matamaduranews.com-BANGKALAN-NS (23) korban pencabulan oleh oknum kepala sekolah mengaku kecewa dengan dua kali ditundanya rekonstruksi kasus yang menimpa NS.
Padahal, NS dan Koordinator Pendamping Psikologi Unit Perempuan dan Anak (PPPA) Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) KBP3A Bangkalan Dr. Mutmainnah telah menunggu pada hari Rabu (14/10/2020) sejak pukul 10.30 siang. Rekontruksi dijadwalkan pukul 11.00 WIB.
Sampai pukul 11.00 WIB, polisi tak juga menggelar rekonstruksi. Pukul 10.00 WIB pihak kepolisian membatalkan.
“Saya dapat undangan pukul 11.00. Tapi pukul 10.00 WIB, polisi membatalkan. Kasihan pendamping saya yang menunggu lama,” keluh NS pada Mata Madura. Kamis (15/10/2020).
Perempuan yang berprofesi sebagai guru TK itu menilai polisi tidak siap melaksanakan rekonstruksi ini.
“Kami menilai, polisi kurang serius dalam penanganan kasus ini. Dua kali dijadwalkan molor terus,” keluh NS.
Sebelumnya minggu lalu, pada Senin (5/10/2020) pukul 10.00 WIB, korban diminta kesiapannya untuk ikuti rekontruksi. Tetapi lagi-lagi dibatalkan satu jam sebelum jam yang disepakati.
NS sebagai korban berharap kepada penegak hukum agar kasus ini segera di selesaikan, karena dikhawatirkan kalau kasus ini mandek pelaku tidak menutup kemungkinan akan mengulangi aksi bejadnya pada siswanya.
“Pelaku merupakan kepala sekolah di SMP, juga sebagai tokoh agama. Jika kasus ini dibiarkan, pelaku akan menganggap perbuatannya sebagai tindakan biasa, padahal perbuatan itu merupakan kejahatan yang serius yang dapat meresahkan masyarakat,” paparnya.
Saat ini pihak kepolisian kata NS, menjadwalkan kembali untuk rekontruksi pada hari sabtu (17/10/2020) pukul 11 siang.
Diketahui, pelaku saat ini oleh kepolisian dijerat pasal 289 KUHP tentang pencabulan.
Sementara dimintai keterangan pada Kasatreskrim Polres Bangkalan, AKP Agus Sobarnapraja mengatakan ditundanya rekontruksi ini karena masalah teknis.
“Terlapor berhalangan,” kata AKP Agus.
Perlu diketahui kata Agus, rekontruksi kasus pencabulan di Klampis ini adalah permintaan jaksa.
Mengapa dilakukan rekontruksi? Kata Agus ini bukan kasus persetubuhan, tetapi sifatnya pencabulan atau pelecehan seksual.
“Pada saat proses penyidikan, pelaku tidak mengakui perbuatannya jika sudah melakukan pencabulan pada korban,” ungkapnya.
Makanya saat ini, jaksa memerlukan proses rekontruksi. Rekontruksi itu memerlukan kesamaan waktu antara Jaksa, Penyidik, Pelapor dan Terlapor agar bisa dihadirkan.
Ternyata jaksa meminta rekontruksi. Rekontruksinya jaksa minta di TKP.
“Tetapi secara proses penyidikan, kejadian ini ada dan tersangka tersebut adalah pelakunya,” tegasnya.
Jika memang tidak mengakui perbuatannya, kata Agus lebih baik pengakuannya di persidangan saja.
“Apa alibinya dia tidak mengakui perbuatannya itu, tinggal saat persidangan dijelaskan,” papar AKP Agus.
“Alasan terlapor, pada minggu sebelumnya sakit. Karena sudah ditunda dua kali. Kita tegaskan hari sabtu tidak ada alasan. Rekontruksi harus digelar,” tambahnya.
Tak hanya itu, anggota DPRD Jatim dapil Madura, Mathur Husyairi juga mempertanyakan rekontruksi kasus pelecehan seksual di Klampis.
“Ada apa dg kasus pelecehan yg di Kec Klampis? Rekonstruksi koq molor terus,” tanya Mathur, yang diposting di facebook pribadinya pada Selasa (13/10/2020).
Diberitakan sebelumnya, seorang oknum kepala sekolah berinisial MS (44) nekat dilaporkan atas pelecehan seksual kepada ibu guru TK berinisial NS.
Atas perbuatannya itu, MS pun kini ditetapkan tersangka untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Dalam melancarkan aksinya, oknum kepala sekolah itu melecehkan sang guru dengan modus memanggilnya ke ruangan.
Karena dipanggil oleh atasannya, sang ibu guru pun akhirnya memenuhi panggilan tersebut.
Namun bukannya membicarkan soal pekerjaan atau hal penting lainnya, sang oknum kepala sekolah malah menggeranyangi sang ibu guru.
Kepala sekolah itu bahkan sampai membuat kemeja yang dipakai ibu guru robek.
Perbuatan itu ia lakukan kepada guru TK yang merupakan bawahannya sendiri. Bahkan, MS melakukannya di ruang kepala sekolah.
Syaiful, Mata Madura