti ada benjolan kecil.

“Umur 4 tahun Wildan sudah menjalani operasi dengan mengorbankan buah zakarnya (telur penis) satu buah diangkat. Dengan harapan penyakitnya tak menjalar,” jelas Nenek Wildan, Hatiyeh.

Nahas, usai 9 tahun saat menginjak kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah, penyakit Wildan kembali timbul.

Lebih parah daripada sebelumnya. Terlihat saat ini benjolan besar bersarang di penisnya.

Dokter menyarankan harus dioperasi. Tetapi itu tak dilakukan lantaran tak ada biaya.

Untuk makan saja keluarga Nenek Wildan cukup susah.

“Saya ingin sembuh, sehat seperti teman-teman yang lain,” tutur Wildan saat Mata Madura menjenguknya di RSUD Syamrabu Bangkalan, Kamis (20/8/2020).

Usaha Hatiyeh agar cucunya sembuh terus dilakukan.

Cucunya dibawa ke dokter Prima, Bangkalan.

Si dokter tak bisa mengobati. Dia menyarankan agar dirujuk ke RSUD Syamrabu.

Pada Selasa (19/8/2020), Hatiyeh membawa Wildan ke RSUD Bangkalan. Nanya biaya operasi kanker penis Wildan, butuh biaya kurang lebih Rp 60 Juta.

Karena tak ada biaya, Wildan dibawa kembali ke rumah Nenek Hatiyeh di Galis.

“Sebenarnya Wildan harus dirujuk ke rumah sakit Dr. Soetomo Surabaya. Rekom dari RSUD Syamrabu. Tapi saya tak sanggup karena tak adanya biaya. Jangankan untuk berobat Wildan. Kadang saya sekeluarga juga harus menahan lapar karena tak mampu beli beras buat makan,” cerita Nenek Wildan.

Beruntung, ada salah satu tokoh masyarakat Galis yang memberi solusi agar menggunakan Biakes maskin untuk mengurangi biaya perawatan di RSUD Syamrabu, Bangkalan.

“Alhamdulillah. Atas petunjuk tokoh masyarakat di Paka’an Dajah Galis. Dengan melengkapi persyaratan keluarga tidak mampu. Biaya perawatan Wildan bisa ditanggung Pemerintah dengan klaim Biakes Maskin,” tutur Nenek Wildan.

Nenek Hatiyeh berharap perhatian  pemerintah Kabupaten Bangkalan dan uluran tangan dari siapa pun yang bisa meringankan beban Wildan.

“Semoga ada belas kasih para dermawan agar bisa membantu kesehatan Wildan agar segera pulih kembali. Tak luput juga dukungan doa,” harapnya.

Nenek Hatiyeh tak lepas untuk terus berdoa dan berharap pertolangan Allah untuk meringankan beban cucu dan keluarganya.

Sebab, suami Hatiyeh atau kakek Wildan juga sakit.

“Suami saya, atau kakek Wildan juga sakit. Tak bekerja. Kami hanya bisa pasrah dengan cobaan yang berat ini. Sebab, jika tak diobati maka Wildan akan bertambah sakit, sehingga ia terus menangis. Kanker penisnya terus membesar seperti ukuran bola kecil,” pungkasnya.

“Semoga segera ada petunjuk Allah. Jika memang Allah menakdirkan umur panjang. Semoga Wildan bisa sembuh. Tetapi jika tidak. Semoga Allah tidak menyiksa sakitnya ini di dunia. Kasian masih anak kecil,” keluhnya.

Saat berita ini ditulis, kondisiWildan sedang berada di RSUD Syamrabu Bangkalan untuk menjalani perawatan lanjutan.

Syaiful, Mata Madura

Exit mobile version