Konflik Politik dan Fundamentalisme dalam Islam

×

Konflik Politik dan Fundamentalisme dalam Islam

Sebarkan artikel ini
Konflik Politik dan Fundamentalisme dalam Islam
KH A. Busyro Karim
Sejak zaman Rasulullah Saw, perbedaan penafsiran al-Qur’an sudah ada. Hanya saja, pada masa itu, perbedaan tidak meluas menjadi perpecahan karena langsung dijelaskan oleh Nabi Saw. Dan semuanya tunduk patuh kepada Rasul. Tapi, benih-benih perpecahan sudah ada. Terbukti, ketika Rasulullah baru saja wafat, perpecahan antara kaum Anshor dan Muhajirin mulai terkuak. Terkait pemilihan pemimpin siapa yang paling berhak menurut siapa.

Oleh: KH A. Busyro Karim*

KH A. Busyro Karim
KH A. Busyro Karim

Benih konflik antar umat Islam mulai tumbuh kembang. Sayyidina Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pengganti Nabi Saw hasil musyawarah terbatas para tokoh-tokoh, mendapat ganjalan. Musailamah Al Kadzab mendeklarasikan sebagai Nabi palsu mengkampanyekan tidak perlu zakat. Untuk memerangi Musailamah terjadi pertempuran yamamah, antara pasukan Islam yang dipimpin oleh Khalid bin Walid melawan pasukan Musailamah Al Kadzab. Dengan pertempuran itu, pasukan Khalifah Abu Bakar berhasil menumpas pasukannya dan membunuh Musailamah.

Konflik berlanjut pada Khalifah Sayyidina Umar bin Khatab. Kekuasaan Islam di masa Khalifah Umar meluas meliputi jazirah Arab; Palestina, Syiria, sebagian wilayah Persia dan Mesir. Kendati demikian, Khalifah Umar dibunuh oleh Peros (Abu Lu’lu’ah), seorang majusi dari Persia.
Setelah Sayyidina Umar wafat, diganti dengan Sayyidina Usman bin Affan. Masa kepemimpinannya juga berakhir tragis. Khalifah Usman dibunuh oleh kaum pemberontak karena dihasut oleh Abdullah bin Saba’.

Dan yang paling tragis dalam catatan sejarah adalah pada masa Sayyidina Ali bin Abu Thalib. Konflik umat Islam dimasa kepemerintahannya begitu akut. Sejak awal menjabat khalifah, Sayyidina Ali dihadapkan warisan konflik tiga khalifah sebelumnya. Konflik-konflik itu memuncak dalam peperangan. Seperti, perang jamal (onta) antara Ali dan Aisyah. Perang shiffin antara Ali dan Muawiyah.

Usai perang jamal dan perang siffin konflik belum berakhir. Sayyidina Ali menghadapi perlawanan dari tentaranya sendiri yang tidak setuju dengan penerimaan (tahkim) arbitrase dalam penyelesaian konflik dengan Mu’awiyah. Karena penerimaan tahkim itu, Sayyidina Ali dan pasukannya mendapat kekalahan dalam peperangan. Akibatnya, sebagian pengikut Khalifah Ali membelot dan membentuk kelompok sendiri yang disebut kaum Khawarij. Konflik dengan khawarij sangat melelahkan Ali dan menyebabkan ia terbunuh jelang Shalat Shubuh di masjid Kufah. Sayyidina Ali dipukul dengan pedang beracun oleh Abdurrahman bin Muljam. Sayidina Ali mengeram kesakitan hingga meninggal dunia. Khalifah keempat ini menjabat enam tahun enam bulan.

Dimasa Khalifah Ali ada kelompok khawarij dan syiah. Kelompok Syiah terafiliasi dengan loyalis Sayyidina Ali. Luar biasa kepatuhannya. Sayyidina Ali dikultuskan. Sehingga ia menuduh tiga khalifah sebelumnya masuk kategori kafir. Dan menyatakan wahyu turun salah alamat yang semestinya kepada Sayyidina Ali bukan ke Nabi Muhammad.

Kelompok Khawarij menantang kepemimpinan Ali dan mengatakan lahukma illa Yulahi. Tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Apapun yang tidak ada dalam ajaran Islam harus ditolak.

Fenomena kelompok fundamentalisme atau ekstrimisme itu bukan sesuatu yang baru dalam dunia Islam. Apalagi dalam dunia politik. Sejak zaman khulafaur rasyidin sudah bermunculan hadits-hadits palsu yang berhubungan dengan politik dan pedagang.
Albarinjanu syifau kullihi syai’un. Semua penyakit sembuh karena tomat. Hadits ini palsu. Setelah ditelusuri, hadits palsu ini dikampanyekan oleh pedagang tomat.

Ilustrasi jualan tomat itu sama dengan jualan politik. Dalam perjalanan politik Islam ada yang sampai saling membunuh demi kepentingan politik. Dan menistakan agama demi kepentingan politik sudah lumrah dan berlangsung sejak awal Islam.

Dan apa yang terjadi di Jakarta saat ini memang tidak bisa lepas dari kepentingan politik. Selama ayat-ayat al-Qur’an ditafsirkan sesuai dengan kepentingan politik, pasti terjadi distorsi interpretasi. Bukan lagi perbedaan interpretasi al-Qur’an.

*Bupati Sumenep dan Pengasuh Ponpes Al-Karimiyyah, Beraji, Gapura.

KPU Bangkalan