matamaduranews.com–PAMEKASAN– Mati Corona ala Madura‘ jadi viral. Itu cuitan akun twitter @Antonius061 tentang isi tulisan Firman Syah Ali, ASN Pemporv Jatim yang bertugas di Bakorwil Pamekasan lagi jadi trending topic di twitter.
Saat dihubungi Mata Madura, Firman mengaku tulisan itu sengaja dibuar setelah dirinya selesai menjalani isoman di tanah kelahirannya di Pamekasan karena terpapar covid.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Katanya, kondisi masyarakat Pamekasan saat pandemi COVID-19 melonjak seperti masa PPKM Darurat. Suasana dan aktivitas kehidupan masyarakat di Pamekasan terbilang normal. Seperti tak ada pandemi covid.
Firman sengaja menulis cerita saat Isoman yang dibagikan ke sejumlah grup WA semata untuk menyampaikan pesan bahwa masyarakat Madura di Pamekasan baik-baik saja. Meski kasus kematian covid tiap hari melonjak. Warga Madura di Pamekasan tidak takut dengan bahaya COVID-19.
Berikut tulisan lengkapnya:
Mati Corona ala Madura
Oleh : Firman Syah Ali
Akhir-akhir ini banyak sekali orang meninggal dunia di Madura, diantara mereka ada saudara, tetangga, teman sekolah bahkan mantan saya.
Berita-berita kematian itu sebagian saya dengar sendiri secara langsung melalui pengeras suara Masjid. Sebagian melalui cerita tamu selama saya menjalani Isolasi Mandiri, namun sebagian besar saya baca di media sosial.
Selama saya menjalani isolasi mandiri, saya sama sekali tidak keluar rumah, saya berada di kompleks tanean lanjang Bani Hasyim Dusun Seccang, Desa Plakpak, Kecamatan Pegantenan, Kabupaten Pamekasan.
Begitu saya selesai Isolasi Mandiri, saya baru bisa keluar rumah.
Begitu keluar rumah. Saya kaget melihat aktivitas warga normal-normal saja. Seperti biasa. Padahal berita duka terus bertalu-talu dari ujung ke ujung.
Pasar Tradisional Blumbungan tetap ramai. Jalanan depan pasar macet karena banyak kendaraan parkir.
Dekat pasar. Orang-orang santai ceria tanpa masker. Tukang amal masjid teriak-teriak dengan kalimat-kalimat yang lucu.
Belok kiri ke arah Aeng Pennay saya jumpai banyak rombongan mantenan (resepsi pernikahan) tanpa masker.
Sebagian di antaranya naik pick up bak terbuka penuh sesak juga tanpa masker. Mereka bergembira ria dalam rombongan mantenan sanak saudaranya itu.
Saya main ke rumah saudara sepupu, dia baru datang dari tahlilan.
Saya bertanya “sakit apa yang kamu tahlili itu?”, dengan santai dia jawab “yaa sakit yang sekarang ini”.
Buahahaha istilahnya bukan corona kalau di Madura, tapi “penyakit yang sekarang ini”.
Mereka ya tidak dilaporkan ke puskesmas, dimandikan biasa, disholati dan ditahlili biasa, sehingga tidak masuk data resmi korban Corona di Kabupaten Pamekasan.
Begitu usai tahlilan biasanya beberapa tetangga dan keluarga almarhum menyusul meninggal dunia, namun tetap saja tidak disebut corona.
Mereka disebut mati kena penyakit yang sekarang ini.
Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi, disebut mati sesak nafas, mati capo’ cap (influenza) dan banyak lagi istilah lainnya.
Intinya orang Madura menghindari istilah Corona yang dengan sendirinya menghindari protokol Covid-19 terhadap jenazah keluarga/tetangganya.
Bahkan yang terbaru di Pamekasan muncul tradisi baru, yaitu menghentikan siaran berita duka melalui pengeras suara.
Bahkan di beberapa grup WA masyarakat Madura saya dimusuhi dan dimarahi ramai-ramai gara-gara selalu posting berita duka, padahal orang yang saya posting berita dukanya itu merupakan orang-orang yang mereka kenal juga.
Akhirnya saya berpikiran jangan-jangan ini cara orang Madura untuk melindungi dirinya dari serangan pembunuh imun.
Mereka seperti tidak mau imun mereka runtuh terkapar gara-gara dengar nama corona, protokol kesehatan dan berita duka.
Mereka ingin anggap itu semua tidak ada. Atau ini mungkin cara mencapai Herd Immunity alami ala Madura? Wallahu a’lamu.
Ya seperti dalam semua peristiwa lainnya, orang Madura selalu punya cara sendiri.
Saat saya menulis artikel ini, saya sedang duduk santai di rumah sepupu sambil mendengarkan musik dangdut dari tetangganya yang sedang hajatan mantenan.
Undangannya banyak sekali, satupun tidak ada yang mengenakan masker dan jaga jarak.
Padahal baru saja tetangga shohibul hajat meninggal dunia akibat “penyakit sesak nafas” atau “panyaket se sateyah“.
Dan itu terjadi dimana-mana bukan hanya di dekat rumah sepupu saya ini. (**)