MataMaduraNews.com, SAMPANG – Sebuah mobil berwarna serba merah dengan gambar seorang pria berpeci hitam, bertuliskan Tretan Mamak, bertengger di halaman rumah sederhana di Jalan Panglima Sudirman Gang III, Sampang. Rumah itu tak lain milik Moh. Hasan Jailani yang lebih dikenal dengan sebutan Mamak. Sejak beberapa bulan lalu, namanya menjadi buah bibir masyarakat lantaran gambarnya bertebaran di hampir seluruh kecamatan di Sampang.
***
Siapa yang menyangka bahwa pemuda berkacamata ini pernah mendapatkan skorsing saat menjadi mahasiswa di Universitas Bangkalan (sekarang Universitas Trunojoyo Madura). Saat masih aktif di pers kampus, bersama dengan dua temannya, Mamak mengkritisi pemilihan dekan serta pelaksanaan APEC di Bogor melalui majalah kampus. Alhasil di tahun 1994 tersebut ketiganya diskorsing selama satu semester. Berkat soliditas dan tekanan mahasiswa dari berbagai daerah, pihak kampus akhirnya hanya memberikan skorsing 3 bulan. Ini juga menjadi bukti, dengan segala keterbatasan dan tekanan, mahasiswa di era tersebut sangat solid dan kritis.
Akan hal itu, di zaman yang serba lengkap dengan adanya gadget serta koneksi internet, Mamak ingin agar mahasiswa lebih kritis menanggapi isu-isu lokal maupun nasional. Ia melihat pemerintah daerah kurang memberikan kesempatan kepada mahasiswa Sampang untuk berbicara tentang banyak hal. Dalam sejumlah kesempatan, forum mahasiswa Sampang di berbagai kampus merasa tidak mendapat respon yang terbuka dari pemangku kebijakan. Padahal menurut Mamak di balik anak muda ada banyak ide dan pemikiran yang taktis serta cerdas yang bisa membantu daerah. Sehingga mahasiswa bisa mengaplikasikan pengalaman dan keilmuannya di kampus untuk kemajuan daerah.
Namun Mamak juga menyayangkan mereka yang mengkritisi kebijakan pemerintah tanpa solusi. Menurutnya, mengkritisi tidak hanya sekedar berbicara lantang. Kritis berarti mendalami problematika publik dengan data dan analisa serta memberikan solusi. Kritik yang solutif inilah yang menurutnya akan menjadi nilai plus bagi para mahasiswa dan aktivits. Karena problematika yang ada di Sampang terlalu kompleks jika hanya diserahkan kepada pemerintah daerah. Publik juga harus mengawal.
Karena itu pula, saat dirinya mendapatkan amanah sebagai ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) NU Sampang pada tahun 2014, ia merasa senang. Lembaga yang baru berumur 4 tahun di Sampang dan 10 tahun di pusat ini fokus menangani penanggulangan bencana. Saat itu LPBI NU Sampang bekerjasama dengan pusat membuat dokumen penanggulangan risiko bencana Sampang. Ada empat isu bencana yang urgen; banjir, kemarau, puting beliung dan longsor. Selama hampir setahun dokumen tersebut disusun dengan melibatkan semua stakeholder. Di 2015 dokumen tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Meskipun sangat disayangkan, menurut Mamak rekomendasi yang tertuang di dokumen terkait penanggulangan bencana belum terealisasi.
Mamak sudah lama aktif di NU, mulai dari bergabung ke Gerakan Pemuda Ansor di 1998 hingga menjadi ketua LPBI NU Sampang. Meski begitu dalam berpolitik ia lebih nyaman dengan PDIP. Ada semacam pandangan dari masyarakat bahwa warga nahdliyin jika berpolitik mesti masuk ke partai Islam. Mamak mempunyai pendapat yang berbeda. Baginya, NU justru harus ada di mana-mana, baik di partai Islam maupun bukan. “Sehingga ketika ingin menyuarakan kemaslahatan umat, tidak hanya di satu kotak, semua kotak juga berbunyi sama untuk kemaslahatan umat,†katanya. (jamal)
Menghidupkan Kembali Sampang, Gerilya Tretan Mamak, dan Biodata Mamak, selengkapnya baca di Tabloid Mata Madura Edisi 4/08 Agustus 2016!