Catatan

Mathur dan Hairul

×

Mathur dan Hairul

Sebarkan artikel ini
Mathur dan Hairul
Mathur Husyairi dan Hairul Anwar

Catatan: Hambali Rasidi

SAYA sudah lama kenal Mathur Husyairi dan Hairul Anwar. Juga sering diskusi.

Cuman baru kali ini saya tersentak dengan pemikiran keduanya.

Beberapa hari lalu, saya ketemu Mathur di Sumenep. Seorang teman ngabari kalau Mathur sedang reses di Sumenep.

Dalam pertemuan singkat itu. Ada kata-kata yang menusuk.

“Kerja bupati tak usah muluk-muluk. Tak perlu sering tampil di tv kalau ingin dicintai rakyatnya. Naikkan PAD sudah cukup,” ucapnya.

Entah apa maksud kata-kata Mathur. Padahal, saya hanya tanya soal latar belakang tantangan dirinya yang diposting di Facebook-nya.

Terkait, program Pokmas yang melekat pada dirinya, sebagai anggota DPRD Jawa Timur.

“Silahkan buat proposal. Program apa yang hendak dikerjakan. Bagaimana analisa usahanya. Bagaimana kelanjutan program itu. Gratis. Tanpa pungutan,” ucapnya saat diskusi di warung Kakek, pekan lalu.

Mathur lahir di Sambas, Kalimantan Barat. Kawin dengan gadis Bangkalan. Teman kuliahnya waktu di IAIN (UINSA) Surabaya.

Meski lahir di Sambas. Tapi leluhurnya orang Madura. Karenanya. Sejak muda, Mathur sudah mondok di Pamekasan hingga kuliah di Surabaya.

Sebelum terjun ke politik praktis. Mathur bergelut di aktivis anti korupsi di Jawa Timur. Jaka Jatim lembaganya.

Lulus kuliah. Mathur pernah jadi staf ahli alm. Ra Fuad Amin, sewaktu menjabat anggota DPR RI dari PKB.

Ketika terpilih sebagai anggota DPRD Jawa Timur dari PBB. Mathur tak lupa akan perjuangannya.

Ingin transparansi APBD Jawa Timur. Terutama soal penyaluran dana Bansos yang bernilai triliunan rupiah se Jawa Timur setiap tahun.

Mathur selalu lantang bersuara di Gedung Indrapura. Meski seorang diri dari PBB.

Bagi Mathur. Dana Bansos yang bernilai ratusan miliar tiap tahun masuk ke Madura belum terlihat dampaknya.

Karenanya dia berikrar untuk benar-bemar menghibahkan dana Bansosnya kepada siapa saja yang bersedia membuat program pemberdayaan secara serius.

Dengan tujuan, anggaran Bansos itu bisa meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

“Saya tak mau program fisik. Saya ingin program pemberdayaan,” terangnya.

Di akhir diskusi. Mathur kembali menyinggung kerja bupati.

“Bupati jangan melulu pencitraan. Konkritkan programnya. Naikkan PAD-nya,” ucapnya sambil senyum, sambil melirik saya.

Saya baru sadar. Apa maksud kata-katanya. Dia sangka saya sering komunikasi dengan Bupati Sumenep.

Serupa dengan Mathur.

Beberapa hari terakhir, saya juga sering dengar soal kesejahteraan warga Sumenep yang disinggung Hairul Anwar dalam diskusi.

Ya…saat santai di kantor Madura Energy. Hairul sering mendiskusikan tema kesejahteraan warga Sumenep.

Di sana kumpul para aktivis dan wartawan. Sekedar ngopi santai. Hairul ngajak diskusi.

Hairul ingin warga Sumenep sejahtera. Pendapatannya meningkat. Sehingga, orang yang buka usaha bisa ramai pembeli.

“Sekarang di Sumenep banyak cafe. Kalau pendapatan warga seret. Bagaimana mau nongkrong di cafe,” ucapnya memberi alasan.

Kalau pendapatan waga Sumenep makmur. Anak-anak muda tak banyak nganggur. Mereka pasti buka usaha.

Hairul seperti mengulang pemikiran Mathur.

“Cukuplah berwacana. Sekarang waktunya bupati mensejahterakan warganya,”.

Hairul sempat menyinggung keberpihakan APBD Sumenep kepada nelayan.

Menurut amatan Hairul. Anggaran Rp 2 miliar setahun untuk nelayan sangat minim.

Padahal potensi perikanan di Sumenep sangat besar. Luas laut Sumenep sama dengan luas daratan provinsi Jawa Timur.

Meski potensi laut begitu luas. Hasil tangkapan nelayan murah karena belum disentuh dengan inovasi program yang tepat sasaran.

Hairul mengandaikan ada pembangunan cold storage yang berfungsi sebagai buffer stock. Lokasinya berada di pusat perikanan. Kegunaannya untuk menampung ikan saat musim ikan. Sehingga, tidak ada ikan terbuang dan harga ikan bisa stabil.

Di Sumenep juga perlu ada industri pengolahan ikan yang bisa mendongkrak harga jual ikan di pasaran.

Sebagaimana pusat pelelangan ikan di Brondong, Lamongan dan Muncar, Banyuwangi.

Hairul memandang potensi alam yang bisa mendongkrak pendapatan warga Sumenep adalah perikanan dan perkebunan.

Dua wilayah itu bisa menjadi andalan produk domestik Sumenep.

Hanya saja. Keberpihakan pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan warga Sumenep dari produk lokal itu belum maksimal.

‘Kita tak usah jauh-jauh ngurus migas. Ngelola perikanan dan perkebunan sebagai andalan produk domestik Sumenep sudah menjanjikan. Tapi kita kan senangnya yang praktis. APBD banyak dihabiskan ke infrastruktur,” ucap Ketua Kadin Sumenep ini.

Saya hanya jadi pendengar. Tak bisa membantah.

Teori dan jam terbang saya belum cukup untuk menolak argumen pengusaha muda ini.

Apalagi Hairul lulus magsiter teknik lingkungan. Dan sudah sukses mengelola aneka banyak usaha dengan karyawan tetap lebih 200 orang.

Saya cukup merekam apa yang didiskusikan.

“Pemerintah harus hadir. Agar ekonomi warga bergerak,” tutup Hairul sambil tersenyum.

Sumenep 10 Maret 2021

KPU Bangkalan
Tanah Kas Desa
Hankam

matamaduranews.com-WINANTO bertanya lokasi TKD ber-Letter C yang ramai…